Setibanya ibu dan ayah pulang dari Osaka, seperti biasa mereka sibuk mengelola produksi kue. Apalagi ada promo produk baru, aku pun membantu membawa flyer ke sekolah memberikan kepada teman – temanku. Aku juga sudah posting di social media melalui laptop, huft karena ponselku di buang oleh Kawaki.
Flash On…
Malam menuju gudang tempat lokasi Keiji dan Megumi di sekap, aku duduk di sebelah Kawaki yang sedang menyetir.
“Berikan ponselmu” kata Kawaki tiba – tiba.
“Buat apa?” tanyaku heran.
“Berikan saja” perintahnya.
Aku pun mengambil ponselku dari saku jaketku, dan memberikan kepadanya. Lantas dia langsung membuang ponselku dari pintu kaca mobil yang dibukanya.
“Kenapa kamu buang?!” tanyaku kesal.
“Kamu tidak membutuhkan itu” jawabnya ketus sembari menaikkan kecepatan laju mobil yang dikendarainya.
"Sebelumnya kamu juga melempar ponselku ditengah jalan, kini malah membuangnya sembarangan di jalan! Apa sih maumu?" tanyaku histeris merasa dia benar - benar semena - mena.
Namun Kawaki tetap fokus ke depan melihat jalan tanpa menghiraukan ucapanku. Cih... menyebalkan.
Flash Off…
Setibanya di sekolah, benar – benar menyenangkan bertemu teman – teman. Aku satu kelas dengan Megumi. Dia duduk di baris kedua dari depan dan duduk di sebelahku, aku duduk di dekat jendela.
“Chiyo… bagaimana dengan keadaanmu?” tanya Megumi.
“Baik, tenanglah Megumi. Aku bisa menghadapi si bre%$ek itu” jawabku menenangkan.
“Kamu yakin?” Megumi ragu.
“Yakin, sudahlah jangan terlalu diambil pusing. Bagaimana denganmu?” tanyaku balik.
“Aku baik, kamu sudah menghubungi Hiroshi? Dia menchatku bertanya tentang kabarmu, aku jawab kabarmu baik. Dia bilang masih tidak bisa menghubungimu, saat dia mencoba menelpon ke rumahmu pun hanya ibumu yang menjawab” katanya.
“Mungkin aku tertidur, aku juga belum membeli ponsel baru karena ponselku hilang” kataku berbohong.
Pelajaran pun dimulai…setelah pak guru Satoshi datang.
Sepulang sekolah, aku mendapati si rambut kuning berjongkok di sebelah motor cross sambil merokok di ujung jalan.
“Hei… Chiyo, mau makan ke cafe baru dengan kami?” tanya Megumi yang berjalan bersama Ino dan Surume.
“Baiklah, kita rayakan masa penyambutan hari pertama masuk sekolah!” jawabku penuh semangat dan menggiring semua berjalan cepat mengacuhkan si rambut kuning.
“Yeah! Bersiaplah untuk hari – hari membosankan di tahun terakhir sekolah” tambah Ino sembari merangkulku.
Kami begitu menikmati bercengkrama dan bercanda dengan makan cake yang super cute dari cafe tersebut.
“Kalian ngerasa laki – laki berambut kuning di seberang meja kita, selalu mengarahkan pandangannya ke kita?” tanya Surume sambil berbisik dengan mendekatkan wajah kami.
“Apakah dia tertarik pada salah satu diantara kita?” tanya Ino.
“Sepertinya dia lelaki mesum, sudahlah jangan ditanggapi” hasutku mencoba menjauhkan mereka pada si rambut kuning itu.
“Benar” sahut Megumi mencoba membantu.
Hingga sesampainya aku di depan toko kue “MOMO MICHI”, si rambut kuning membuntuti ku. Aku pun berjalan menghampirinya.
“Hei rambut kuning, apa maumu?” tanyaku kepadanya yang masih terduduk di atas motor.
“Aku hanya ingin memastikan kamu tidak kabur” katanya.
“Aku tidak akan kabur, bilang ke si bre%$ek Kawaki” jelas ku.
“Hei… kenapa kamu sesantai itu kepada Kawaki, apakah kamu tahu posisimu sedang tidak aman?” tanyanya.
“Kenapa, memangnya harus bagaimana? Takut? Tidakkah kamu menjadi saksi hidup dimana aku disiksa oleh Kawaki? Merasa takut pun tidak akan menolongku, melawannya pun aku tahu tidak akan menang tapi aku tidak ingin menyerah dengan mudah untuk selalu ditindas” tambahku.
“Berhati – hatilah, aku mengatakan ini untuk kebaikanmu” katanya.
Tiba – tiba aku dikejutkan dengan kedatangan Miyaki dari arah belakang.
“Hei Chiyo…dia temanmu, ya ampun Harajuku sekali stylenya. Rambutnya kuning benar – benar lucu, ayo mampirlah ke toko kue kami. Aku akan memberi kue gratis untukmu, jangan sungkan…ayooo” dengan penuh semangat Miyaki mengajak dan menarik si rambut Kuning.
“Astaga…Miyaki, dia bukan temanku. Seenaknya saja memberi kue gratis untuknya!” teriakku tapi tidak di gubris olehnya.
Jelas sekali si rambut kuning cukup canggung duduk di depanku.
“Kamu tidak akan memberikan racun kepadaku kan?” tanyanya.
“Aku tak segila itu, di toko kami tidak jual racun. Awas saja kamu mulai menyebarkan rumor tak jelas” jawabku kesal dengan memangku tangan di dada.
“TARRAAAAA….selamat menikmati, ini adalah kue buatan Hitachi hari ini. Aku jamin enak, dan ini adalah teh buatanku dengan penuh cinta. Ngomong – ngomong siapa namamu?” begitu ramahnya Miyaki menyajikan beberapa potong kue manju dan secangkir teh kepadaku si rambut Kuning.
“Namaku Hatori” jawabnya pelan.
“Aku saja baru tahu namamu” celetukku.
“Hei…Chiyo, masa teman sendiri nggak tahu namanya?. Bertemanlah dengan baik, baiklah kalau begitu Hatori selamat menikmati” tambah Miyaki sembari menepuk bahu si rambut kuning lalu meninggalkan kami berdua.
“Makanlah, itu enak aku jamin” kataku.
Dia pun mengangguk dan mulai memakannya.
“Hmmm…ini enak, aku suka rasanya. Baru kali ini, aku makan kue seperti ini” response Hatori cukup heboh padahal kalau ketemu dia sangat jaim.
“Semua kue disini, enak…” tambahku.
“Benarkah? Aku akan membeli beberapa untuk Hotaru” katanya sambil mengunyah makanannya.
“Sulit di percaya, ternyata tidak hanya alismu yang lucu. Sikapmu juga sangat lucu” gumamku sembari tersenyum menatapnya.
“Hei Hatori, sejak kapan kamu kenal Kawaki?” tanyaku.
“Sejak SMP, kami satu sekolah. Dia anak yang cerdas dan kuat, banyak yang mengagumi dan takut kepadanya” jawabnya.
“Kenapa kamu ingin bergabung dengannya, bukankah dia menakutkan?” tanyaku.
“Waktu Hotaru di bully oleh anak sekolah lain, di saat itu aku masih kelas 1 SMP tak bisa melakukan apapun. Dia dikeroyok 10 orang hingga hampir mati. Namun Kawaki yang lewat waktu itu, menghabisi semuanya. Tanpa mengatakan apapun, Kawaki menggendong Hotaru hingga ke rumah sakit. Sejak saat itu, aku ingin menjadi kuat sepertinya dan berteman dengannya” dia bercerita dengan mengingat masa lalunya.
“Jadi yang membuatmu kuat adalah dirinya?” tanyaku kembali.
“Bisa dibilang begitu, kami berlatih bersama dan bertarung bersama. Kawaki hidup penuh dengan tekanan dari ayahnya, bagai pedang yang di tempa terus menerus dibuat sedemikian rupa untuk menjadi senjata terbaik bagi Samurai” jelasnya.
“Apakah Kawaki benar – benar seorang Yakuza?” tanyaku menyelidik.
“Menurutmu bagaimana? Aku berharap kamu tidak banyak tahu, semakin kamu banyak tahu itu akan membuatmu tidak aman. Aku tidak tahu kenapa Kawaki menginginkanmu, tapi yang jelas Kawaki seperti bom waktu. Ingatlah itu” dia pun menasehati kui dengan tatapan yang dalam.
Setelah berbincang dan menghabiskan kuenya, Hatori memborong kue dengan begitu heboh.
“Kamu yakin akan memakan semuanya bersama Hotaru?” tanyaku heran dengan bungkusan kanan kiri yang dia tentang di tangan kanan kirinya.
“Pastinya, kamu tidak boleh mengatakan kue milikmu enak kepada Jiro. Itu sangat beresiko” katanya.
“Kenapa?” tanyaku makin heran.
“Pokoknya tidak boleh, aku akan pergi sekarang. Tetaplah di rumah, jangan kemana – mana. Berhati – hatilah” kata Hatori sembari berjalan keluar dari toko.
Nampak dia sangat bahagia dengan banyaknya bungkusan kue yang dia pegang. Padahal dia naik motor, bagaimana dia membawanya. Sudahlah…itu bukan urusanku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
JAME ALONE
Seru...seru...
2023-08-18
3