Bab 12

Setelah seharian beristirahat, kini tubuh Siera sudah agak mendingan. Ia bangkit dari ranjang dan hendak mandi. Tetapi suara yang familiar membuat gerakannya terhenti.

"Ini gara gara papa karena papa menyuruh Siera bekerja keras." terdengar suara Handayani menyalahkan suaminya.

"Mah, saya sudah meliburkan Siera beberapa hari. Bekerja keras apanya?" kata anggoro membantah.

"Ya itu nyatanya anaknya sakit. Berarti papah kan yang membuat dia jadi begini." Handayani tetap bersikeras menyalahkan suaminya.

"Terserah mama lah. Apapun mamah tetap gak percaya." kata Anggoro seraya menghela nafas.

"Nah itu." kata Handayani memelototi suaminya.

Ceklek

Terdengar pintu di buka. Nampak Siera berdiri di ambang pintu karena suara pasangan suami istri yang tak muda itu berdebat sepanjang menaiki tangga.

"Papah, mamah." lirih Siera tak menyangka kalau ayah dan ibunya akan datang.

"Putriku." Handayani langsung memasang wajah senyuman. Ia melebarkan langkahnya untuk menjangkau putrinya.

Wanita setengah baya itu langsung memeluknya, sementara Siera membalasnya.

"Mamah dan papah ngapain kemari?" tanya Siera begitu melepas pelukan Handayani.

"Kata Gavin kau sakit, jadi papah dan mamah bergegas kemari." kini Anggoro yang menyahut.

"Hanya demam biasa gak perlu dipikirkan." kata Siera menenangkan keduanya agar tidak terlalu khawatir. Ia membawa kedua orang tuanya duduk di sofa yang ada di sana. Lalu memerintahkan pelayan untuk menyeduh teh dan beberapa camilan melalui telepon yang terhubung langsung ke dapur.

"Tetap saja kami khawatir. Kau adalah putri ibu satu satunya." kata Handayani.

"Ach mama terlalu berlebihan. Siera sudah besar sekarang bahkan sudah menikah." kata Anggoro mencibir istrinya.

"Diam kamu pah." bentak istrinya memelototi suaminya.

Seketika Anggoro langsung terdiam.

"Mamah, benar kata papah. Aku baik baik saja karena Gavin merawatku. Papah sama mamah tenang saja. Ini juga udah sembuh." kata Siera. Ia membawa tangan ibunya untuk memegang keningnya.

Dan benar saja, suhu tubuh Siera sudah agak normal. Hanya masih sedikit demam.

"Nah kan mah, kan papah sudah bilang. Masih ada Gavin yang akan merawatnya. Mamah gak percaya." Anggoro menyudutkan istrinya.

"Tapi mamah masih saja khawatir." kata Handayani.

Tak berapa lama pelayan datang sambil menyeduhkan beberapa makanan dan minuman.

"Mah, Pah, minum tehnya. Kalian sejak tadi berdebat mungkin sekarang kalian haus." kata Siera.

Handayani melirik teh yang baru di seduhkan. Kelihatannya masih panas. Tetapi dia memang haus. Handayani mengambil cangkir itu dan menyesapnya perlahan.

"Ternyata Gavin begitu baik." kata Handayani seraya meletakkan cangkirnya. Ia menyanjung putra menantunya.

Siera tersenyum mendengar gumaman ibunya.

"Siera, sekarang mamah sudah lihat kamu baik baik saja. Mamah sudah merasa lega sekarang. Mamah sama papah mau pulang." kata Handayani kemudian lekas meminum tehnya hingga habis begitu juga Anggoro yang sudah menghabiskan tehnya sejak tadi.

"Mamah sama papah gak nunggu Gavin pulang?" tanya Siera.

"Nggak perlu. Nanti nenekmu akan bertanya." kata Handayani.

"Iya papah juga masih harus melihat keadaan pabrik di Shine."

"Baiklah." kata Siera.

Handayani dan Anggoro pun segera pulang.

Siera kembali masuk ke dalam. Seharian ini tubuhnya berkeringat akibat minum obat. Dia pun ke kamar mandi dan membersihkan diri.

"Sudah sembuh?" Terdengar suara bas ketika Siera keluar dari dalam kamar mandi.

"Kamu!" Siera terkejut ketika Gavin sudah berada di kamarnya. Dia nampak menatapnya dengan tangan terlipat di dada.

Apalagi Siera masih mengenakan handuk yang melilit bagian tubuhnya. Terlihat kakinya yang jenjang dan mulus. Ia merapatkan bagian handuk di dadanya agar tak terlepas.

"Kau memang sudah sembuh sekarang. Baguslah." kata Gavin lalu pria itu berbalik badan setelah memerhatikan Siera yang sudah mandi.

Tampak pintu tertutup kembali. Siera bernafas lega.

Siera buru buru mengunci pintu sementara dirinya berganti pakaian.

"Ayo makan." Ajak Gavin ketika melihat Siera yang keluar dari kamarnya. Terlihat Gavin tadi menunggunya di sofa dan bersandar pada sofa.

"Iya." Siera pun sebenarnya sudah lapar. Karena tidur seharian melupakan makan siang.

Kedua pasangan muda yang jauh kata romantis itu turun bersama. Mereka langsung duduk di kursi masing masing. Pelayan langsung menghidangkan makanan. Mereka berdua langsung makan dalam diam.

Lagi pula tidak ada hal yang mau dibicarakan.

Seusai makan, Gavin menuju teras samping. Menghabiskan rokok sambil duduk menatap taman dan menyegarkan dirinya dengan angin malam yang berhembus.

"Sepertinya mau hujan." Siera keluar dan merasakan hembusan angin malam ini terlalu kencang.

"Ya," sahut Gavin seraya menoleh sekilas. Ia segera mematikan rokok ke dalam asbak. "Kenapa kau keluar, di luar dingin. Kau baru saja sembuh."

"Ya aku tau, angin malam seperti ini tidak akan membuatku sakit dan kau tidak perlu khawatir karena aku tidak akan merepotkanmu lagi." kata Siera.

"Bagus jika kau tau." Gavin tertawa renyah.

Siera mengambil duduk di kursi yang berhadapan dengan Gavin.

"Kenapa?" tanya Gavin begitu melihat wajah Siera yang nampak cemberut.

Siera menggeleng. "Bosen di rumah terus." kata Siera.

"Lalu kau mau kemana? Lagian kantor masih dalam perbaikan, pabrik juga masih tahap pembangunan."

"Ya itulah yang sedang aku pikirkan." kata Siera.

Tampak Gavin mengerutkan kening. "Atau kau ikut aku saja. Kau bisa menemani aku bekerja." saran Gavin.

Seketika Siera menoleh menatap Gavin. "Tidak mau, di dalam ruanganmu adalah mimpi buruk." kata Siera menolak.

"Ya sudah kalau gak mau." Kata Gavin mendesah.

"Pertama kali aku datang kau mengusirku dengan kejam. Itu membuatku mimpi buruk." kata Siera.

"Kalau begitu di rumah saja." Kata Gavin. Lelaki itu langsung beranjak dari kursinya dan memasuki rumah.

Siera mendesah pelan. Lalu hujan segera turun. "Hujan." Gumam Siera lalu tersenyum.

Saat di keesokan harinya. Semua tanah masih terlihat basah akibat hujan semalam. Siera terbangun dengan perasaan nyaman.

"Pagi!" sapa Siera ketika berada di ruang makan.

Gavin segera melipat korannya. "Hm." dehem Gavin seraya meletakkan koran itu di samping.

"Kau begitu ceria hari ini. Ada apa?" tanya Gavin menatap lekat wajah Siera yang nampak memerah. "Padahal baru semalam kau bilang bosan." lanjut Gavin setengah mencibir.

Bibir Siera langsung cemberut. "Kau bertanya seperti itu membuat aku tidak mood lagi." kata Siera.

"Ckckck, cepat sekali marah." Gumam Gavin.

Kedua manusia itu akan seperti biasa makan pagi bersama.

"Aku pergi." kata Gavin berpamitan setelah selesai makan.

"Hm, Hati hati di jalan." Kata Siera mengingatkan.

Terdengar deru mobil melaju keluar. Siera menghela nafas. Rumah tampak sepi lagi. Ia melihat pelayan yang bekerja keras. Ia menatap kosong majalah di tangannya. Kemudian menutupnya dan meletakkan di samping.

Ia teringat, dulu dia pernah belajar membuat kue.

Ia pun beranjak dan pergi menuju dapur.

"Nyonya, anda sedang apa di dapur." Wati adalah penanggung jawab utama di dapur. Melihat majikannya berada di dapur ia malah cemas.

"Wati, aku ingin membuat sesuatu. Aku bosan jika hanya berdiam saja di rumah. Setidaknya aku memiliki kegiatan. Ach ya, dulu aku pernah belajar membuat kue. Tolong Siapkan bahan untuk membuat kue." kata Siera.

"Oh, baiklah nyonya." kata pelayan itu.

Wati dengan sigap menyiapkan pembuatan kue. "Jika aku salah nanti ajarin." kata Siera.

"Siap nyonya."

Siera pun memulai mengingat ingat cara pembuatan kue, di mulai dari tepung dan beberapa jenis macam lainnya yang dibutuhkan. Dengan bantuan Wati, akhirnya Siera bisa menebak semua bahan.

Wati mulai menyiapkan peralatan yang dibutuhkan. Siera pun menuangkan satu persatu bahan ke dalam wadah mixer. Lalu menyalakan mixer itu hingga terbentuk sebuah adonan.

Siera tampak senang dan tidak merasa bosan. Setelah beberapa jam adonan itu dituangkan ke dalam loyang. Wati memasukkannya ke dalam kukusan.

"Tunggu sekitar 20 menit, akan matang." kata Siera.

"Baik nyonya." balas Wati.

Siera keluar dapur dengan pipi yang penuh olesan tepung.

"Aku akan mandi, lalu bersiap siap." gumam Siera, ia melihat jam di dinding. "Em, sudah mepet. Sebentar lagi akan jam makan siang. Bagaimana reaksi Gavin jika aku memberinya kejutan." tampak mata Siera berbinar terang. Menantikan ekspresi Gavin yang mendapat kejutan darinya sekalian ia makan siang di kantor Gavin yang dulu sempat tertunda karena pengusiran Gavin.

Ugh, tapi demi melepas rasa bosan. Siera mengesampingkan rasa kesalnya. Ia bergegas menuju kamar dan mandi. Setelah selesai, ia berdandan dengan sedikit riasan. Tidak lupa mengoleskan lipstik. Setelah semua siap, ia pun keluar kamar menuju dapur.

"Gavin pasti senang." Gumam Siera seraya membayangkan kehadirannya saat di kantor.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!