Hiroshi dan Megumi hampir setiap hari datang ke rumah sakit menjengukku. Begitu pun dengan hari ini, Megumi duduk di samping ranjangku berceloteh panjang lebar sambil mengupas apel.
“Entah kenapa aku selalu merasa bersalah Chiyo, seharusnya aku tak meninggalkanmu malam itu. Aku sangat panik saat mendengar suaramu minta tolong di telephone waktu itu…”.
“Sudahlah, kamu seperti kaset kusut terus menyebut malam itu. Memang aku yang menyuruhmu pergi, jangan terlalu dipikirkan. Aku masih hidup dan baik – baik saja, hentikan drama mellow mu itu. Matamu sudah sembab begitu masih nangis terus. Aku yang capek lihatnya”.
“Jangan uji nyali lagi menghadapi anak – anak nakal diluar sana, hari ini jarimu besok bisa yang lainnya dari anggota tubuhmu yang jadi sasaran” Hiroshi yang berdiri bersandar di kaca jendela menghadap kearah ku pun ikut ceramah.
“Baiklah” sahutku dengan cemberut.
“Untung kita masih libur musim panas, coba saja kalau kita masuk sekolah. Kamu nggak bisa ngapa – ngapain dengan jarimu yang patah itu” tambah Megumi.
“Ibumu akan datang sebentar lagi, setelah menyelesaikan produksi di toko kue. Bibi Haruka paling marah saat tahu kamu masuk rumah sakit. HAHAHAHA… ibu yang lain pasti menangis tapi lain hal dengan beliau” Hiroshi pun begitu puas mengakatannya.
Jujur saja ibuku adalah sosok paling aku takutkan. Ibu dan ayah membuat toko kue tradisional sejak aku kecil karena kecintaan ayah dengan kue. Namun aku paling tidak bisa membuat kue, dan kehidupanku sehari – hari adalah belajar dan berkelahi. Ibuku sangat hemat, sehingga setiap aku berkelahi dan lalai kemudian masuk rumah sakit. Ibuku paling complaint dengan biaya rumah sakit yang menjadi pengeluaran terbesar setiap tahunnya karena ulahku. Semenjak aku masuk rumah sakit terhitung 3 hari hingga sekarang, ibuku baru akan mengunjungi ku. Aku harus menyiapkan mental baja bertemu dengannya.
“TAP . . . TAP. . . TAP” suara langkah kaki yang berhenti di depan pintu. “SREEKKKK…” pintu geser pun terbuka.
“Bagaimana kabarmu anak nakal!” teriak ibuku seketika Megumi berdiri yang sedari tadi duduk dan menundukkan kepalanya. Hiroshi hanya tersenyum sembari menatapku.
Aku pun mencoba berpura – pura tersenyum.
“Ibu sudah datang, bagaimana apakah toko kue kita sangat sibuk dalam proses produksi?” tanyaku basa-basi.
“Sangat sibuk harusnya kamu tahu itu dan tidak perlu dipertanyakan, dan kenapa kamu malah cari gara – gara sehingga masuk rumah sakit lagi tahun ini!!!” jawab ibuku sembari melempar bunga yang dibawanya ke arahku dan memukuliku dengan bunga itu hingga kelopak bunganya berserakan di ranjang dan lantai.
“Ampun bu… aku hanya kurang gesit menghadapi serangannya. Iya, aku yang salah dan sudah jangan pukul lagi” mintaku sambil mencoba menangkis pukulan ibu dengan tangan kiriku yang terus meleset.
Megumi hanya bengong dan Hiroshi tertawa terus menerus.
Setelah siangku yang penuh drama kebrutalan ibu yang menjengukku, malam ini aku harus mencari udara segar di rumah sakit yang begitu hening dan membosankan. Aku berjalan menyusuri lorong rumah sakit dengan tangan kanan di gips dan tangan kiri diinfus. Ku dorong tiang infus yang tergantung sekantong infus bening diatasnya sambil menyusuri lorong. Tiba – tiba rumah sakit heboh suara teriakan dari luar gedung rumah sakit menggema dimana – mana.
Aku bingung suster penjaga pun ikut berlari melihat kearah jendela, dan semua orang yang ada di lorong lantai 3 berbisik – bisik.
“Ada yang terjun dari atap rumah sakit”.
“Bunuh diri, itu pasien masih mengenakan baju pasien”.
Aku terdiam dan membeku dalam keramaian lantai 3, dalam hatiku berkata “Bunuh diri, siapa?”.
Tiba – tiba ada seseorang merangkulku dari belakang, dan mengajakku berjalan berlawanan arah.
“Masuk kamar saja, pasien harus banyak istirahat. Kalau tidak nanti diistirahatkan lho” katanya lirih.
Ekor mataku melihat jas putih dokter yang di sampingku, tapi aku tak berani menatap wajahnya. Aku tahu betul siapa yang ada di sampingku, dengan suara datar dan intonasi dinginnya membuatku bisa mengidentifikasi dirinya dengan cepat.
Ingin sekali aku berteriak, tapi lidahku kelu dan aku hanya bisa terdiam tanpa bisa minta tolong.
Ada seseorang dengan segaram petugas rumah sakit sedang mendorong troli, dia mengenakan topi berjalan dari ujung koridor rumah sakit. Lalu mengarah kearah kami, saat aku mencoba untuk meminta tolong dan menatapnya. Wajah dibalik topi itu adalah si dagu lancip yang menyamar sebagai petugas rumah sakit. Dia tersenyum kepadaku, aku pun hanya bisa terdiam terpaku.
Sedang apa mereka disini, dan apa mau mereka kepadaku.
Vampir itu memasukkan ku ke dalam kamarku, dan menarik ku menghadap luar jendela. Tepatnya melihat kearah bawah keramaian yang terjadi karena adanya yang bunuh diri.
“Indah kan..” katanya sambil tersenyum dingin.
“Kamu membunuhnya?” tanyaku sembari mencoba untuk tetap tenang.
“Hmmm… menurutmu bagaimana apakah dia terbunuh olehku atau dirinya sendiri?” tanyanya balik lalu menarik selang infus dengan kasar dari tanganku.
“AAAAUUUU…” seruku yang merasa sakit karena infus yang tercabut paksa dari nadiku.
Lalu dia berbaring di ranjangku, menepuk – nepuk bantal dan memastikan dirinya nyaman. Sangat kekanak – kanakan dan aku membencinya.
“Apakah kamu mencari keberadaan ku hingga kesini?” tanyaku memastikan dengan tatapan tak suka yang mengarah kepadanya.
“Percaya diri sekali kamu ini, memangnya sepenting itukah dirimu bagiku? Ini namanya keberuntungan, saat aku mencoba mengejar tikus dan ternyata ada kelinci yang ikut bersembunyi di sarang yang sama. Tikus telah mati karena ulahnya sendiri, akankah kelinci juga demikian. Hmmm… entahlah” jawabnya yang terbaring sambil menutup mata dengan lengan kirinya.
Aku mencoba melangkah pelan untuk kabur, dan mengecohnya dengan pertanyaan lain.
“Lantas apa sebenarnya maumu?”.
“Hmmm… mauku adalah bermain dengan kelinci itu”.
Aku berlari kearah pintu dan membukanya, ternyata si dagu lancip berdiri di balik pintu. Sambil tersenyum, dia menutup kembali pintu yang ku buka.
Aku terus berpikir apa yang harus aku lakukan, tidak mungkin melawannya dengan kedua tanganku yang cedera. Tapi aku harus cari cara untuk lolos, berteriak pun dia akan membungkamku.
“Kemarilah, atau aku akan melempar pisau dari sakuku ke arahmu” ancamnya.
Mencoba untuk tenang, aku berjalan pelan kearahnya. Aku berdiri di pinggir ranjang sambil menatapnya dengan perasaan campur aduk.
Dia menyisihkan lengannya dan membuka matanya, memiringkan tubuhnya dan menatap ke arahku.
“Kamu tak seberani itu, rasa takutmu sudah nampak” katanya.
Aku melirik sebelah kananku ada vas bunga berisi bunga, bahannya keramik porselen diatas meja sebelah ranjang. Aku berpikir mengambilnya dan memukulkannya ke kepala si vampir ini.
“Kamu ingin melempar vas bunga itu? Cobalah” katanya mencoba membaca pikiranku.
“Menurutmu kepalamu sekeras batu, sampai kamu mau uji nyali” sahutku tak gentar.
Lantas dia mengambil vas bunga itu dan menghantamkannya ke kepalanya “PRAKKK…!”.
Vas bunga itu pecah berkeping – keping, kepalanya nampak berdarah. Darahnya mengalir ke dahinya. Pemandangan ini membuatku semakin takut kepadanya. Tubuhku membeku, dengan tatapan dinginnya padaku seakan ingin menunjukkan aku tak akan bisa mengalahkannya.
Dia pun kemudian meraih kepalaku, dan membenturkan dahinya ke dahiku.
“Ku mohon hentikan” kataku tegas, aku harus berada dalam ketenangan untuk menaklukan rasa takutku dan melawannya.
“Membunuhmu adalah hal sangat mudah, tapi bagiku kamu bukanlah untuk dibunuh. Jadi bertahanlah hingga aku puas denganmu” bisiknya ditelingaku. Lalu mencium tangan kananku yang di gips dan pergi meninggalkanku.
Aku lemas, dan runtuh ke lantai. Terdiam dan tak bisa melakukan apapun.
Semalaman aku tidak bisa tidur, hingga keesokan harinya Hiroshi datang menjenguk.
“Kamu kenapa?” tanyanya sambil menatapku dengan begitu dalam.
“Aku lapar” jawabku berbohong mengalihkan kekhawatiranku.
“Mau makan apa, akan aku pesankan untukmu” tanyanya Kembali.
Lantas aku memeluknya yang berdiri di pinggir ranjangku.
“Terimakasih, apa saja akan aku makan” jawabku.
Dia pun menyambut pelukanku dan membelai rambutku dengan lembut.
“Tenanglah, aku akan selalu berada di sisimu” dia mencoba menenangkanku.
Hiroshi adalah anak dari paman Fukoda yakni pemilik hotel Bintang lima di Hokkaido, konglomerat ke - 2 di Hokkaido yang memajukan lokasi wisata di sepanjang Kawasan tersebut. Dia adalah anak terakhir dari tiga bersaudara. Ayahnya adalah teman satu sekolah SMP ayahku. Keluarga kami sangat dekat, sedari kecil Hiroshi selalu bersamaku dan melindungi ku. Kami bagaikan saudara kakak dan adik, dia sangat sabar menerima kemanjaan dan kenakalanku. Dia tahu aku anak semata wayang, sehingga hari – hariku sangat kesepian. Masa kecilku hanya bermain di toko kue atau berkelahi di taman bermain. Hiroshi lah yang selalu menghampiriku saat aku bersedih dan kesepian. Dia adalah orang yang paling aku sayangi setelah kedua orang tuaku.
Begitu sabarnya dia menyuapiku makan, mengupas dan mencuci buah untukku. Dia sangat perhatian meski begitu aku tak ingin dia khawatir tentangku.
“Tadi malam ada yang bunuh diri seorang pasien di kamar 206 dilantai 5, dia lompat dari atap rumah sakit. Beritanya menjadi headline news di setiap pemberitaan di media. Apakah tadi malam kamu tahu akan kejadian itu?” tanyanya.
“Apakah dia benar – benar bunuh diri? Mayatnya sudah diotopsi kah? Mungkin itu dugaan sementara kali?”tanyaku memastikan.
“Apakah kamu curiga dia dibunuh? Menurut CCTV dia pergi ke atap sendiri, dia sedang dalam kondisi depresi secara riwayat kesehatannya. Dia depresi setelah terlilit hutang milyaran yen dan ditinggalkan istri dan anaknya. Itulah yang dibahas di berbagai media. Tapi sepertinya kita tidak perlu membicarakan orang sudah tiada. Lusa kan kamu sudah pulang ke rumah, jadi bersabarlah kurang beberapa hari lagi kamu menginap disini” katanya.
“Baiklah” jawabku singkat sambil tersenyum.
Apakah benar tak ada bukti sama sekali mengenai kejadian malam kemarin, si vampire pasti mendorongnya dari atap rumah sakit. Jadi siapa sebenarnya yang berhadapan denganku saat ini? Apakah dia pembunuh bayaran, atau dia pembunuh berantai setidaknya aku tak harus jadi korban selanjutnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Gasgaz
ayoo tambah brutal lagii
2023-08-14
3
Agnes
Inspiratif!
2023-08-08
1
Ayano Kouji
ceritanya bikin ketagihan, keep up the good work thorr!
2023-08-08
1