Sebuah mobil sedan sport berwarna hitam memasuki gedung bertingkat 35 lantai, seorang pria turun persis di depan pintu masuk perusahaan.
Wira Pranata baru saja turun dari mobilnya yang di bukakan oleh Sekretaris nya bernama, Zack.
"Sampai jam berapa jadwalku hari ini?" Tanya Wira pada Zack sambil berjalan memasuki lift khusus para petinggi di perusahaan Pranata.
Zack mengikuti langkah Wira di belakangnya. "Jadwal anda sampai jam 7 hari ini, Presdir." Jawabnya kemudian menekan tombol lift bernomor 34.
Tiba di lantai 34 di mana ruangan Wira berada di lorong sebelah kanan, lorong yang cukup panjang dan setibanya di dalam sana. Wira langsung menduduki kursi kebesarannya. Sebuah pahatan yang terbuat dari kaca tebal bertuliskan Wira Pranata, Presiden Direktur.
"Bawakan aku hasil laporan perjalanan dinas kemarin yang di Amerika." Pinta Wira pada Sekretarisnya.
"Baik Presdir."
Pria tampan itu lebih suka membaca langsung dari pada ia harus membacanya di email. Ia hanya membaca laporan lewat email ketika sedang di rumah saja. Karena baginya itu sangat baik untuk kesehatan kedua matanya.
"Ini laporannya Presdir." Tak lama Zack membawa laporan yang di minta oleh Wira saat itu juga.
"Maaf Presdir, saya ingin memberitahu kalau pukul 1 siang nanti. Anda ada pertemuan dengan designer Jhon Richard di butiknya." Zack memperingati kembali jadwal Presdirnya yang di luar kantor.
"Baiklah, kau boleh mulai bekerja."
"Baik, permisi Presdir." Zack kembali ke ruangannya yang berada di sebelah ruangan Wira.
Di usianya yang sudah 30 tahun Wira belum juga menginginkan sebuah pernikahan, jangankan untuk menikah. Mempunyai pasangan saja Wira belum pernah.
Semenjak kepergian kedua orang tuanya dua belas tahun yang lalu. Pria ini menjadi seorang yang penutup, ia bahkan tak pernah bergaul dengan teman kuliahnya. Hari-harinya ia habiskan untuk belajar dan menekuni bisnis yang di tinggalkan mendiang keluarganya.
Karena satu-satunya cara ia mengabdi pada orang tuanya adalah menjaga apa yang di miliki keluarganya saat itu.
Usaha akan selalu membuahkan hasil, tak sia-sia Wira belajar dan mendalami semuanya. Ia berhasil membawa Pranata Group menduduki perusahaan termaju No.2 se Asia Tenggara.
Tak bisa di bayangkan berapa nominal harta yang di miliki Pranata Group, mungkin tujuh turunan pun tidak akan habis selagi Wira bisa membawa perusahaannya tetap jaya.
"Siapkan mobil, aku akan keluar sendiri ke butik!" Perintah Wira pada telepon yang tersambung dengan Zack.
"Baik Presdir, lima menit lagi anda sudah bisa berangkat." Jawab Zack dengan lugas.
Tak ada bedanya Zack dengan Wira, kedua pria itu terlihat dingin dan cuek.
Bahkan semua karyawan Pranata Group sudah memakluminya, tapi tidak ada satu orang pun yang berani membicarakan Presdirnya itu. Karena Wira selalu mensejahterakan semua karyawannya. Baik dari posisi bawah hingga atas.
Mobil yang di kendarai Wira berhenti di depan butik Jhon Richard, butik termahal dan terkenal yang ada di Kota M.
"Selamat siang, ada yang bisa saya bantu Tuan?" Sapa seorang gadis bernama Nayla dengan lembut dan ramah.
"Oh my God ganteng banget mahluk Tuhan satu ini..." Batin Nayla bermonolog.
"Saya ingin bertemu dengan Jhon." Jawab Wira singkat dengan raut wajah yang datar.
"Maaf Tuan, harusnya Mr.Jhon sudah tiba di sini. Tapi beliau belum kembali sejak tadi. Apa Tuan yang bernama Wira?" Tanya Nayla dengan senyumnya yang manis.
"Hm benar."
"Mohon di tunggu Tuan, tadi beliau sempat berpesan. Jika Tuan Wira datang, anda boleh menunggunya di dalam. Mari saya antar,," Dengan lembut dan sopan Nayla memberi Wira jalan dan mengantarnya ke dalam ruangan Jhon.
Nayla adalah karyawan terbaik yang di miliki Jhon, bahkan beberapa karyawannya sangat iri pada Nayla. Karena Nayla hanya lulusan SMA, tapi dirinya berhasil menjadi manager di butik Jhon Richard.
"Silahkan di minum Tuan."
Dengan senang hati Nayla selalu menyambut tamu dengan baik. Ia memberi Wira sebotol mineral bersegel dan tak lupa tersenyum.
Tak lama kemudian Jhon datang terburu-buru masuk ke dalam ruangannya.
"Oh, i'am very sorry Wira.. Tadi mobil gue tiba-tiba saja habis baterai. Dan yaaa gue harus mencharge nya dulu." Jhon sangat minta maaf pada temannya itu.
Ya, Wira dan Jhon memang menjadi teman. Karena Wira hanya cocok memesan baju di Butik Jhon, selebihnya tidak ada Butik yang cocok dengan seleranya.
"Im Okay, baru saja datang." Jawab Wira santai.
"Nay, tolong suruh pelayan membelikan dua americano di coffe shop depan ya." Pinta Jhon pada Nayla yang masih di dalam ruangannya.
"Baik Mr."
"Oh ya Wira, dia tadi itu karyawan terbaik gue. Baru saja gue pindahkan ke sini, tadinya ia bekerja di cabang gue di kota B, kebetulan keluarganya pindah ke kota ini. Jadi gue pindahkan saja dia kesini."
"Hm, pantas gue baru melihatnya." Wira duduk di sofa berwarna putih dalam ruangan Jhon.
"Dia itu lulusan SMA, tapi pelayanannya bener-bener bikin gue geregetan. Lo tahu nggak sih, setiap ada pelanggan Butik gue yang di layanin sama dia. Hampir semuanya suka dan nggak pernah protes. Gue sampai bingung dia tuh pakai pelet atau gimana sih ha ha ha.." Kekeh Jhon yang memang selalu penasaran dengan Nayla.
"Benarkah?"
"He em,, nanti lo juga akan gue serahin ke dia ya.. Nanti biar lo lihat sendiri deh" Ucap Jhon dengan yakin.
"Bebas, yang penting sesuai dengan kemauan gue."
Wira punya selera yang bagus, sulit sekali karyawan di Butik Jhon melayani keinginan Wira, hanya Jhon sendiri yang mampu memilihkan beberapa koleksi baju dan setelan yang pantas untuk Wira.
Tak butuh waktu lama, Nayla dan Wira saat ini berada di ruangan koleksi baju dan setelan mahal milik Jhon Richard. Biasanya orang-orang yang memiliki banyak uang dan kepentingan untuk bisa masuk ke dalam sana. Karena Butik Jhon Richard adalah toko designer terkenal sejak 1990an.
"Mari Tuan, saya akan bantu pilihkan setelan pakaian yang cocok untuk anda. Sebelumnya Tuan Wira akan memakainya untuk acara apa?"
"Saya akan memakainya di acara ulang tahun perusahaan minggu depan."
"Baik, saya akan bantu pilihkan."
Nayla berjalan ke deretan lemari yang penuh dengan jas dan setelan yang di gantung rapi. Dari jauh Wira memperhatikan Nayla memilih-milih jas dan setelan untuknya.
Tubuh Nayla begitu ideal, di tambah memakai setelan dengan rok berwarna merah maroon. Sangat pas untuk kulitnya yang putih.
"Ini Tuan, anda bisa mencobanya dulu. Saya memilih tiga setelan untuk Tuan coba." Nayla menggantungkan ketiga setelan tersebut di gantungan berdiri. Tak lupa dengan senyuman ramah yang selalu ia tunjukkan.
Wira mulai mengambil salah satunya dan menggantinya di ruang khusus. Satu setelan berwarna hitam dengan kemeja putih bergaris-garis merah maroon di dalamnya.
Yang kedua ada setelan berwarna abu-abu dengan kemeja hitam di dalamnya. Dan yang ketiga berwarna biru navy dengan kemeja berwarna putih salur di dalamnya.
Saat Wira keluar memakai setelan jas berwarna hitam dan kemeja putih bergaris-garis merah maroon. Kedua bola mata Nayla terpesona bagai tersihir dengan ketampanan yang di miliki pria itu.
"Sempurna..." gumam Nayla yang bisa terdengar Wira.
"Ya?"
"Ah, maksud saya Tuan sangat cocok memakai setelan jas ini. Warna putih yang melambangkan kesucian, dan merah mengartikan keberanian. Di padukan warna hitam yang berarti teduh dan hangat. Sangat cocok di acara Tuan." Jawab Nayla dengan seksama.
"Bagaimana dia bisa tahu kalau aku memang sudah tertarik dengan yang ini dari awal." Batin Wira.
"Baiklah, saya pilih yang ini."
"Baik Tuan, nanti bajunya akan di antarkan ke alamat Anda."
"Tolong antar kerumah saja ya, jangan ke kantor."
"Baik Tuan." Senyum Nayla padanya.
Setelah selesai bekerja seharian, Wira pulang ke rumahnya. Ia masuk ke dalam kamar dan membersihkan badannya. Setelah memakai setelan baju tidur, Wira naik ke atas tempat tidurnya.
Ia mematikan lampu dengan remot dan menyalakan suara hujan di dalam kamarnya. Suara air hujan yang di desain khusus dalam kamarnya itu memecah keheningan. Bahkan ia juga memiliki hujan buatan di rumahnya, bila Wira menginginkannya sesekali ia akan menyalakannya.
Wira menatap langit-langit kamarnya, ia selalu menyetel suara hujan sebelum tidur. Entah kenapa itu membuatnya nyaman, jika tak mendengar suara hujan Wira tidak pernah bisa tidur.
Suara hujan dalam keheningan membuat Wira tenang dan nyaman hingga terlelap.
"Mah, Pah..." Panggil Wira.
Dalam mimpi ia sedang bermain hujan pada orang tuanya. Dapat dilihat dalam mimpinya Wira masih berusia dua belas tahun. Ia bermain hujan di depan taman rumahnya dengan penuh bahagia.
Tawanya begitu lepas bersama mendiang orang tuanya.
"Wira lihat ini.." Teriak sang Papa memanggilnya.
"Wira lihat kesini.." Mamahnya pun ikut berseru.
Ketiganya begitu bahagia bermain bersama di bawah guyuran hujan.
Tak lama mimpinya berubah menjadi tragis, Wira melihat kedua orang tuannya berada di dalam sebuah mobil yang terbalik dan kemudian meledak tanpa seorang pun yang berada di sekitarnya.
"Mamaa.... Papaaaaa!!!!" Teriak histeris Wira melihat api sudah berkobar memakan lahap mobil yang terbalik itu.
"Maaa...."
"Paaaaa...."
"Tidaaaaakkkk!!!"
Nafas Wira menderu ketika sadar dari mimpinya. Keringat membasahi keningnya, ia mengusap pelan wajahnya.
"Ya Tuhan... Mimpi itu lagi?"
Wira suka di mimpikan oleh kejadian dua belas tahun silam. Entah apa artinya, sepertinya ada rahasia yang belum terbongkar.
Sampai sekarang ia pun masih bertanya-tanya.
Nayla tengah bersiap untuk berangkat kerja. Ia memeriksa tasnya kembali dan menutup pintu kamarnya.
"Nay, nanti Ibu minta tolong sama kamu ya. Pulangnya belikan obat Ayah, obatnya tinggal untuk malam ini saja." Pinta Luna sang Ibu sambil memberikan selembar uang berwarna merah.
"Baik nanti Nay belikan, uangnya ada kok Bu tapi maaf Nay pulangnya agak malam ya Bu. Soalnya Nayla mau antar barang pesanan pelanggan dulu." Jawab Nayla di depan meja makan.
"Ya sudah nggak apa-apa, kamu hati-hati yah bawa motornya."
"Iya Bu."
"Kamu sarapan dulu ya Nay.." Ajak Frans Ayahnya.
"Maaf Yah, nanti Nayla sarapan di Butik saja. Soalnya Nayla ada janji pagi ini sama client."
Nayla memang ada janji dengan pelanggan Butik, karena semenjak dirinya pindah di Kota M. Jhon banyak merekomendasikan pelanggannya untuk di tangani oleh Nayla selagi dirinya tidak ada di Butik.
"Ya sudah Ibu bawakan saja ya pakai kotak makan." Luna dengan cepat berlari ke dapur mengambil kotak makannya.
"Nggak usah Bu, Nay nanti__"
Belum selesai Nayla bicara, "Nay, Ayah sama Ibu nggak mau kalau kamu sibuk kerja tapi lupa makan. Biarkan Ibu kamu membawakannya ya, kamu kan sudah merawat Ibu dan Ayah yang sudah nggak kerja lagi." Tutur Frans dengan sedih hati.
"Ayah bicara apa sih, sudah sepantasnya Nayla bekerja menggantikan Ayah dan Ibu." Nayla tersenyum hangat pada Frans.
"Nah ini sudah siap Nay, kamu bawa ya ke Butik." Luna memberikan tas bekal makannya pada Nayla.
"Terima kasih ya Bu, kalau gitu Nay berangkat dulu ya Bu, Ayah.." Ia berpamitan dengan keduanya dan pergi menggunakan speda motor.
Frans sudah lama tidak bekerja di bengkel mobil. Karena menderita sakit asma akut, jika kelelahan dirinya pasti akan kambuh dari sakitnya.
Kini keluarga mereka juga telah pindah ke rumah asalnya di Kota M, karena sebelumnya mereka mengontrak saja di Kota B.
Di jalan raya yang begitu padat dan ramai kendaraan. Nayla berhenti di persimpangan lampu merah. Ada seorang anak laki-laki menawarkan minuman dan tisu padanya.
"Kak Air mineralnya lima ribu saja, sama tisunya juga sama Kak lima ribuan saja. Beli ya Kak.." Mohon anak itu padanya.
"Boleh, ini uangnya. Kakak beli satu ya" Nayla memberikan uang lima puluh ribu pada anak itu
"Maaf Kak masih pagi belum ada kembaliannya, ada uang pas tidak?"
"Sudah ambil saja kembaliannya. Jangan lupa belajar yang pintar ya.." Nayla mengusap-usap pucuk kepala anak itu dan tersenyum.
"Wah yang benar kak? Terima kasih banyak ya Kakak cantik.." Jawab anak itu dengan gembira.
Tepat di belakang motor Nayla, Wira tidak sengaja memperhatikannya dari dalam mobil. Ia memang sedang menikmati perjalanan.
"Bukannya itu gadis yang ada di Butik Jhon?" Gumam Wira pelan.
Ia mengendarai mobilnya sendiri pagi ini, karena Zack hanya menjemputnya di kala Wira yang meminta.
Lampu lalu lintas berganti warna hijau, semua kendaraan melaju dengan terburu-buru.
Setibanya di kantor Pranata Group, Wira di sambut dengan security yang menjaga di pintu masuk. "Selamat pagi Presdir."
"Hm pagi" Jawaban singkat yang terkesan dingin keluar dari mulut Wira.
Ia bertemu dengan Zack yang sudah menunggunya di depan ruangan Presdir. Zack tahu kalau atasannya itu selalu tepat waktu.
"Selamat pagi Presdir, silahkan.." Zack membukakan pintu dan ikut masuk.
"Bagaimana, apa meeting nya sudah di siapkan?" Tanya Wira yang duduk di kursi dan membuka laptopnya.
"Sudah Presdir, sepuluh menit lagi meeting sudah bisa di mulai." Jawab Sekretaris tampan itu dengan lugas.
"Okay, lima menit lagi kita turun."
"Baik Presdir, kalau begitu saya kembali ke ruangan dulu."
"Hm"
Zack kembali ke ruangannya untuk mengambil materi yang akan di jalankan nanti saat meeting. Sepuluh menit kemudian keduanya pun sudah tiba di ruang rapat yang berada di lantai 29.
Wira duduk di paling ujung sebagai pemimpin rapat, dan Zack berada di kursi sebelahnya yang tak jauh dari Presdirnya.
"Okay kita mulai meetingnya, bagaimana pembahasan acara ulang tahun Pranata Group. Sudah sampai mana?"
Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang otomotif. Wira selalu mensejahterakan karyawannya, baginya tidak hanya visi dan misi yang bisa membawa perusahaan itu maju. Tapi karyawan yang sejahtera jug masuk dalam point pentingnya.
Di tambah dalam rangka ulang tahun perusahaan, Wira selalu memberikan yang terbaik di acaranya.
"Untuk soal penyambutan, kami sudah mempersiapkan bunga² di sepanjang pintu masuk lobi, dan di depan ruang aula." Ucap salah satu tim petinggi di Pranata Group.
"Kami juga sudah menyiapkan beberapa hidangan dari koki ternama asal Jepang untuk para tamu, Presdir." Jawab yang satunya lagi.
"Kami sudah menyiapkan beberapa pengisi acara untuk hiburan seperti, pianis dari Amerika dan penyanyi solo tanah air."
Begitulah ucapan dari beberapa orang yang menghadiri meeting tersebut.
"Untuk bingkisan atau souvenir nya Pranata Group memberikan apa kepada para tamu?" tanya Wira di sela-sela diskusi mereka.
"Soal bingkisan kami sudah menyiapkan logam mulia dan tumbler dari 24 Bottles Clima ukuran 850ML untuk tamu VIP, Presdir." Jawab Zack melengkapi pertanyaan Wira.
"Okay good, tapi souvenir nya saya minta di sama kan saja untuk semua para tamu undangan." Pinta Wira dengan tegas.
"Baik Presdir, akan kami persiapkan sesuai dengan keinginan."
"Dan soal menu hidangan, besok saya akan turun langsung untuk mencicipi nya. Karena saya mau yang terbaik untuk para tamu nanti."
"Baik Presdir, saya akan menyiapkannya besok." Jawab salah satu pria di depan Zack.
"Satu lagi, saya minta bingkisan yang sama untuk di berikan ke seluruh karyawan Pranata Group, Zack tolong kau urus yang satu ini!" Pinta Wira menginginkan karyawannya juga mendapatkan souvenir yang sama dengan tamu undangan.
"Baik Presdir."
Tidak terasa waktu telah berjalan satu jam kemudian, meeting pun telah selesai.
Di sebuah Butik Jhon Richard sedang kedatangan beberapa pelanggan VIP yang ingin membeli pakaian di sana.
"Yang itu siapa Jhon?" Tanya Lukas yang tengah memilih baju bersama Jhon. Ia mendapati Nayla yang juga sedang melayani pelanggan.
"Oh, itu Nayla Manager di Butik gue." Jhon menjawabnya dengan santai. Lukas juga termasuk pelanggan setia di Butiknya.
Semua pelanggan di Butiknya akan berbicara santai padanya, jarang yang berbicara formal.
"Cantik juga, single nggak tuh Jhon?" Tanya Lukas lagi yang pandangannya tak beralih dari Nayla. "Mana gue tahu ya, setahu gue sih dia jomblo. Lo tahu sendiri kan gue mana pernah mengurusi kehidupan pribadi karyawan gue."
Kenyataannya Jhon memang tak pernah ikut campur urusan pribadi para karyawannya.
"Waw,, boleh juga.." Lukas mengabaikan Jhon lalu menghampiri Nayla.
"Sorry, bisa bantu pilihkan aku pakaian yang terbaru di sini?" Lukas mencoba mendekati gadis itu.
Jhon hanya bisa menggelengkan kepalanya, melihat tingkah Lukas yang tak bisa diam ketika ada wanita cantik.
"Maaf, tapi boleh Tuan tunggu sebentar. Saya akan melayani Nyonya ini lebih dulu." Jawab Nayla yang memang selalu ramah.
"Baiklah aku akan menunggumu di sana." Lukas duduk di sofa untuk menunggu Nayla.
Pria bernama Lukas ini memiliki wajah yang tampan khas eropa, ia juga memiliki perusahaan yang cukup maju bernama Sky Angkasa Company.
Setelah selesai melayani pelanggan VIP yang tadi. Nayla menghampiri Lukas. "Maaf menunggu lama Tuan, mari saya tunjukkan koleksi terbarunya."
Nayla dengan sangat ramah melayani Lukas hingga dia menemukan pakaian yang cocok untuknya.
"Ini sangat pas jika Tuan yang memakainya." Ucap Nayla dengan suara yang sulit di artikan bagi Lukas.
"Ah, benarkah?"
"Ya Tuan."
"Apa aku boleh meminta nomor ponselmu?" Tanya Lukas memberanikan diri. "Maaf, tapi untuk apa Tuan?" Nayla masih tidak paham. Karena biasanya pelanggan VIP akan menghubungi langsung Jhon.
"Mmm,,, untuk bertanya langsung padamu jika aku ada perlu di Butik ini."
"Maaf, tapi Tuan bisa langsung menghubungi Mr.Jhon" Senyumnya yang indah membuat Lukas terpesona.
"Ah, baiklah kalau gitu aku mau yang ini." Ucap Lukas membawa pakaian yang sudah ia coba.
"Baik kalau begitu biar saya antar pakaian ini ke depan Tuan, permisi.." Pamit Nayla dengan sopan. "Benar-benar cantik, kayaknya gue cocok sama dia." Gumam Lukas menatap punggung Nayla yang berjalan menjauh darinya.
Waktu menunjukkan pukul lima sore, Butik akan segera tutup dan semua karyawan bersiap untuk pulang.
"Nayla.." Panggil Jhon.
"Ya, Mr?"
"Sesuai yang aku bicarakan kemarin, kamu tolong antar pakaian ini ke rumahnya Tuan Wira ya. Ini alamatnya" Jhon mengirimkan alamat Wira dalam chat Whatsapp nya ke Nayla.
"Baik Mr, saya akan mengantarkan pesanan ini ke rumahnya Tuan Wira."
"Okay makasih ya, kamu tahu kan kenapa aku nyuruh kamu yang antar?"
"Iya mengerti Mr, tenang saja." Jawab Nayla ramah dan senyum.
Setiap pesanan yang memiliki harga tinggi di atas dua ratus juta, Jhon memang biasa menyuruh karyawan atau Managernya sendiri yang mengantar ke rumah pelanggan tersebut.
Nayla menjalankan perintahnya, ia membawa paperbag tebal berwarna hitam itu bersama motornya.
Di sepanjang jalan Nayla menikmati perjalanannya menuju rumah Wira. Begitu masuk ke dalam hunian rumah mewah mata Nayla tak henti takjub, melihat bangunan-bangunan yang mempunyai desain berbeda-beda dan sangat mewah.
Maps yang Nayla gunakan membuktikan bahwa dalam satu menit lagi ia akan sampai.
Belum sempat sampai di rumah Wira, hujan deras melanda kota M malam ini. Nayla panik dan segera mengebut hingga sampai di depan rumah Wira.
tidak ada security dalam rumah Wira, karena hunian cluster mereka tidak ada jalan keluar lain selain pintu masuk di depan tadi. Cluster ini sudah di jaga ketat oleh beberapa security, mau masuk saja di mintai identitas dan menghubungi pihak yang bersangkutan lebih dulu.
Hujan deras adalah hal yang di sukai Wira, ia menikmati turunnya hujan di balik kaca jendela rumahnya.
"Indahnya.." Gumam Wira pelan.
Air yang turun begitu deras tak pernah sedetik pun pria itu mengalihkan pandangannya.
Wira merasa nyaman saat hujan turun, rasanya ia ingin bermain di bawah hujan. Tapi hal itu belum pernah ia lakukan lagi semenjak kedua orang tuanya pergi.
Nayla segera masuk ke dalam rumah Wira. Taman rumahnya cukup luas, Nayla sudah basah kuyup karena guyuran hujan deras yang tiba-tiba turun.
"Bagaimana ini, semoga saja bajunya tidak basah." Gadis yang memiliki tinggi 165cm itu sedikit gugup dan takut.
Ia pun menekan bel pintu rumah Wira. Tidak ada pelayan dalam rumah Wira jika malam hari. Semua pelayan akan datang pagi hari dan pulang di sore hari.
Ding..Dong...
Ding... Dong...
Tak lama Wira membukakan pintu rumahnya, melihat gadis di hadapannya sudah basah kuyup.
"Selamat malam Tuan, maaf saya telat mengantarkan pesanan anda." Ucap Nayla yang sedikit gemetar karena kedinginan.
"Hmm"
"Ini Tuan pesanan anda, sekali lagi saya mohon maaf jika terkena hujan sedikit." Nayla tetap jujur dan akan bertanggung jawab jika Wira sampai marah.
Gadis itu tahu seberapa mahalnya pakaian yang ia antar.
"Kalau tahu basah kenapa di antar?" Jawab Wira datar.
Nayla menunduk, ia sedikit takut menghadapi Wira. Tapi ia adalah gadis yang kuat. Dia mencoba memberanikan diri membereskan masalah ini.
"Maaf tadi saya hampir sampai di rumah Tuan, tapi hujan deras begitu saja turun membuat saya kehujanan."
"Memangnya kau kesini pakai apa?" Wira nampak heran.
"Itu Tuan, saya pakai speda motor."
Sungguh di luar dugaannya, karena sekelas Manager di Butik Jhon Richard yang mendapatkan gaji cukup tinggi, menggunakan motor dalam mengantar pesanannya.
"Berikan itu pada saya!" Wira meminta paperbag nya dan membukanya di depan Nayla.
Masih ada lapisan kotak yang melindungi pakaian Wira, tapi saat di buka setelan jas yang dia pesan tetap ada yang basah.
"Astaga.." Nayla terkejut.
"Sekali lagi saya mohon maaf Tuan." Ucap Nayla menunduk.
"Kalau sudah begini mau bagaimana?!" Tanya Wira sedikit kesal.
Duaaarrrrrr...
"Aaaaaa...."
Nayla terkejut dan reflek memeluk Wira yang ada di depannya. Suara petir yang keras membuat hati gadis itu menciut.
Pria yang tengah di peluk dengan erat saat ini mematung menahan kesal. Dia begitu kesal karena ulah Nayla kotak baju yang ia pegang terpental ke halaman rumahnya. Seketika pakaian itu langsung basah dan kotor.
Deeeddaaaaarrrr....
Lagi-lagi suara petir yang keras harus datang dan membuat Nayla semakin memeluk Wira erat.
"Lepaskan!!" Pinta Wira dengan nada yang cukup dingin dan marah.
Sangat terpaksa Nayla melepaskan pelukannya dan sadar jika dia telah membuat masalah menjadi besar.
"M-maaf Tuan, saya tadi reflek karena takut sekali dengan petir."
Detik selanjutnya mulut gadis cantik itu ternganga melihat pakaian Wira sudah tergeletak di bawah. "Ya Tuhan..." Nayla segera mengambil pakaian itu dan melebarkannya.
Matanya membelalak tak percaya, pakaian Wira sudah basah dan kotor. Lututnya terasa lemas, harga setelan yang mencapai lima ratus juta itu bagai tak ada harganya.
Siapa sangka, Nayla malah pingsan dan terjatuh di lantai. Wira pun ikutan panik karena tidak ada orang lain selain dirinya.
"Heii..."
Pria itu mencoba membangunkan Nayla, "Heii bangunlah..."
"Ck, menyusahkan saja!!"
Dalam derasnya hujan, Wira menggendong gadis itu dan membawanya masuk ke dalam rumah. Dia menidurkan tubuh Nayla di atas sofa ruang tamu.
"Heii.." Wira menepuk-nepuk pelan lengan Nayla yang bajunya sudah basah.
"Benar-benar menyusahkan saja, aku harus bagaimana?"
Wira memang tidak ada pengalaman dalam hal ini, di tambah ia sedang bersama lawan jenis. Tentu membuat dirinya bingung. Apa lagi Wira juga tidak pernah dekat dengan wanita,
Dengan cepat pria itu menyelimuti Nayla dengan selimut tebal, dan memberikan minyak aroma terapi yang di tempelkan ke hidung Nayla.
Beberapa saat kemudian Nayla tersadar dari pingsannya. Kepalanya terasa berat dan badannya terasa dingin.
"Mmmh..."
Gadis itu meringis dan memegangi pelipisnya. "Kau sudah sadar?" Suara bariton itu membuat Nayla tersadar bahwa ia sedang berada di dalam rumahnya Wira.
"Astaga.. Maaf Tuan" Dengan cepat Nayla duduk dan menunduk minta maaf.
"Sekali lagi saya minta maaf dan akan bertanggung jawab soal pakaian anda Tuan." Ucap Nayla dengan yakin.
"Bertanggung jawab seperti apa? Saya bahkan belum memakainya, tapi kau sudah merusaknya." Jawab pria itu dengan dingin.
Wira duduk di hadapan Nayla, wajahnya begitu tampan tapi sangat dingin.
"Dengan cara apapun saya akan bertanggung jawab Tuan. Saya akan membersihkan pakaian anda." Nayla berusaha meyakini Wira agar memaafkannya.
"Tidak perlu, saya akan telepon Jhon sekarang!" Wira bangkit hendak menelpon Jhon mengenai masalah ini.
"Jangan Tuan, saya mohon.." Nayla memegang pergelangan tangan Wira dan memohon.
Baru pertama kali Wira di sentuh oleh wanita yang belum ia kenal sama sekali. "Saya akan bertanggung jawab dan menggantinya. Tolong jangan bicara masalah ini pada Mr.Jhon" Pinta Nayla memohon.
"Menggantinya?"
"Iya Tuan."
Sebuah mala petaka bagi Nayla karena telah mengucap akan menggantinya. Itu sama saja Nayla membuat dirinya terbunuh perlahan.
"Haduh Nayla kenapa kamu harus mengatakan hal yang mana mungkin kamu mampu sih,," Batinnya merutuki kebodohannya.
"Dengan uangmu?" Tanya Wira dengan dingin sedingin kulkas.
"Iya Tuan."
"Saya akan menerima tanggung jawabmu, kirimkan uang itu sekarang juga ke rekening saya." Titah Wira saat itu juga.
"Tapi Tuan,,,"
"Baiklah anggap saja kau tidak bisa menggantinya, sekarang kau boleh pergi!" Wira malas jika harus berdebat dengan wanita.
"Lalu bagaimana dengan pakaian anda Tuan, saya akan mencoba membersihkannya." Nayla tetap memberikan solusi terbaiknya.
"Tidak, saya tidak akan memakai pakaian itu lagi, kamu bawa kembali saja pakaian itu!"
"Izinkan saya membersihkan pakaian ini Tuan, saya akan mencucinya dengan bersih hingga baru lagi." Mohon Nayla penuh harap.
Wira menghela nafasnya sejenak, meskipun terkenal dingin. Ia tidak ingin kasar pada wanita.
"Tidak perlu, kau boleh pergi!" Pinta Wira dengan pelan.
Ia kemudian pergi meninggalkan Nayla yang masih berdiri di sana.
Wira tidak ingin membuat momen hujan ini menjadi kekacauan. Ia pun masuk ke dalam kamar dan menenangkan dirinya yang tengah rindu keluarganya.
"Ya Tuhan Nayla,,, bagaimana ini? Kau sudah membuat kesalahan besar, kali ini kau pasti tidak akan di maafkan oleh Mr.Jhon." Gumam Nayla yang menangis.
Nayla membawa keluar pakaian yang sudah basah itu bersamanya.
Keesokan harinya masih sangat pagi sekali Nayla terbangun dari tidurnya, tiba-tiba sudah ada setelan jas milik Wira tergantung di dalam kamarnya.
"Ini kan,,, bagaimana bisa ini sudah bersih kembali seperti baru?" Nayla bahkan tak percaya, ia mengucek-ngucek kedua matanya bersamaan.
"Nay, kamu sudah bangun?" Luna masuk ke dalam kamar Nayla.
"Ibu,,, Apa yang sudah terjadi pada pakaian ini?" Nayla masih belum percaya hal ini.
"Oh ini, semalam kamu pulang basah kuyup, terus Ibu lihat baju ini ada di bangku. Sekalian saja ibu cuci dan keringkan. Ibu juga sudah menyetrikanya."
"Memangnya ini punya siapa Nay?" Tanya Luna penasaran.
"Aaaa... Ibu makasih ya,,," Nayla memeluk Ibunya sangat bahagia. "Ibu memang malaikat Nay." Gadis itu mencium pipi Luna.
"Kalau gitu Nayla mau siap-siap dan langsung antar baju ini ke yang punyanya ya Bu." Nayla bergegas mandi, Luna masih saja mematung melihat tingkah anaknya yang membingungkan.
"Semoga saja tidak terjadi apa-apa pada Nayla." Doa Luna selalu mengiringi putrinya.
Dengan terburu-buru Nayla mengendarai speda motornya menuju rumah Wira.
Baru saja gadis itu ingin menekan bel rumahnya, Wira sudah membuka pintu yang hendak berangkat ke kantor.
"Kau?" Wira terkejut.
"Selamat pagi Tuan." Sapa Nayla dengan senyum yang manis dan ramah.
"Mau apa lagi kesini?"
"Tentu saja saya ingin membawakan baju Tuan yang kemarin. Anda boleh memeriksanya lebih dulu" Ucap Nayla penuh senyum memberikan tas hitam itu pada Wira.
Tanpa aba-aba Wira sendiri pun membuka tas tersebut dan mengeluarkan pakaiannya. Dapat di lihat tidak ada yang kotor sama sekali pada pakaian itu.
Pakaiannya pun cukup wangi, dan tidak ada yang rusak.
"Apa benar ini pakaian yang semalam?"
"Tuan pasti bisa membedakan mana barang asli dan KW, tentu saja saya membawa pakaian Tuan yang di pesan kemarin." Gadis itu berbicara seolah meledek Wira.
"Sudahlah, saya mau berangkat." Wira membawa tas baju itu ke dalam mobilnya.
"Baik, hati-hati di jalan Tuan, semoga hari anda menyenangkan." Ucap Nayla penuh bahagia.
Setelah mobil Wira keluar, Nayla baru bisa bernafas lega. "Huh,, akhirnya masalah ini bisa di atasi. Ini semua berkat Ibu, semoga saja dia tidak mengadu pada Mr.Jhon." Harap Nayla agar Jhon tidak mengetahui ketidak sengajaan yang dia buat.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!