POV KAWAKI (sudut pandang Kawaki)
Malam itu…
Aku dan anak – anak lainnya berjalan – jalan menyisir Sapporo dengan mengendarai mobil.
Satu mobil bersama Hotaru dan Hatori, dengan sedan sport sewaan kami berkeliling Sapporo menghirup udara Hokkaido. Setelah survey dan mengatur strategy yang telah kami lakukan berminggu – minggu untuk menaklukkan klan Aihara.
“Kawaki… bagaimana kalau kita nikmati pantai malam ini?” tanya Hotaru yang sedang menyetir di depan.
“Terserah kalian saja” jawabku singkat, sembari melihat keluar jendela pemandangan malam itu.
Setibanya kami di pantai Sapporo, seorang gadis menabrak Jiro.
Jiro tukang iseng menggodanya dan mulai mengganggunya, tapi teman gadis itu sangat angkuh. Menarik, aku hanya mengamati tindakannya sembari merokok di belakang rombongan anak – anak.
Ternyata gadis itu cukup mengesankan dia mencoba melawan dan kemudian melarikan diri, sepertinya aku merasa dia cukup manis. Semua mengejarnya, tapi aku punya cara singkat untuk menemukannya.
“TAP… TAP… TAP” aku berjalan santai menuju kedai, nampak dari kejauhan gadis itu berjalan mengarah kepadaku sembari memegang ponsel miliknya.
“Kamu…” dia pun terkejut melihatku nampak retina matanya membesar. Aku pun memberinya pelajaran dengan menjambak rambut panjang, lurus dan hitam yang terurai itu. Dia tak bergeming, sepertinya dia bukan levelku untuk berduel.
“Aaaa… sakit, tolong…!!!” dia berteriak meminta tolong di suasana jalan yang begitu sepi. Sangat disayangkan itu hanyalah teriakan keputusasaan.
Aku pun menjatuhkan rokokku, dan mulai menyerangnya dengan tendangan di bagian perutnya. Dia tersungkur di trotoar, jemarinya yang kurus itu masih memegang ponsel. Aku pun menginjaknya, dan melempar ponsel miliknya ke tengah jalan.
Nampak dia merintih kesakitan sambil memegangi tangannya, tapi tatapan matanya sangat menggangguku sedari tadi. Matan indahnya itu menatapku dengan begitu berani. Tak ada yang pernah berani menatapku seberani itu, benar – benar gadis angkuh.
Aku berjongkok memperhatikannya yang terkulai tak berdaya, ku ambil rokok di dalam hoodie dan menyalakannya. Kenikmatan menghisap rokok dan membuang asap rokok kearah wajah angkuhnya. Terdengar suara dari ponsel di tengah jalan itu, “Chiyo… kamu dimana, jawab aku… ku mohon jawab aku”.
“Namamu Chiyo?” tanyaku padanya.
Tapi dia tak menanggapi hanya terdiam dan menatapku tajam, sangat manis.
“Tadi bisa berteriak, sekarang pura – pura bisu. Apakah aku harus merobek mulutmu?” tanyaku sekali lagi.
“Apa maumu?” tanyanya balik dengan begitu berani.
“Aku suka matamu benar – benar indah, tatapanmu sangat berani. Tak ada yang berani menatapku seperti itu, haruskah aku mencongkel kedua bola matamu untuk kenang – kenangan?” tanyaku sekali lagi, sangat menyenangkan untuk menggodanya.
Tiba – tiba ponselku berdering, ah sial dari Asahi.
“Hei Asahi, ada apa?” tanyaku.
“Tuan Muda, kita sudah menemukan titik pemasok alcohol untuk semua bar milik klan Aihara. Malam ini bisa mulai untuk kita kuasai sesuai rencana” jelasnya.
Strategi untuk menutup pasokan alcohol yang menjadi salah satu point penting dari semua bar dan club malam milih klan Aihara sudah dimulai.
Aku pun meninggalkan gadis itu seorang diri disana, tapi dia sudah ku tandai.
Aku bergegas untuk melancarkan serangan, semua tim mulai beraksi.
Sampai di Pelabuhan ujung Hokkaido, kami melancarkan serangan ke pemasok. Seorang tua bangka bertubuh pendek dengan kulit sawo matang, berwajah bundar adalah bos besarnya.
“Aku ingin kamu menghentikan memberikan alcohol untuk klan Aihara” perintahku.
“Itu tidak mungkin, kami sudah sejak lama bekerja sama dengan klan Aihara” jawabnya.
“Akan ku berikan ladang yang lebih luas di Kanto, sebagai gantinya” aku pun memberikan penawaran.
“Kami tidak goyah, hubungan yang terjalin sudah cukup lama. Anak ingusan sepertimu, bukanlah tandingan klan Aihara” remehnya.
“Kepa%@t!!! Hei... kamu belum tahu dengan siapa kamu berbicara!” Uta pun marah mendengarkannya.
“Tenanglah Uta” aku mencoba menenangkannya.
“Kalau kamu masih sulit untuk diajak bernegosiasi, maafkan aku apabila aku harus menghanguskan pabrik utamamu yang berada di Hokkaido” tegas ku.
“HA…HA…HA…Kami tidak akan gentar” tawanya memulai pertikaian.
Pembantaian pun tak terhindarkan, aku pun mengerahkan semua anak buahku untuk mengambil alih pabrik. Aku pun berduel dengan si tua bangka berwajah bulat itu, seorang pria bertubuh tegap dan tinggi mencoba mencegahku.
“Hei… jangan coba menghalangiku” kataku.
“Lawan aku, kamu tak akan bisa menyentuh tuanku” katanya.
Kami pun berduel dengan sengit, aku menggunakan dua pisau kecil dan terus menyerang. Melihat kesigapannya dalam bertahan. Sangat mudah membaca gerakannya, aku pun menggores kaki dan bahunya. Dengan langkah berputar kearah ke belakang tubuhnya, langsung seketika menghujamkan pisauku kearah leher.
“Selamat bersenang – senang” kataku langsung menggorok lehernya hingga hampir putus.
Darahnya muncrat menyiprat ke sebagian wajahku, sial membuatku kotor.
“Sisanya tinggal si tua bangka” gumamku sembari menatapnya tajam.
Ditengah perkelahian antar kelompok, si tua bangka itu mengeluarkan senapan dan menghujaniku peluru. Aku pun mencoba menghindar hingga semua isi pelurunya habis…
“OK…saatnya aku memberinya salam perpisahan, 1…2…3” kataku sembari menatap tajam kearahnya yang kehabisan peluru. Aku tak akan meleset, ku lempar kedua pisauku kearahnya dengan titik fokus tinggi. Tepat mengenai dadanya menembus jantungnya dan lehernya menembus tenggorokannya.
“Sempurna…” gumamku dalam hati.
Dia pun tumbang, terkapar mati tak berdaya.
Mayat yang bergelimpangan dan sebagian anggota kelompoknya melarikan diri, pembakaran masal pun dimulai. Bak kembang api yang indah, betapa menakjubkan api yang berkobar.
“Asahi, bakar sekarang cabang pabrik mereka di sekitar Hokkaido” perintahku via telp.
“Baik, Tuan Muda” jawabnya.
“Asahi setelah itu, aku minta selidiki seorang gadis bernama Chiyo” perintahku sekali lagi.
“Baik” jawabnya lalu menutup telephone.
Rasanya aku bisa bersenang – senang dengan misi kali ini, bersama gadis itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments