Beberapa hari aku terus diintai dengan orang – orang yang tidak ku kenal. Entah mereka suruhan Kawaki atau orang lain. Benar – benar membuatku risih tapi aku mencoba berpikir positif, selama mereka tak melakukan apapun kepadaku.
Sekitar pukul 20.00 malam, aku yang sedang sibuk mencuci piring bekas makan malam dikejutkan dengan panggilan telepon dari Kawaki ke telepon rumahku.
“Hallo disini kediaman Sanjo” sapaku.
“Keluarlah aku ada di seberang rumahmu” kata laki -laki yang tak lagi asing suaranya.
“Tidak mau” jawabku singkat.
“Apakah harus ku bakar rumahmu, agar kamu mau keluar?” tanyanya mengancam.
“Ya… selalu seperti itu caramu memerintah ku, tunggu saja. Aku sedang mencuci piring, nanti aku keluar” jawabku ketus langsung menutup telepon.
Untung saja aku yang mengangkat telepon, kalau ibu…bisa ada perang dunia ke 3 di rumah ini.
Dengan malas – malasan aku mencuci piring, agar memperlama menyelesaikannya.
“Chiyo…cucinya lama sekali, jangan menghambur – hamburkan sabun” tegur ibu kepadaku, sembari mengambil minuman kaleng dari lemari es.
“Bu… Megumi mengajakku pergi ke ulang tahun temanku, bolehkah aku pergi?” tanyaku meminta izin.
“Dimana?” tanya ibu.
“Di salah satu café di Sapporo” jawabku.
“Pergilah, dan ingat jangan pulang larut malam. Besok kamu harus masuk sekolah, kamu naik apa?” tanya ibu menyelidik.
“Taxi” jawabku cepat.
“Gunakan dari uang sakumu, jangan meminta dari ibu lagi” sahutnya sembari berlalu.
“Ih… ibu benar – benar pelit” gerutuku.
Aku pun segera berganti pakaian yang paling nyaman untuk berkelahi. Selalu ada incident perkelahian setiap bersama si bren%$ek Kawaki. Oh ya aku pun mengenakan jaket parasut anti air, agar kalau dia mencoba menenggelamkan ku setidaknya tubuhku tidak basah. Semuanya ku persiapkan sempurna, beserta ransel isi berbagai jenis barang untuk melawannya, hingga setruman listrik pun aku bawa.
Setelah keluar dari pintu gerbang rumahku, nampak mobil sedan merah terparkir di seberang jalan. Dia pun membukakan kaca mobilnya dan melambaikan tangan. Aku bergegas menghampirinya, masuk ke dalam mobil.
“Untuk apa kamu membawa ransel?” tanyanya.
“Bukankah kita akan bersenang – senang, aku hanya membawa yang ku butuhkan” jawabku.
“Kamu juga membawa itu?” tanyanya ragu.
“Itu apa?” tanyaku balik tak mengerti.
“Itu…yang harus aku pakai” wajahnya cukup aneh untuk menjelaskannya.
“Apa sih? Maksudmu apa?” tanyaku semakin tak mengerti dengan tingkahnya.
“Sudahlah… nanti di sana juga ada” jawabnya juga kesal.
Astaga kami pergi ke club malam lagi tapi beda tempat, ini club malam yang banyak orang asingnya di Sapporo namanya Bay – Disco.
“Aku akan mengajarimu berjoget” katanya dengan menarik tanganku masuk dalam kerumunan orang – orang yang menari dan berjoget. Suara dentuman music makin menggila dan keras, ritme musiknya membuat semua orang haptic.
“Ayo bergeraklah, jangan hanya mematung. Dasar gadis SMA yang culun” katanya menyindirku.
“Aku tidak suka musiknya, dan aku juga tidak suka berjoget” kataku ketus dan berlalu meninggalkan Kawaki.
Dia lagi – lagi menarik ku mengajakku ke sebuah ruangan private.
“Tinggal kita berdua, menarilah bersamaku. Aku akan meminta memutarkan music lebih slow” katanya.
Ada dua orang berjaga di depan, aku tidak bisa kabur darinya,
Musiknya berganti mendayu – dayu, Kawaki memeluk pinggangku dari belakang dan berjalan mengikuti irama.
“Apa maksudmu dengan ini semua?” tanyaku risih mencoba melepaskan tangannya.
Dia mendekatkan wajahnya ke kepalaku, lalu berbisik ke telingaku.
“Jadilah ja%@ng malam ini untukku, mari kita bersenang – senang” bisiknya membuatku merasa marah.
Rambutku yang ku ikat cepol seakan terasa salah saat ini, karena bibirnya bisa meraih jenjang leherku.
Aku benar – benar terkejut dengan apa yang dia lakukan padaku, apakah tema penindasan kali ini adalah pel%#ehan se%$ual?! Oh tidak, ini yang paling tidak ku inginkan.
Aku mencoba meronta, melepaskan diri darinya dengan menginjak kakinya. Seakan dia bisa membaca gerakanku, dia pun menghindar dan memutar tubuhku menghadap dirinya.
Dia meraih tengkuk leherku dengan tangan kirinya dan mengunci kedua tanganku dengan tangan kanannya. Sial aku sulit bergerak, dia meng%sap leher seperti vampir. Ini pertama kalinya bagiku, terasa menyakitkan dan aku membencinya.
Tiba – tiba pintu terbuka, mataku terbelalak terkejut melihat seorang pria dewasa yang ku kenal. Dalam posisi tubuh yang tak beruntung seperti ini, aku menatap kak Ryota ada di depan pintu. Mata kami saling memandang dengan penuh keterkejutan.
“Chiyo…” panggilnya memastikan.
Sontak Kawaki melepaskan ku dan berbalik ke arah kak Ryota. Suasana menjadi canggung, Kawaki mempersilahkan kak Ryota masuk seorang diri. Kawaki duduk dengan santai sambil mengalungkan salah satu tangannya ke pundakku.
“Aku lupa dengan pertemuan kita, aku mohon maaf menyambut mu ditempat ini. Harusnya kita berbicara di tempat yang lebih tenang” kata Kawaki.
“Tak apa, tapi aku lebih terkejut lagi dengan keberadaan gadis yang ku kenal disini” jujurnya.
“Kak…aku, sebenarnya” aku mencoba menjelaskan tapi terpotong dengan cengkeraman tangan Kawaki ke pundakku.
“Maaf kalau dia mengganggumu, dia adalah mainanku yang sedang bersenang – senang denganku malam ini” kata Kawaki.
“Oh, berarti seharusnya aku yang meminta maaf telah mengganggu kalian berdua. Sebaiknya aku pamit kalau begitu, kita bisa berdiskusi di lain waktu” jawab kak Ryota dengan sopan dan tenang.
“Jangan, biarkan dia saja yang pergi. Urusan kita lebih penting ketimbang gadis ja%@ng ini” tambah Kawaki sembari memintaku untuk keluar.
Diluar di tengah hiruk pikuk club malam, Uta menghampiriku.
“Kawaki memintaku untuk mengantarkan mu pulang” katanya.
Saat di basement, aku ragu untuk pulang bersama Uta.
“Bolehkah aku menunggu seseorang sebentar, ada hal yang harus ku jelaskan kepadanya” kataku di depan pintu mobil.
“Siapa?” tanya Uta.
“Kak Ryota” jawabku.
Sekitar dua jam aku menunggu di depan pintu lift basement dengan penuh rasa cemas. Turunlah kak Ryota dengan wajah tenangnya.
“Bisakah kita bicara?” tanyaku.
“Mau bicara tentang apa?” tanyanya balik dengan tatapan sinis kepadaku.
“Ini tentang apa yang terjadi di dalam sana” kataku.
“Tidak ada yang perlu di jelaskan, aku tidak peduli. Aku hanya merasa adikku terlalu bodoh memilih gadis sepertimu” katanya.
Dia mengacuhkanku berjalan kearah mobilnya. Aku pun menghadangnya di depan pintu mobilnya.
“Percayalah ini tidak seperti apa yang kakak pikirkan, sesungguhnya aku tidak ada hubungan apapun dengan Kawaki” jelas ku.
“Memangnya apa yang aku pikirkan? Tentang kamu dan Kawaki sama sekali aku tidak mau tahu. Aku hanya memikirkan adikku yang bodoh itu. Lebih baik jauhi adikku mulai dari sekarang” kata kak Ryota.
“Sungguh aku dan Hiroshi memilki perasaan yang sama, aku tidak membohonginya. Aku akan segera menyelesaikan masalahku dengan Kawaki, biar tidak ada kesalahapahaman” tambahku.
“Bersenang – senang tidaklah harus menggunakan perasaan, kamu masih sangat muda pikirkan baik – baik hidupmu sendiri. Jangan coba seret Hiroshi menuju kehancuran, biarkan dia meraih masa depannya tanpa gangguan. Menurutmu dengan siapa kamu bermain sekarang, Kawaki bahkan tidak akan melepaskan mu dalam keadaan hidup” tegas kak Ryota.
“Itu…” aku mulai berpikir.
Kak Ryota mendekat padaku, lalu berbisik padaku.
“Adikku memang terlalu naif dalam menghadapi hidup, ternyata sekarang aku sadar dia belajar dari siapa. Jangan terlalu naif menanggapi hidupmu, Kawaki adalah bom atom yang akan menghancurkan hidupmu. Jangan coba mengajak adikku masuk kedalamnya” bisiknya.
Lalu masuk ke dalam mobil dan pergi bersama supir pribadinya.
Aku terdiam, Uta menghampiriku.
“Darimana kamu mengenal Ryota Fujihara, dia kan anak konglomerat keluarga Fujihara yang menguasai tempat wisata di Hokkaido?” tanya Uta.
“Kamu tidak perlu tahu, aku kita pulang” jawabku acuh.
Di mobil Uta mengoceh mengenai kekalahannya melawanku saat itu, intinya dia merasa sangat dipermalukan dan bla – bla – bla…
Aku hanya bisa diam tidak menanggapi, masih mengingat sorot mata penuh amarah kak Ryota kepadaku, yang dari tadi dia tahan. Meski bahasa tubuhnya sangat tenang, dengan nada bicara yang tenang namun semua kata – katanya adalah tekanan.
“Hei Uta, ada hubungan apa Kawaki dengan kak Ryota?” tanyaku.
“Owh itu, aku tidak tahu. Tapi keluarga Fujihara sejak dari dulu menjadi partner bisnis klan Endo yakni keluarga Kawaki” jawab Uta.
Apakah semua ini adalah rencana Kawaki? Mungkinkah dia tahu hubunganku dengan Hiroshi?.
Kak Ryota adalah anak pertama dari keluarga Fujihara yakni kakak pertama Hiroshi. Dia adalah tipikal pria yang ambisius dan dingin, saat ini dia digadang – gadang menjadi penerus bisnis Fujihara. Salah satu sosok yang membebani Hiroshi sejak kecil, karena kesempurnaan kak Ryota membuat Hiroshi harus berjuang sangat keras untuk diakui oleh orang tuanya.
Dengan kejadian malam ini, aku tak ingin membebani Hiroshi. Aku tahu apa yang dikatakan kak Ryota sebagian besar adalah benar. Lantas langkah apa yang harus aku lakukan?.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
JAME ALONE
seru banget...good bro
2023-08-18
2