Bab 19 Drama malam pertama

Ketika Banyu dan Diana sudah pergi.

Diam diam Siera merasa bangga.

Setelah pernikahan mereka. Ini pertama kalinya Gavin mengakui bahwa dia adalah istrinya.

Gavin melirik ke samping dan mengetahui Siera sedang berbinar.

"Kenapa kau tertawa?" tanya Gavin ketus. Lalu pria itu mencari tempat yang kosong.

Siera mengejarnya dan melingkarkan tangannya pada lengan pria itu. "Ini pertama kalinya kamu mengakui aku setelah beberapa waktu menikah secara umum." kata Siera.

Seketika Gavin mengerutkan wajahnya kemudian berdehem.

Siera tersenyum dan menghadang jalan pria itu untuk duduk. "Lihat! wajahmu memerah." kata Siera menggoda pria itu.

Gavin menyingkirkan Siera dari hadapannya lalu mengambil segelas soda.

Siera tetap mengejar langkah pria itu hingga ke sudut.

"Kenapa? Kau malu?" kata Siera masih menggoda pria itu.

Kemudian muncul seringai tipis pada wajah pria itu.

"Tidak!" pria itu menyangkal. "Hanya sedang berpikir." lanjut Gavin.

Kini Siera yang mengerutkan dahinya. "Berpikir? Berpikir apa." tanya Siera. Takutnya pria itu hanya berlagak di depan semua teman temannya. Kemudian di rumah akan memperlakukan hal yang sama.

"Aku sudah lama tidak menyentuh wanita. Karena aku sudah mengakuimu. Maka semua ini harus ada imbalannya." kata Gavin.

Duar

Seketika Siera menatap kosong ke arah Gavin.

"Ap...apa maksudmu?" tanya Siera dengan syaraf yang menegang.

Gavin mencondongkan tubuh bagian atasnya. "Aku ingin malam ini kita bermalam bersama." kata Gavin tersenyum.

Seketika tubuh Siera membeku. "Ka...kamu." kata Siera melotot ke arah Gavin.

"I...ini tidak lucu Gavin. Lagian aku juga tidak berharap kamu ikut bersamaku." kata Siera dengan pipi memerah. Ia melengos ke arah lain.

Gavin berdecak. "Jika aku tidak memaksa, bagaimana kau akan menghadapi hari ini." kata Gavin lalu menunjuk ke sisi tengah di mana para wanita menatapnya dengan tatapan keji. Siera mengikuti arah pandang pria itu. Seketika dirinya sadar jika ternyata sebagian dari mereka sangat membenci dirinya.

Kemudian Siera menoleh ke arah Gavin yang tersenyum tipis. "Ka...kamu!" kesal Siera.

"Sudahlah, kau harus akui bagaimana kecerdasanku ini. Bagaimanapun aku adalah suamimu. Setidaknya harus ada imbalan untuk hari ini." kata Gavin.

Acara reunian pun berakhir ketika hari mulai gelap. Mereka sangat senang bisa menghadiri pesta hari ini.

Setelah keluar dari ruang karaoke. Thomas menghadang jalan Siera.

"Thomas!" kata Siera.

"Siera! A...aku baru tau jika kau telah menikah. Meskipun aku sudah berharap banyak padamu. Tetapi kita adalah teman." kata Thomas terbata.

Siera tersenyum.

"Selamat atas pernikahan kalian." kata Thomas pada akhirnya. Meskipun di dalam hatinya terasa perih. Tapi dia masih ingin terus berteman dengan Siera.

"Hum. Terima kasih." kata Siera mengangguk.

Setelah itu Thomas pergi dengan langkah tergesa.

"Kasihan sekali. Cintanya bertepuk sebelah tangan." cibir Gavin setelah kepergian Thomas.

Siera menoleh dan memutar matanya malas.

Ketika sampai di rumah sudah jam makan malam.

Karena sudah makan malam di restoran setelah pulang tadi baik Gavin dan Siera tidak makan lagi.

Gavin duduk bersandar pada kursi di teras samping sambil merokok. Sementara Siera terlihat bingung menghadapi malam panjang ini.

Ia telah mengenakan piyama tipis dan mondar mandir di dalam ruang kamar.

Sangat terlihat jelas jika Siera masih sangat khawatir dan gelisah. Ini adalah pengalaman pertamanya tentu saja dia masih terasa takut.

Tetapi sebagai istri dia juga sudah menunda malam pertamanya dengan Gavin.

Setelah dipikir pikir ia juga merasa bersalah.

Ia menatap waktu yang perlahan semakin malam.

Ceklek

Pintu terdorong terbuka. Gavin masuk setelah merasa mengantuk. Tetapi rasa kantuknya menghilang kala melihat Siera yang telah siap mengenakan piyama sedang berdiri di tengah ruang kamar.

"Ga...Gavin." kata Siera terbata seraya mendongak ke arah pintu.

Gavin masuk dan tidak lupa menutup pintu lalu menguncinya.

"Ap...apa yang kau lakukan?" tanya Siera ketika dia melihat Gavin mengunci pintu.

"Tentu saja mengunci pintu. Aku tidak mau saat melakukannya ada yang mengganggu." kata Gavin terdengar konyol.

"Kau konyol sekali. Mana yang berani mengganggu. Kamar pembantu ada di bagian belakang. Mereka tidak mungkin mengganggu ketika malam. Lagian di rumah ini tidak ada siapa siapa lagi." Siera berdecak.

"Ya mana tau." Gavin mengangkat bahunya. Dia melangkah menghampiri Siera.

"Tunggu!" kata Siera ketika Gavin hampir mencapai dirinya.

"Ada apa lagi Siera?" tanya Gavin kesal.

"Matiin lampu." rengek Siera.

"Kenapa?" tanya Gavin mengerutkan dahinya.

Siera tersipu. "Aku malu." kata Siera.

"Ckckckckck..."

Gavin mencari remote otomatis dan mematikan lampu. Tetapi ketika lampu terlihat mati. Justru ia tidak bisa melihat apa apa. Gavin mencari remote lampu dan menghidupkannya lagi.

"Sepertinya gak enak jika lampunya mati." kata Gavin lalu melempar remote lampu entah kemana.

"Egh." Siera terlihat membelalak. Ketika saat itu Gavin menangkap dirinya.

Gavin mulai menangkup pipinya yang kemerahan. Mendongakkannya agar menatapnya.

"Kamu makin hari makin cantik Siera." kata Gavin mulai merayu dirinya.

Terlihat Siera menggembungkan pipinya yang semakin merona.

"Kau juga sangat tampan Gavin." jawab Siera.

Gavin tersenyum tipis. Ia memindai wajah Siera yang semakin cantik meski tanpa riasan.

Di luar nampak rembulan bercahaya penuh. Cahayanya terpantul melalui air dari dalam kolam renang. Tak beriak dan sangat tenang.

Malam itu Gavin memulainya dengan kecupan kecupan lembut di bagian wajah Siera. Siera tersenyum seraya menatapi wajah tampan Gavin yang tampak bak dewa.

Semakin malam, semangat Gavin semakin menggelora. Kecupan yang diberikan Gavin yang semula ringan menjadi bergairah.

Gavin sudah tidak bisa menundanya. Malam ini akhirnya Siera memberikan keperawanannya kepada Gavin.

"Egh..." terdengar erangan erangan yang keluar dari mulut Siera.

Gavin semakin bersemangat.

"Mungkin ini sedikit sakit. Tahanlah." kata Gavin ketika pusaka miliknya sudah bersentuhan di bagian mulut sensitif Siera.

Siera mengangguk seraya tangannya mencengkeram erat seprai.

Gavin melebarkan kaki Siera agar terbuka lebar. Sementara pinggulnya ia majukan untuk menembus dinding keperawanan Siera.

"Arghhhhh...." Siera berjengkit sakit seraya meneteskan air matanya pada pelupuk matanya.

Gavin melihat air mata Siera yang mengalir. "Tahanlah." kata Gavin.

Pria itu baru saja memasukkan ujung pusakanya sedikit tetapi Siera sudah nampak kesakitan.

Ia membujuknya dengan meraup bibir bawahnya. Siera mengerang sementara bagian bawahnya di tembus oleh pusaka besar milik Gavin.

"Sempit." Kata Gavin masih terus menusuk nusukkan pusakanya agar menembusnya.

"Egh...." erang Siera kala benda pusaka Gavin sudah masuk sempurna pada dinding rahim milik Siera.

Siera tak tahan dan terus mengalirkan air matanya. Tetapi Gavin terus memberikan rangsangan untuk mengurangi rasa sakitnya itu. Sementara pinggulnya bergerak maju mundur.

Siera tersenyum tipis. Sementara Gavin semakin bersemangat menusukan benda pusakanya ke dalam milik Siera.

Malam yang panjang itu adalah malam bersejarah mereka berdua.

Tampak Gavin merasakan kelelahan setelah melakukan hal itu kepada Siera.

Tubuh Gavin ambruk ke samping kemudian tersenyum tipis.

"Siera, aku pikir kamu dulu pergi ke luar negeri akan melakukan hal ini pada pria lain. Tak di sangka kau begitu menjaganya. Terima kasih karena aku adalah orang pertama yang memprawanimu." kata Gavin.

"Hum." Dehem Siera sebagai jawaban.

Gavin mengambil selimut dan menyelimuti tubuh mereka yang tak berpakaian sama sekali.

"Gavin!" lirih Siera.

"Hum." sahut Gavin.

"Jadi selama ini kau berpikir aku menghinatimu selama di luar negeri?"

Kini mereka berdua berbaring dengan tatapan menatap langit langit kamar. Cahaya lampu kamar telah diganti dengan cahaya temaram.

"Itu hanya dugaanku saja." kata Gavin mengelak.

Bibir Siera tampak cemberut.

"Tapi setelah malam ini. Aku sudah yakin bahwa kau adalah orang yang setia." kata Gavin seraya memiringkan tubuhnya menghadap Siera.

"Tapi kau yang tidak setia!" kesal Siera.

"Berapa banyak wanita yang kau nodai?" tanya Siera.

Tampak wajah Gavin berpikir. "Ada banyak. Tapi tenang saja aku melakukannya dengan menggunakan pengaman." kata Gavin.

Seketika Siera menoleh seraya melotot.

"Gavin!" pekik Siera seraya memukul dada Gavin.

"Aduh! Siera hentikan! Sakit...." kata Gavin berteriak kesakitan karena Siera tak lupa mencakar bagian yang terbuka.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!