Aku yang sedari tadi di rangkul si vampir dan kini bisa ku sebut Kawaki sesuai namanya yang kudapatkan, tak bisa berkutik hanya duduk mematung.
Kain yang biasanya melekat di leherku untuk menggendong jemariku yang patah di gips diatas dada, sudah dibuang olehnya. Ku pandangi tangan kananku, meratapi nasib bukanlah style ku.
Ku Beranikan diri berbisik ke telinga kirinya “Aku ingin ke toilet”.
Dia merespon, lalu meneriaki laki – laki berambut coklat yang ter kuncir duduk diujung sofa dekat dari pintu keluar. “Hei Uta…antarkan gadis ini ke toilet, jangan sampai kabur!”.
“Baiklah, tenang saja akan ku pastikan dia aman” sahut laki – laki itu yang bernama Uta si berambut coklat.
Kawaki melepaskan rangkulannya, aku pun beranjak berdiri dan berjalan ke arah pintu yang sudah ditunggu oleh Uta.
Saat keluar aku melihat sekeliling, jelas ini salah satu club malam yang ada di Hokkaido. Aku harus memastikan dimana aku berada, untuk bisa meminta pertolongan. Kami melewati hiruk pikuk orang yang sedang minum dan berjoget sembari menikmati music yang diputar oleh seorang DJ yang ada sudut bawah lantai dansa.
Uta menarik ku, “Berjalanlah cepat, jangan pura – pura seperti siput. Bukankah larimu cukup kuat saat malam itu. Kalau bukan Kawaki yang menemukanmu, pasti kamu sudah kami gilir”.
Ingin sekali ku menampar mulut busuknya itu, tapi aku mencoba untuk tetap tenang.
Di Lorong menuju toilet beberapa wanita memperhatikanku dan Uta yang berjalan menuju toilet perempuan yang ada diujung lorong berpintu warna merah.
“Wah siapa dia, sepertinya produk baru”.
“Ini yang dibawa Kawaki, katanya mainan barunya”.
“Ternyata tak sepolos dugaanku, tapi wajahnya lumayan cantik”.
Beberapa wanita mulai berbisik membicarakanku, Uta hanya fokus berjalan sambil menarik ku yang ada dibelakang.
Seorang wanita menghampiri Uta dan bertanya, “Hei Uta, siapa dia?”.
“Dia mainan Kawaki, jangan ganggu dia kalau tidak mau bermasalah dengan Kawaki” jawab Uta.
Sesampai di depan pintu, Uta pun menyuruhku masuk sambil mengancam “Jangan lama – lama, dan jangan coba – coba untuk kabur”.
Aku hanya mengangguk dan masuk…
Di toilet aku berjalan mondar – mandir mencari cara untuk meminta pertolongan dan melarikan diri.
Tiba – tiba ada seorang wanita berpakaian sexy berwarna silver dengan rambut pendek sebahu keluar dari bilik toilet paling ujung. Dia menatapku sembari mencuci tangan, dia melihatku dari cermin besar yang ada di wastafel tepat di depanku berdiri.
“Aku tidak pernah melihatmu, kamu anak baru?” tanyanya.
Aku menatapnya lalu memegang kedua tangannya “Bolehkah aku meminjam ponsel. Ini penting, ponselku ketinggalan di rumah”.
“Baiklah, sepertinya kamu dalam masalah” katanya sambil mengeluarkan ponselnya.
Aku pun langsung menghubungi Hiroshi…
“TUTTT….TUUUT….TUTTT…” suara nada sambung dimana Hiroshi tak mengangkatnya.
Alhasil aku mengulang sekali lagi menghubunginya.
“Hallo…siapa ini?” terdengar suara Hiroshi mengangkat telephone.
“Akhirnya, ini aku Chiyo. Dengarkan aku, disini sangat berisik. Aku berada di salah satu club malam di Hokkaido, panggil polisi kesini. Aku diculik, panjang ceritanya tapi cepatlah”.
“Apa!!!...Hokkaido luas, di mananya?”.
Aku pun bertanya pada wanita yang ada di depanku, “Boleh aku tahu ini dimana?”.
“Kamu gila ada yang menculik mu kesini, siapa memangnya?. Sampai harus membawa polisi, kalau bosku tahu nanti aku bakal dihabisi dia” wanita ini malah mencemaskan dirinya sendiri.
“Tenanglah, tidak akan ada yang tahu. Aku janji” kataku.
“Club malam King X-Golden di Kawasan Sapporo” katanya.
“Hiroshi apakah kamu dengar dan cepatlah datang” kataku sembari menutup telephone.
Wanita itu mengambil ponselnya dan berkata “Jangan menyeret ku kedalam masalah”.
Lalu dia berjalan meninggalkan toilet dan keluar agak tercengang melihat Uta yang berdiri di depan pintu toilet dengan beberapa wanita.
Agar tak ketahuan, aku pun memperlama waktuku di toilet hingga beberapa wanita bergantian keluar masuk.
Sekitar setengah jam lebih, Uta menggedor pintu “Hei apa yang kamu rencanakan didalam toilet, cepatlah keluar!”.
“Iya…iya…bawel sekali mulutmu seperti mulut perempuan, aku ini sembelit jadi agak lama di toilet. Maklumlah kan aku masih pasien rumah sakit, jadi semua dalam tubuhku belum normal termasuk pencernaan ku” jelas ku sembari membuka pintu.
Uta pun menarik ku untuk bergegas kembali ke ruangan tadi, tempat dimana mereka berkumpul adalah ruangan VVIP yang tersembunyi di club ini. Tak sembarangan orang bisa masuk kecuali pelanggan VVIP. Aku harus mencari keributan agar bisa keluar dan berbaur dengan pelanggan umum lainnya sebelum polisi tiba.
Sesampainya di ruangan, aku baru saja tiba di depan pintu yang dilempar dengan gelas kaca yang cukup tebal oleh Kawaki “PYARRRRR….!!!!”. Untung meleset, setidaknya aku bisa menghindar, Uta yang berada di sampingku kaget nampak raut wajahnya ketakutan.
“Ka..wa..ki” ujarnya sembari berjalan pelan menuju tempat duduknya.
“Bukankah kita sedang berpesta, tidak seru bila tak ada tamu agung kita. Kemarilah Chiyo…rayakan bersama” katanya sambil melambaikan tangan kepadaku.
Aku hanya bisa menelan ludah, temperamennya tak sama dengan ekspresi datarnya. Perlahan aku melangkah kan kakiku ke arahnya, di ruangan itu semua menatapku dengan penuh keheningan. Sepertinya mereka tahu seperti apa perangai tuan muda mereka. Aura menakutkan dalam dirinya seakan bisa membinasakan semua orang.
Aku duduk disebelahnya, lantas dia menyodorkan gelas yang terisi penuh alcohol kepadaku.
“Minumlah…kita rayakan hari ini kepulanganmu dari rumah sakit” mintanya seraya menarik tangan kiriku untuk memegang gelas.
“Aku tidak bisa meminumnya, karena aku belum pernah meminumnya” tolak ku lirih dan menepis gelas tersebut.
Dia meremas pergelangan tanganku bekas jarum infus dengan jemari tangan kirinya. Aku hanya bisa diam dan menundukkan kepala, mencoba berpikir untuk langkah selanjutnya.
Dia terus menatapku lalu meminum setengah dari alcohol yang ada di gelas itu yang ada ditangan kanannya.
“Apa kamu takut aku racuni?” tanyanya sembari meletakkan gelas tersebut dan beralih memegang rahangku dengan tangan kirinya.
“Bukan begitu, aku belum cukup umur untuk meminum alcohol” jawabku menatapnya dengan jujur.
“Begitu ya…wah tamu agung kita ternyata masih di bawah umur. Sangat menarik, haruskah aku memesan susu untuk membuatmu lekas tumbuh menjadi wanita dewasa?” tanyanya yang masih memegang rahangku dengan erat. Lalu melepaskan ku dan meraih rambutku menariknya, dia melempar ku ke atas meja. Setengah tubuhku tersungkur terbaring di atas meja kaca, ditonton semua orang “PRANGGGGGG……!!!!”.
Makanan dan minuman berhamburan tumpah dan jatuh yang sebelumnya berada di atas meja. Ini gila dia mulai mengamuk, aku bisa mati. Berpikirlah Chiyo…dengan sekuat tenaga aku mencoba mencari cara.
Kawaki lantas berdiri dari tempat duduknya dan berdiri diatas meja kaca dimana tubuhku terbaring sekarang. Lantas dia menginjak kepalaku dengan posisi tubuhku miring ke arah kiri. Nampak di hadapanku adalah si dagu lancip mencoba memalingkan wajah, saat ku tatap tajam.
Percuma aku berteriak, dentuman music menguasai segala penjuru bangunan ini. Aku harus melawan, dengan sisa tenaga yang sejak dari tadi ku simpan. Ku pegang erat kaki kirinya yang terbalut sepatu sport bertali itu. Lantas ku lepaskan tali sepatunya dan menyingkirkan kakinya dari kepalaku. Dia terjungkal dan aku mencoba berdiri.
Begitu sigap aku meraih botol di ujung meja dan memecahkannya “PYARRRRR…!!!”. Botol yang pecah dan kini begitu runcing ku coba untuk menyodorkan ke semua yang ingin menangkap ku.
“HA…HA…HA…!!!” dia tertawa, serius dengan situasi seperti ini dia tertawa si wajah datar itu.
“Chiyo…kamu semakin menggemaskan, maafkan aku tak bisa mengontrol diriku untuk tertawa melihat tingkah lakumu. Kenapa tidak sejak dari tadi membuat pertunjukan seperti ini, biar tidak membosankan” sindirnya membuatku tak habis piker kalau dia memancing keberanianku sedari tadi.
“Omong kosong, siapa yang ingin memamerkan pertunjukkan kepadamu. Aku akan mengakhiri yang kamu sebut pesta ini” kataku seraya berlari kearah pintu. Tapi dua laki – laki kembar dan keduanya memiliki tato di bagian leher & beralis tebal menghalangiku. Mereka berdua memang tak banyak bicara daripada yang lainnya, tapi melihat cara mereka menyusul ku ke depan pintu. Tubuh mereka bergerak cepat dan satu sama lain saling memberi kode.
“Minggir…” kataku.
“Acara ini belum selesai, tetaplah disini” kata salah satu laki – laki itu yang berambut orange.
“Kawaki menunggumu… kamu bukanlah tandingannya” tambah laki – laki satunya lagi berambut kuning.
“Tapi aku yakin masih bisa kalau berduel dengan kalian berdua” kataku seraya mencoba menyerang dengan melayangkan tendangan kearah berambut orange. Keduanya dengan sigap saling mengcover satu sama lain.
Tak bisa dihindari aku pun harus bertarung melawan si kembar beralis tebal itu, sedangkan Kawaki menonton sambil merokok dan duduk di sofa.
Hantaman demi hantaman mengarah padaku, tapi aku tak bisa membalas menghantam karena tanganku cidera. Aku hanya fokus pada tendangan demi tendangan dan bertahan atas serangan. Sial keduanya seperti robot yang disetel seirama. Tak ada celah untukku mengambil alih menyerang.
Disisi lain diantara para penonton yang duduk di sofa, Asahi membisikkan sesuatu kepada Kawaki. Lalu Kawaki berdiri dan berteriak “Berhenti!!!”.
Di buangnya puntung rokoknya, dan menghampiriku sedangkan kedua alis tebal itu berjaga di pintu keluar. Aku harus memaksa keduanya untuk tidak menghalangiku, tapi lemparan gelas ke arahku seketika menghentikan gerakanku.
Aku menoleh kearahnya… “Apakah dia akan membunuhku sekarang?! Gawat!” jeritku dalam hati.
Dia mencengkeram leherku, menyudutkan ku ke tembok “Kamu melapor ke polisi, lantas menurutmu selesai setelah mereka datang. Ini pestaku, tak ada satu pun yang berhak mengusikku”.
“Le…pas…kan, kamu akan tertangkap” sahutku mencoba melepaskan cekikannya.
“Begitukah, sepertinya bius yang disuntikkan padamu membuatmu berkhayal. Bangunlah, tak akan ada satu pun yang bisa menangkap ku” dengan percaya diri dia mengatakannya.
Kemudian semua berkemas, dan dia memikul tubuhku secara paksa di bahunya.
“Lepaskan aku! Dasar bren%$sek!!!” teriakku.
Hiroshi ku mohon datanglah segera, sepertinya ini tak semudah yang ku bayangkan.
Ternyata ada jalan rahasia menuju pintu belakang mengarah ke basement.
Kawaki membuka bagasi mobil sedan berwarna merah. Asahi memberi tali dan kain untuk menyumpal mulutku dan mengikatku. Dimasukkannya aku ke bagasi dan berkata “Kamu adalah mainanku, jadi tak ada satu pun yang bisa menolong mu”.
Sial… apakah aku akan berakhir seperti ini…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments