Sementara itu sang kepala pelayan yang diperintahkan untuk membawa Gavin pulang melaporkan kejadian itu.
Tampak wajah Wahyono terlihat suram. Kepala pelayan itu bergidik dan tidak berani mendongakkan kepala.
"Anak sialan. Mau sampai kapan dia akan berulah memainkan wanita." kata Wahyono dengan gigi bergemelatuk.
Kemudian pria paruh baya yang berusia sekitar 60 tahunan itu memandang kepala pelayan itu. "Jika tidak mau pulang, maka paksa dia untuk kembali." perintah Wahyono dengan tajam.
Kepala pelayan itu segera mengangguk. "Baik tuan."
Setelah Siera diusir dari perusahaan Gavin. Wanita itu melangkah menuju sebuah restoran. Meskipun dia tidak mendapatkan kesempatan untuk makan siang bersama Gavin setidaknya dia tidak harus melewatkan makan siangnya.
Siera menikmati makan siangnya dengan damai. Ia sudah lama tidak merasakan makanan Di Kertanegara sejak dia meninggalkan kota itu sepuluh tahun lalu.
Drrtttt drrttt drrtttt
Bertepatan saat makan siang, ponsel Siera berdering. Siera mengelap tangannya yang terkena minyak dengan tisu seraya melihat papan nama yang tertera di layar. Itu panggilan dari neneknya.
Sudah lama ia juga tidak menemui neneknya. Neneknya adalah orang asli kertanegara sedangkan kakeknya berasal dari Shine.
Mereka tinggal lama dan menetap di Kertanegara sementara Ayahnya, Anggoro memilih berbisnis di Shine. Apalagi kota Shine merupakan kota paling strategis dalam berdagang atau berbisnis. Jadi memilih kota Shine untuk melancarkan bisnis dagangnya.
Wajah Siera langsung tersenyum sempringah kala melihat nama neneknya. Ia segera mengangkatnya.
"Nenek!" panggil Siera.
"Siera cucuku." kata Nenek. Ia sudah berumur 70 tahun tapi dia terlihat lebih muda dari usianya.
Tampak wajah Siera tersenyum. "Nenek apa kabar?"
"Hm, baik. Kau sudah sampai di Kertanegara tapi kau tidak segera menemui nenek. Apa kau melupakan nenekmu ini." kata Aulia dengan sarkas.
"Nenek, aku tidak melupakan nenek. Tapi sejak semalam aku harus melakukan pemindahan pekerjaan. Jadi agak sibuk belum sempat melihat nenek."
"Huh, Alasan. Apa nenekmu ini akan percaya. Kau pergi ke tempat Wahyono semalam." Ujar Nenek.
Siera meringis ketika tindakannya di ketahui oleh neneknya.
"Hehe, itu Siera bisa jelaskan." Siera menyengir.
"Tidak perlu. Lebih baik kau segera datang temui nenek. Nenek tidak akan memperhitungkannya." kata nenek.
Siera melihat jam di tangannya. "Oke. Siera akan datang."
Aulia tampak puas. "Baik. Nenek akan menunggumu." setelah itu Aulia menutup telepon.
Siera tidak lagi melanjutkan makanannya. Ia berdiri dan membayar bill dengan segera. Setelah itu dia menghentikan sebuah taksi dan meminta untuk mengantarkannya ke perumahan elite blok c di jalan bahagia. tempat tinggal nenek siera.
Setelah melakukan perjalanan setengah jam, akhirnya gadis itu tiba di halaman perumahan elite blok c di jalan bahagia. Setelah membayar taksi, Siera segera turun.
Ia melihat rumah yang bergaya tiongkok didepannya dengan senyuman cerah. Rumah itu Tidak pernah berubah meski berabad abad tahun lamanya.
"Nenek, aku datang." kata Siera sambil berdiri di depan pintu rumah.
Tampak nenek duduk di kursi goyang. Mendengar suara yang familiar nenek membenahi kaca matanya.
"Siera, apa itu kamu?" kata nenek dari dalam rumah.
Siera segera masuk setelah melepas sepatunya. "Ya nek, ini aku." kata siera dengan langkah kaki yang memasuki rumah.
Nenek tersenyum lalu mengisyaratkan pelayan untuk menyeduhkan teh.
"Sini, sudah sepuluh tahun kau tidak kembali." kata Nenek. Nenek Aulia berpindah dari kursi goyang menuju sofa.
Siera memeluk neneknya yang sudah berusia renta. Meskipun begitu nenek tetap energik.
"Maaf nek, baru bisa datang melihat nenek." kata Siera dengan nada menyesal.
"Dasar bodoh." kata nenek. Lalu wanita itu mencubit hidung mancung Siera.
"Dimana ayahmu. Apa tidak pulang?" tanya Aulia ketika tidak menemukan Anggoro ikut datang bersamanya.
"Papah tidak pulang, hanya aku seorang yang datang." kata Siera mencebikkan bibirnya.
"Huh, dasar Anggoro anak nakal. Dia sudah hampir dua puluh tahun tidak melihat nenek. Dan sekarang mengabaikan nenek. Justru hanya mengirim kamu yang datang. Apakah dia begitu mementingkan pekerjaannya dari pada nenek." Marah nenek.
"Ach, nenek jangan marahi papa. Dia saat ini sedang merintis pabrik kain. Perlu bantuan tuan Wahyono untuk bisa menembus pasar Kertanegara. Jadi aku datang kemari. Papah akan segera kembali." kata Siera membela Anggoro.
"Huh, masih berani membela anak itu. Baiklah karena kau, nenek tidak akan marah. Sekarang tinggallah bersama nenek." kemarahan nenek pun mereda.
Saat malam harinya, Gavin di paksa kembali ke kediaman rumah besar Wahyono.
Gavin tampak terdiam duduk santai di kursi penumpang belakang.
Damian yang menyetir mobil melihat Gavin melalui kaca spion depan. Wajahnya tampak muram karena di paksa oleh kepala pelayan agar segera datang.
"Tuan, apa tuan baik baik saja?" tanya Damian dengan ragu ragu.
Gavin melirik sekilas asistennya itu lalu menatap keluar jendela. "Tidak perlu bertanya jika tau jawabannya. Si tua itu benar benar memaksa aku menikahi Siera. Maka mendesakku pulang." kata Gavin tidak puas.
"Tuan, Anda sudah tau tuan Wahyono. Meskipun anda menolak keras juga tetap tidak bisa. Jika anda menentangnya maka tuan Wahyono akan berbuat nekat."
Gavin menghela nafas dalam dalam. "Si tua itu tidak pernah mau mengerti keinginanku. Ckckck..." gumam Gavin.
Mobil yang di tumpangi Gavin telah sampai di pelataran kediaman Wahyono. Di depan pintu kepala pelayan sudah menunggunya. Dia berlari dengan tergesa dan membukakan pintu.
"Akhirnya tuan muda datang. Anda ditunggu tuan besar di ruang kerjanya." kata kepala pelayan itu tersenyum lega.
"Hm." Gavin mengancingkan jasnya yang terbuka. Lalu melangkah menuju ruang kerja Wahyono oleh pelayan.
Tok tok tok
Pelayan mengetuk pintu. "Tuan besar. Tuan muda telah datang." kata pelayan memberi taunya dari balik pintu luar.
"Suruh dia masuk." perintah Wahyono.
Pelayan itu mendorong pintu hingga terbuka lalu mempersilahkan Gavin untuk masuk. Setelah Gavin masuk, pelayan itu menutup pintu dengan rapat.
"Ada apa papah memanggilku?" kata Gavin tanpa mau berbasa basi. Ia langsung duduk di sofa tanpa dipersilahkan Wahyono.
Wahyono meletakkan pulpennya dan menatap Gavin dengan sorotan tajam.
"Kau ini anak kurang ajar. Siera kemarin datang kemari dan kau malah menghindarinya dengan bermalam di hotel dengan wanita." sarkas Wahyono.
"Apa menariknya Siera itu. Papa, Gavin sudah katakan jika aku tidak mau menikah dengan dia." kata Gavin membalas Wahyono.
Brak Wahyono menggebrak meja dengan keras tapi tak membuat Gavin merasa takut. Gavin tetap akan pendiriannya.
"Baik, kamu menentang papa dengan tidak mau menikahi Siera. Kalau begitu papah yang putuskan! besok malam, pernikahan tetap akan dilaksanakan. Jika kau berani meninggalkan pernikahan ini. Maka jangan salahkan papa jika perusahaanmu akan tinggal nama." Kata Wahyono sudah tidak bisa sabar lagi. Ini adalah ancaman terakhir dari Wahyono.
Seketika Gavin mendelik lalu menoleh menatap Wahyono dengan tampang terkejut.
"Pah..." Gavin mencoba memanggil Wahyono dan meminta penawaran. Tetapi Wahyono sudah memutuskan.
"Tidak perlu meminta penawaran apapun. Kesabaran papah ada batasnya. Selama ini papah membiarkanmu bermain wanita di luar sana. Dan sekarang papa tidak mau tau. Siera dan kamu sudah kenal sejak sepuluh tahun lalu. Itu akan lebih baik dengan kamu." Kata Wahyono dengan tegas.
Gavin menghela nafas. "Oke, jika itu permintaan papa. Siapa yang tahan jika aku setiap hari bermalam dengan wanita lain di saat dia sudah menjadi istriku." kata Gavin kesal.
Wahyono mendelik hebat karena ungkapan Gavin. Tapi Gavin tak perduli. Ia pun melangkah keluar dari ruang kerja Wahyono dan pergi ke kamar miliknya di lantai dua di kediaman rumah besar Wahyono.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments