LOVE OR DEAD
Suara ombak yang menghempas batu karang, angin dingin membelai rambut panjangku. Aku terduduk di bebatuan diatas batu karang sambil menatap laut di kegelapan malam. Malam dingin di Hokkaido penuh dengan keheningan dan bintang yang bertaburan di langit.
Megumi menghela nafas panjang sambil memeluk kedua kakinya di sampingku.
“Chiyo, malam ini begitu dingin. Mari kita pulang, ibumu pasti mencari mu”rengeknya.
“Megumi… sedikit lagi, biarkan aku melihat indahnya bintang yang menerangi laut malam ini. Ujian akhir semester telah berakhir, terasa melegakan. Aku ingin menghempas semua penatku disini” sahutku masih menatap deburan ombak.
“Meski kita akan naik ke kelas XII tapi aku masih belum lega, nilaiku terus memburuk. Apalagi di kelas XII aku harus memperbaiki semua nilai – nilaiku” curhatnya.
“Belajarlah lebih baik lagi, ambilah les private untuk meningkatkan nilaimu. Tetap semangat, tak ada yang tak mungkin” aku pun memberinya semangat dan merangkulnya sambil tersenyum.
Pukul 21.00 terasa pantai Shiretoko mulai sepi, kami berjalan berlarian menuju arah keluar pantai. Tiba – tiba Megumi tak sengaja menabrak segerombolan anak laki – laki berpakaian serba hitam.
“Hei dimana matamu?!” tanya seorang laki – laki berambut panjang berwarna coklat sebahu yang terkuncir.
“Maafkan aku, tadi aku terlalu bersemangat sampai tak melihat kearah depan” jawab Megumi agak takut.
“Wah, mataku terkena serpihan pasir pantai nih gegara ditabrak anak ini” sahut laki – laki berparas ikan buntal dengan tubuh gempal.
“Temanku sudah minta maaf, tolong jangan diperpanjang” kataku sambil merangkul Megumi.
“Enak sekali minta maaf, kalian harus berlutut dulu. Mungkin akan kami maafkan” tambah laki – laki beralis panjang dengan dagu lancip, wajahnya memuakkan.
Aku pun pasang badan, aku berdiri selangkah lebih depan dari Megumi sambil menatap tajam ke laki – laki berdagu lancip itu.
“Jangan kelewatan kalau bicara, kami beritikad baik. Kalau kalian mencoba mengganggu kami, aku akan berteriak” ancamku.
Si ikan buntal maju berdiri menghadapiku dengan tangan di pinggang lalu dia berkata “Memangnya kami takut, siapa yang salah disini. Gadis cantik, harusnya kamu nurut aja. Jangan bikin kami marah”.
Megumi dengan bergetar, memegang tangan kananku dan berkata lirih “Sudah ikuti saja kemauan mereka, daripada kita diapa – apain sama mereka. Kita bukan lawan mereka, sekuat apapun dirimu mereka 7 orang”.
“Mundurlah, telephon Hiroshi sekarang. Aku akan menghadapi mereka” bisikku.
Perlahan Megumi mundur dan mulai menjauh.
“Mau kemana tuh anak, kabur yah?” tanya laki – laki berambut coklat.
“Wah – wah, kamu ditinggalin tuh. Siap menerima hukuman dari kami sendirian nih?” tanya laki – laki berdagu lancip.
“Aku disini hanya ingin mengucapkan permohonan maaf, dan urusan kita selesai” jawabku tegas.
Si ikan buntal tertawa “HA… HA… HA…tak semudah itu”. Dia yang ada dihadapan ku kemudian memegang bahu kiriku dengan tangan kanannya.
Tak tahan dengan drama mereka yang menguras waktuku, seketika aku meremas tangan kanannya yang ada di pundakku dengan kedua tanganku dan memelintir tangannya. Hingga tubuhnya condong ke bawah dan aku tendang dengan kaki kananku. Si Ikan buntal itu tersungkur di pasir, sedangkan teman – temannya mulai maju.
“Hei gadis cantik, nampaknya kamu jago juga melawan. Jangan salahkan kami kalau tubuhmu hancur karena kami” seorang laki – laki dengan tubuh paling tinggi yang sedari tadi diam mulai angkat bicara.
“Lawan aku kalau bisa” kataku tersenyum sambil siap – siap untuk melarikan diri dari mereka.
Aku pun berlari sekuat tenaga dan dikejar oleh segerombolan anak badung itu. Setidaknya kakiku terlatih tiap hari berlari mengejar bus ke sekolah. Angin malam yang dingin menghantam diriku yang terus berlari di kejar – kejar. Megumi pasti sudah ditempat yang aman dan menunggu Hiroshi. Tinggal aku yang harus mencari tempat persembunyian.
“Hei jangan lari, kami pasti mendapatkanmu dan menghabisimu!” teriak si dagu lancip yang terus berlari mengejar ku bersama teman – temannya. Tunggu kenapa ada 6 orang dimana 1 orang, ada 1 orang yang tidak ikut mengejar ku. Setidaknya si ikan buntal sudah kehabisan nafas dan menyerah, yupss… tinggal 5 orang lagi.
Nafasnya sudah tidak sanggup lagi untuk terus berlari, aku pun menemukan box di pinggir sebuah kedai dan mulai bersembunyi di balik box itu. Nampak mereka masih berlari – lari di depan kedai, aku mengatur nafasku agar tidak ketahuan. Setelah ku pastikan aman, aku pun berjalan ke arah yang berlawanan.
Ponselku berdering, aku pun mengambil ponsel dari saku celana panjangku. Nampak tertulis “Hiroshi” akhirnya aku terselamatkan. Saat aku berjalan di pinggir jalan dan menatap ponsel kemudian menekan tombol angkat telepon, nampak ada sepatu kets warna hitam menghalangi jalanku. Saat aku menatap ke depan, seketika aku tercengang.
“Kamu…”kataku, seketika dia menjambak rambutku yang terurai dengan kasar. Tangan kanannya yang meraih rambutku seperti angin, gerakan tangannya sangat cepat.
“Aaaa…..sakit, tolong…!!!” teriakku sembari mencari pertolongan. Tapi tak ada satu pun yang lewat, malam itu benar – benar hening jauh dari jangkauan orang. Bahkan kedai yang diujung jalan sana pun tak terlihat dengan mata.
Dia laki – laki berwajah paling pucat dengan menghisap sebatang rokok yang berdiri paling belakang dan menghilang dari gerombolan tadi, saat teman – temannya mengejarku.
Dia menendang perut, menginjak tanganku yang memegang ponsel. Lalu mengambil ponselku dan melemparnya ketengah jalan. Dia bukan tandinganku, gerakannya sangat cepat dan wajah datarnya sangat tidak bisa diprediksi.
Sial tidak ada CCTV di sepanjang jalan ini, kalau aku mati pun tidak akan ada yang tahu.
Aku yang masih tersungkur di trotoar sambil merintih kesakitan memegangi tanganku yang diinjak hanya bisa menahan amarah dan menatapnya tajam. Dia berjongkok di sebelahku, mengeluarkan korek api dan menyalakan rokok. Begitu santainya dia menatapku sambil menghisap rokok, membuang asap rokoknya ke wajahku.
Sedangkan di seberang terdengar suara Hiroshi memanggilku di telephon.
“Chiyo… kamu dimana, jawab aku.. ku mohon jawab aku” suara itu kemudian mati.
“Namamu Chiyo?” tanyanya dengan wajah datar.
Aku hanya diam dan terus menatap tajam padanya.
Tubuhnya yang atletis nampak dia sangat terlatih, kulitnya yang putih pucat itu penuh dengan otot. Dia yang mengenakan hoodie dan topi berwarna hitam serta celana panjang hitam, sangat menakutkan.
“Tadi bisa berteriak, sekarang pura – pura bisu. Apakah aku harus merobek mulutmu?” begitu datarnya intonasi suaranya tapi semakin di dengar semakin menakutkan.
“Apa maumu?” tanyaku mencoba menenangkan diri dan tidak ingin terintimidasi dengan auranya yang mengerikan.
“Aku suka matamu benar – benar indah, tatapanmu sangat berani. Tak ada yang berani menatapku seperti itu, haruskah aku mencongkel kedua bola matamu untuk kenang – kenangan?” katanya kemudian tersenyum padaku.
Senyum dingin yang tak pernah bisa aku lupakan…
Tiba – tiba ada nada dering ponsel berbunyi, dan itu ponselnya yang ada di saku.
“Hei Asahi, ada apa?” tanyanya sambil memegang ponsel dan ditempelkannya ke telinga kirinya.
Entah apa jawaban dari ponsel itu, kemudian dia beranjak berdiri dan pergi meninggalkanku.
Aku terselamatkan karena panggilan telepon itu, Tuhan menolongku. Syukurlah aku tak mati konyol karena si vampire itu. Aku menyebutnya vampire karena kulitnya yang putih pucat dan tatapan matanya yang datar.
Hiroshi dan Megumi pun menemukanku, dan aku dilarikan ke rumah sakit dikarenakan ruas jari tangan kananku patah diinjak oleh si vampir sialan itu.
Keesokannya...
Sinar matahari masuk melalui jendela rumah sakit, aku mendapati ayah duduk di seberang ranjangku dengan wajah tenang dan tangan berpangku di dada.
“Selamat pagi ayah” sapaku sambil tersenyum sembari beranjak duduk di ranjang.
“Hmmm… kamu berkelahi dengan siapa?” tanya Ayah tanpa basa basi.
“Owh… entahlah hanya anak jalanan yang tak jelas” jawabku sambil cengengesan.
“Tanganmu harus di gips selama 1 bulan untuk bisa pulih, selama itu pula ayah tidak akan mengizinkanmu keluar tanpa anggota keluarga” Ayah pun memberi hukuman kurungan di rumah karena merasa khawatir. Aku bisa melihat wajahnya penuh kekhawatiran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Nor Zaimah
Best
2023-11-19
2