Love In November

Love In November

Air Hujan

Sebuah mobil sedan sport berwarna hitam memasuki gedung bertingkat 35 lantai, seorang pria turun persis di depan pintu masuk perusahaan.

Wira Pranata baru saja turun dari mobilnya yang di bukakan oleh Sekretaris nya bernama, Zack.

"Sampai jam berapa jadwalku hari ini?" Tanya Wira pada Zack sambil berjalan memasuki lift khusus para petinggi di perusahaan Pranata.

Zack mengikuti langkah Wira di belakangnya. "Jadwal anda sampai jam 7 hari ini, Presdir." Jawabnya kemudian menekan tombol lift bernomor 34.

Tiba di lantai 34 di mana ruangan Wira berada di lorong sebelah kanan, lorong yang cukup panjang dan setibanya di dalam sana. Wira langsung menduduki kursi kebesarannya. Sebuah pahatan yang terbuat dari kaca tebal bertuliskan Wira Pranata, Presiden Direktur.

"Bawakan aku hasil laporan perjalanan dinas kemarin yang di Amerika." Pinta Wira pada Sekretarisnya.

"Baik Presdir."

Pria tampan itu lebih suka membaca langsung dari pada ia harus membacanya di email. Ia hanya membaca laporan lewat email ketika sedang di rumah saja. Karena baginya itu sangat baik untuk kesehatan kedua matanya.

"Ini laporannya Presdir." Tak lama Zack membawa laporan yang di minta oleh Wira saat itu juga.

"Maaf Presdir, saya ingin memberitahu kalau pukul 1 siang nanti. Anda ada pertemuan dengan designer Jhon Richard di butiknya." Zack memperingati kembali jadwal Presdirnya yang di luar kantor.

"Baiklah, kau boleh mulai bekerja."

"Baik, permisi Presdir." Zack kembali ke ruangannya yang berada di sebelah ruangan Wira.

Di usianya yang sudah 30 tahun Wira belum juga menginginkan sebuah pernikahan, jangankan untuk menikah. Mempunyai pasangan saja Wira belum pernah.

Semenjak kepergian kedua orang tuanya dua belas tahun yang lalu. Pria ini menjadi seorang yang penutup, ia bahkan tak pernah bergaul dengan teman kuliahnya. Hari-harinya ia habiskan untuk belajar dan menekuni bisnis yang di tinggalkan mendiang keluarganya.

Karena satu-satunya cara ia mengabdi pada orang tuanya adalah menjaga apa yang di miliki keluarganya saat itu.

Usaha akan selalu membuahkan hasil, tak sia-sia Wira belajar dan mendalami semuanya. Ia berhasil membawa Pranata Group menduduki perusahaan termaju No.2 se Asia Tenggara.

Tak bisa di bayangkan berapa nominal harta yang di miliki Pranata Group, mungkin tujuh turunan pun tidak akan habis selagi Wira bisa membawa perusahaannya tetap jaya.

"Siapkan mobil, aku akan keluar sendiri ke butik!" Perintah Wira pada telepon yang tersambung dengan Zack.

"Baik Presdir, lima menit lagi anda sudah bisa berangkat." Jawab Zack dengan lugas.

Tak ada bedanya Zack dengan Wira, kedua pria itu terlihat dingin dan cuek.

Bahkan semua karyawan Pranata Group sudah memakluminya, tapi tidak ada satu orang pun yang berani membicarakan Presdirnya itu. Karena Wira selalu mensejahterakan semua karyawannya. Baik dari posisi bawah hingga atas.

Mobil yang di kendarai Wira berhenti di depan butik Jhon Richard, butik termahal dan terkenal yang ada di Kota M.

"Selamat siang, ada yang bisa saya bantu Tuan?" Sapa seorang gadis bernama Nayla dengan lembut dan ramah.

"Oh my God ganteng banget mahluk Tuhan satu ini..." Batin Nayla bermonolog.

"Saya ingin bertemu dengan Jhon." Jawab Wira singkat dengan raut wajah yang datar.

"Maaf Tuan, harusnya Mr.Jhon sudah tiba di sini. Tapi beliau belum kembali sejak tadi. Apa Tuan yang bernama Wira?" Tanya Nayla dengan senyumnya yang manis.

"Hm benar."

"Mohon di tunggu Tuan, tadi beliau sempat berpesan. Jika Tuan Wira datang, anda boleh menunggunya di dalam. Mari saya antar,," Dengan lembut dan sopan Nayla memberi Wira jalan dan mengantarnya ke dalam ruangan Jhon.

Nayla adalah karyawan terbaik yang di miliki Jhon, bahkan beberapa karyawannya sangat iri pada Nayla. Karena Nayla hanya lulusan SMA, tapi dirinya berhasil menjadi manager di butik Jhon Richard.

"Silahkan di minum Tuan."

Dengan senang hati Nayla selalu menyambut tamu dengan baik. Ia memberi Wira sebotol mineral bersegel dan tak lupa tersenyum.

Tak lama kemudian Jhon datang terburu-buru masuk ke dalam ruangannya.

"Oh, i'am very sorry Wira.. Tadi mobil gue tiba-tiba saja habis baterai. Dan yaaa gue harus mencharge nya dulu." Jhon sangat minta maaf pada temannya itu.

Ya, Wira dan Jhon memang menjadi teman. Karena Wira hanya cocok memesan baju di Butik Jhon, selebihnya tidak ada Butik yang cocok dengan seleranya.

"Im Okay, baru saja datang." Jawab Wira santai.

"Nay, tolong suruh pelayan membelikan dua americano di coffe shop depan ya." Pinta Jhon pada Nayla yang masih di dalam ruangannya.

"Baik Mr."

"Oh ya Wira, dia tadi itu karyawan terbaik gue. Baru saja gue pindahkan ke sini, tadinya ia bekerja di cabang gue di kota B, kebetulan keluarganya pindah ke kota ini. Jadi gue pindahkan saja dia kesini."

"Hm, pantas gue baru melihatnya." Wira duduk di sofa berwarna putih dalam ruangan Jhon.

"Dia itu lulusan SMA, tapi pelayanannya bener-bener bikin gue geregetan. Lo tahu nggak sih, setiap ada pelanggan Butik gue yang di layanin sama dia. Hampir semuanya suka dan nggak pernah protes. Gue sampai bingung dia tuh pakai pelet atau gimana sih ha ha ha.." Kekeh Jhon yang memang selalu penasaran dengan Nayla.

"Benarkah?"

"He em,, nanti lo juga akan gue serahin ke dia ya.. Nanti biar lo lihat sendiri deh" Ucap Jhon dengan yakin.

"Bebas, yang penting sesuai dengan kemauan gue."

Wira punya selera yang bagus, sulit sekali karyawan di Butik Jhon melayani keinginan Wira, hanya Jhon sendiri yang mampu memilihkan beberapa koleksi baju dan setelan yang pantas untuk Wira.

Tak butuh waktu lama, Nayla dan Wira saat ini berada di ruangan koleksi baju dan setelan mahal milik Jhon Richard. Biasanya orang-orang yang memiliki banyak uang dan kepentingan untuk bisa masuk ke dalam sana. Karena Butik Jhon Richard adalah toko designer terkenal sejak 1990an.

"Mari Tuan, saya akan bantu pilihkan setelan pakaian yang cocok untuk anda. Sebelumnya Tuan Wira akan memakainya untuk acara apa?"

"Saya akan memakainya di acara ulang tahun perusahaan minggu depan."

"Baik, saya akan bantu pilihkan."

Nayla berjalan ke deretan lemari yang penuh dengan jas dan setelan yang di gantung rapi. Dari jauh Wira memperhatikan Nayla memilih-milih jas dan setelan untuknya.

Tubuh Nayla begitu ideal, di tambah memakai setelan dengan rok berwarna merah maroon. Sangat pas untuk kulitnya yang putih.

"Ini Tuan, anda bisa mencobanya dulu. Saya memilih tiga setelan untuk Tuan coba." Nayla menggantungkan ketiga setelan tersebut di gantungan berdiri. Tak lupa dengan senyuman ramah yang selalu ia tunjukkan.

Wira mulai mengambil salah satunya dan menggantinya di ruang khusus. Satu setelan berwarna hitam dengan kemeja putih bergaris-garis merah maroon di dalamnya.

Yang kedua ada setelan berwarna abu-abu dengan kemeja hitam di dalamnya. Dan yang ketiga berwarna biru navy dengan kemeja berwarna putih salur di dalamnya.

Saat Wira keluar memakai setelan jas berwarna hitam dan kemeja putih bergaris-garis merah maroon. Kedua bola mata Nayla terpesona bagai tersihir dengan ketampanan yang di miliki pria itu.

"Sempurna..." gumam Nayla yang bisa terdengar Wira.

"Ya?"

"Ah, maksud saya Tuan sangat cocok memakai setelan jas ini. Warna putih yang melambangkan kesucian, dan merah mengartikan keberanian. Di padukan warna hitam yang berarti teduh dan hangat. Sangat cocok di acara Tuan." Jawab Nayla dengan seksama.

"Bagaimana dia bisa tahu kalau aku memang sudah tertarik dengan yang ini dari awal." Batin Wira.

"Baiklah, saya pilih yang ini."

"Baik Tuan, nanti bajunya akan di antarkan ke alamat Anda."

"Tolong antar kerumah saja ya, jangan ke kantor."

"Baik Tuan." Senyum Nayla padanya.

Setelah selesai bekerja seharian, Wira pulang ke rumahnya. Ia masuk ke dalam kamar dan membersihkan badannya. Setelah memakai setelan baju tidur, Wira naik ke atas tempat tidurnya.

Ia mematikan lampu dengan remot dan menyalakan suara hujan di dalam kamarnya. Suara air hujan yang di desain khusus dalam kamarnya itu memecah keheningan. Bahkan ia juga memiliki hujan buatan di rumahnya, bila Wira menginginkannya sesekali ia akan menyalakannya.

Wira menatap langit-langit kamarnya, ia selalu menyetel suara hujan sebelum tidur. Entah kenapa itu membuatnya nyaman, jika tak mendengar suara hujan Wira tidak pernah bisa tidur.

Suara hujan dalam keheningan membuat Wira tenang dan nyaman hingga terlelap.

"Mah, Pah..." Panggil Wira.

Dalam mimpi ia sedang bermain hujan pada orang tuanya. Dapat dilihat dalam mimpinya Wira masih berusia dua belas tahun. Ia bermain hujan di depan taman rumahnya dengan penuh bahagia.

Tawanya begitu lepas bersama mendiang orang tuanya.

"Wira lihat ini.." Teriak sang Papa memanggilnya.

"Wira lihat kesini.." Mamahnya pun ikut berseru.

Ketiganya begitu bahagia bermain bersama di bawah guyuran hujan.

Tak lama mimpinya berubah menjadi tragis, Wira melihat kedua orang tuannya berada di dalam sebuah mobil yang terbalik dan kemudian meledak tanpa seorang pun yang berada di sekitarnya.

"Mamaa.... Papaaaaa!!!!" Teriak histeris Wira melihat api sudah berkobar memakan lahap mobil yang terbalik itu.

"Maaa...."

"Paaaaa...."

"Tidaaaaakkkk!!!"

Nafas Wira menderu ketika sadar dari mimpinya. Keringat membasahi keningnya, ia mengusap pelan wajahnya.

"Ya Tuhan... Mimpi itu lagi?"

Wira suka di mimpikan oleh kejadian dua belas tahun silam. Entah apa artinya, sepertinya ada rahasia yang belum terbongkar.

Sampai sekarang ia pun masih bertanya-tanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!