Wira masuk ke dalam kamar Nayla yang tidak begitu luas. Kamar yang sederhana tapi tersusun rapi. Menandakan jelas bahwa Nayla adalah orang yang rajin.
Tangan Wira meraih bingkai foto di atas meja, terdapat foto Nayla saat kecil bersama kedua orang tua nya. "Ternyata dari kecil sudah cantik." Tidak sadar Wira melukis senyum di wajahnya.
Beberapa menit kemudian dia sudah keluar dari kamar menggunakan celana training dan kaos hitam milik Frans.
Wajah Nayla menahan senyum melihat pria tampan itu bagai tidak ada cacatnya sama sekali. Walaupun di pakaikan baju sederhana. Tampilannya tetap mempesona dan tampan.
"Ada apa? Apa aku terlihat aneh?"
"Tidak ada Presdir.. Oh ya, Presdir sudah makan?" Wira melirik ke sekitar rumah Nayla. "Belum. Di mana orang tuamu?" Wira menyadari jika tidak ada orang lain di rumah itu selain dia dan Nayla.
"Oh,, Ibu dan Ayah tadi pagi berangkat ke Kota S. Saya buatkan ramen mau?" Tawar Nayla tulus, dia selalu di ajarkan Ibunya jika ada tamu harus di jamu dengan baik.
Wira terdiam sejenak, "Hum, saya nggak masak. Kalau Presdir mau, saya buatkan ramen."
"Itu makanan cepat saji, tidak baik untuk kesehatan. Kita pesan online saja." Usul Wira kembali duduk di sofa.
"Di luar hujan Presdir, kasihan kurir makanan nya nanti kehujanan. Makan ramen juga sesekali nggak apa-apa kok, pas juga di makan saat hujan begini."
"Terserah kamu saja."
"Ya sudah, saya buatkan dulu. Presdir tunggu di sini saja."
Nayla berjalan ke dapur, dia membuatkan dua mangkuk ramen dalam waktu lima belas menit. Gadis itu kembali ke ruang tamu membawa dua mangkuk ramen yang sudah ia masak.
"Nah, sudah jadi.. Ayo di makan Presdir"
Wira menatap semangkuk ramen miliknya terdapat telur dan juga sayuran hijau. Awalnya ragu, tapi ia meraih sumpit dan mencoba memakannya.
"Hati-hati panas__"
"Sudah saya bilang hati-hati Presdir" Nayla memberikan tisu pada Wira yang bibirnya kepanasan karena menyeruput ramen yang masih panas.
"Hm,, ini lumayan enak." Ucap Wira di tengah makannya.
Nayla tersenyum puas. "Ternyata dia sangat menggemaskan, ya Tuhan tolong aku.. Jangan buat aku terlena terus." Batin Nayla meronta tidak bisa melihat mahluk Tuhan yang paling seksi di depannya.
"Habiskan ya Presdir."
Para pria bayaran yang tadi menghadang Wira menelpon seseorang di markasnya. "Halo Bos, target berhasil kabur. Kami gagal melumpuhkannya."
"Dasar tidak berguna!! Jalankan misi kedua, jangan sampai gagal lagi kalian!!" Ucap seseorang di telepon, yang merupakan dalang nya.
"Baik Bos, kami akan mencobanya lagi."
"Kabari saya secepatnya!!"
"Siap Bos."
Hujan belum berhenti, tapi waktu semakin larut malam. "Sudah malam sekali. Sebaiknya aku pulang, terima kasih untuk makan malamnya." Ucap Wira.
"Apa Presdir akan baik-baik saja pulang sendirian?" Nayla masih khawatir dengan Wira. Apa lagi dalam kondisi yang sekarang ini.
"Hm, tidak apa aku akan pulang. Soal baju ini, nanti___"
"Itu gampang Presdir, tidak usah di pikirkan. Hati-hati di jalan" Nayla tersenyum kecil. "Baiklah, kamu jangan lupa kunci pintu." Pesan Wira sebelum benar-benar masuk ke dalam mobilnya.
"Iya Presdir."
Di dalam mobil Wira menatap Nayla yang berdiri di depan pintu menunggu dirinya jalan. "Manis sekali.." Gumam Wira tersenyum.
Sepertinya tanpa di sadari dirinya, Wira menyukai Nayla dan menginginkan gadis itu.
Hari ini Malika pulang ke rumahnya. Wanita cantik bertubuh molek, kulitnya putih, hidungnya cukup mancung. Bulu mata lentik hasil eyelash, dan bibir bervolume hasil sulam.
"Papah.... Aku pulang" Teriak Malika di dalam rumahnya.
"Akhirnya kamu pulang juga sayang.." Ricky menghampiri anak bungsunya dan memeluknya. "Papah kenapa sih, buru-buru banget suruh aku pulang kesini."
Malika berjalan menuju sofa rumahnya. "Heii, sayang... Kamu sudah sampai" Fiona datang mencium pipi anaknya.
"Sudah Mah, aku merindukan kalian." Peluk Malika gemas ke Fiona dan Ricky. "Kami juga sayang.. Kamu duduk dulu ya.." Jawab Fiona.
"Malika, kamu kan sudah dewasa. Papah menyuruh kamu pulang karena cuma kamu yang bisa bantu selamatkan harta keluarga kita." Ujar Ricky tidak ingin menunda waktu untuk menjelaskan.
"Maksud Papah gimana?"
"Papah ingin kamu menggantikan posisi papah di Pranata Group. Lebih tepatnya di pusat utama perusahaan Pranata Group." Titah Ricky sangat serius sekali membahasnya.
"Loh, kenapa tiba-tiba sekali Pah, Mah.. Tapi kan kalian tahu, aku belum ada pengalaman kerja kantoran kayak Papah." Jawab Malika memajukan bibirnya.
"Soal itu gampang Malika, nanti Papah akan bantu kamu di belakang. Yang penting point utamanya kamu harus bisa mengambil hati Wira."
"Apa?!! Papah nggak bercanda kan? Mamah tahu sendiri Wira itu orangnya dingin banget Pah. Malika mana sanggup ngambil hati pria dingin kayak dia" Membayangkan saja sudah membuat Malika pusing.
"Ayolah sayang,,, hanya itu yang bisa menyelamatkan kekayaan keluarga kita." Ujar Fiona ikut menimpali agar Malika mau menuruti keinginan Ricky.
"Berarti Malika harus tinggal di Kota M dong ?" Fiona dan Ricky mengangguk bersama.
"Ya ampun, terus sekolah modeling aku gimana?" Malika merasa sayang dengan sekolahnya di Paris. "Itu gampang sayang, kamu bisa mendapatkan lebih dari itu jika bisa meluluhkan Wira." Fiona tersenyum licik.
"Mmm, Mamah benar juga. Okay, Malika akan coba"
"Bagus Malika." Ricky tersenyum puas.
Di gedung yang menjulang tinggi, Zack masuk ke dalam ruangan Wira.
"Maaf Presdir saya ingin menginfokan hasil pencarian sekelompok orang yang menghadang Presdir. Cctv di lokasi tersebut sudah tiga hari tidak berfungsi sebelum dari kejadian Presdir."
Wira memutarkan kursinya ke kanan dan ke kiri. "Aneh sekali, ini sudah seperti rencana. Lanjutkan terus pencarian buktinya Zack. Aku ingin segera tahu siapa di balik semua ini." Jawab Wira merasa ada yang janggal.
"Baik Presdir."
Tidak lama gantian Nayla datang membawa salinan dokumen. "Ini berkasnya sudah saya salin Presdir." Nayla meletakkan berkas itu di atas meja Wira.
"Ikut aku!"
Wira menarik tangan Nayla dan gadis itu mengekor di samping Wira. "Mau kemana Presdir?" Pria itu tersenyum saat masuk ke dalam lift.
"Mau membuatmu jatuh cinta." Pintu lift tertutup.
Wajah Nayla memerah akibat ucapan Wira. Pria itu mengikis jarak di antara dirinya dan Nayla. "Wajahmu memerah?" Tanya Wira terus mendekat.
"T-tidak.."
Nayla menggigit bibirnya karena gugup. Dia akan menggigit bibirnya sendiri di kala gugup dan cemas.
"Kamu melakukannya lagi?" Wira menyunggingkan senyum lalu mencium bibir Nayla yang selalu membuat dirinya tergoda.
"Mmmh.." Nayla kewalahan, karena Wira menciumnya begitu agresif. Bahkan kedua tangan Nayla di angkat olehnya dan di letakkan di atas kepala gadis itu. Tangan Wira yang satunya memegangi dagu Nayla agar gadis itu tidak bisa menghindar.
Wira terus mencumbunya tanpa henti. Bagai asupan vitamin yang membuatnya menggebu-gebu dan tidak kenal lelah.
Nayla di buat tidak bisa bergerak. Dia bahkan hampir kehabisan nafas. Setelah puas Wira melepaskan pagutannya dan berbisik. "Sudah aku bilang jangan menggigit bibirmu."
Gadis itu bergidik ngeri di dekat Wira. "Presdir keterlaluan!!" Nayla merapihkan penampilannya dan menatap Wira dengan penuh amarah.
Pintu lift terbuka di area basement. Wira menarik tangan Nayla dan membawanya ke dalam mobil.
"Cepat atau lambat kamu pasti akan menikah denganku Nay" Ucap Wira menutup pintu mobilnya. Nayla semakin di buat tidak karuan.
Ingin sekali dia marah, tapi sangat sulit untuk meluapkan amarahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments