Bab 17 Sinyal-Sinyal Kebohongan

Mas Danang membeku di tempatnya aku tahu laki-laki itu.

Handphone Mas Danang yang ada di atas nakas aku banting hingga mati. Semua itu aku lakukan agar Mas Danang tidak bisa menghubungi Siska, Aku tidak ingin kedatangan ku lusa di ketahui oleh sepupuku itu. Aku ingin memberikan kejutan untuk anak bibi ku itu.

Suara benda jatuh menyadarkan Mas Danang dari lamunannya.

"Kamu apa-apaan sih? handphone ku kan jadi rusak begini!." Mas Danang mendelik ke arah ku sembari memunguti handphone yang telah terberai.

"Ups, maaf tak sengaja." Enteng saja aku mengatakan kalimat itu sambil berbaring di atas ranjang, lalu membungkus tubuhku dengan selimut tebal.

***

Keesokan hari nya.

Aku beranjak ke dapur setelah melakukan ritual subuh nya. Aku akan membuat sarapan. Kali ini Aku tidak mau di repotkan dengan masak berbagai jenis menu, cukup membuat nsi goreng saja. Dulu aku berusaha untuk menyenangkan Mas Danang dengan memasak berbagai jenis lauk. Namun, pengkhianatan itu membuat ku sudah tidak tertarik untuk menyenangkan hati Mas Danang lagi. Saat ini aku hanya ingin memasak tanpa peduli dengan Mas Danang.

Suara spatula yang beradu dengan wajah kembali memenuhi dapur-ruangan yang dulu menjadi salah satu tempat Favorit ku. Bumbu nasi goreng yang komplit, adanya minyak wijen, kecap manis serta kecap asin dan segala macam rendah dan penyedap membuat aroma makanan menguar memenuhi indra penciuman bagi siapa saja yang menghirupnya, begitu pun dengan Mas Danang.

Laki-laki itu menuju dapur setelah membasuh muka.

"Sayang, masak apa pagi ini? aroma nya harum sekali." Mas Danang menghampiri ku yang sudah duduk manis di depan meja makan dengan seiring nasi goreng. Aku mengedipkan bahu seraya menunjuk ke arah piringnya yang sudah penuh dengan nasi.

"Mau dong Sayang!." Mas Danang menelan ludah sendiri saat melihatku lahan menyantap makanan.

"Ambil sendiri," Aku tidak berminat untuk melayani Mas Danang lagi seperti dulu.

Dengan perasaan dongkol, Mas Danang pun berjalan menuju wajah yang masih ada di atas tungku kompor. Aku tertawa dalam hati karena isinya tinggal sedikit, dia pasti kecewa.

"Sayang, kamu kok tega menyisakan sedikit untuk Mas?." Untuk kesekian kalinya aku membuat kecewa Mas Danang.

"Kalau mau sesuatu itu usaha sendiri. Jangan mengandalkan orang lain."

"Ngomong apa sih kamu, Sayang?." setengah jengkel Mas Danang kembali ke tempat duduknya dengan piring yang hanya tersisa sedikit nasi goreng. Mungkin karena aku menjawab dengan mulut penuh dengan nasi goreng, Mas Danang tidak mengerti apa yang aku bicarakan.

"Kamu mau nasi goreng? aku pikir kamu nggak bangun. Jadi aku buatnya cuman sedikit. Makan aja dulu yang ada. Nanti kalau kurang beli sendiri ke tukang nasi uduk." Tanpa rasa bersalah aku menjawab pertanyaan Mas Danang sebelumnya.

Meskipun dongkol Mas Danang tetap melahap makanan buatanku.

"De kamu tidak lupa kan untuk ngasih sembako pada Ibu hari ini?." Aku mendelik menatap Mas Danang. Lalu tersenyum licik, di dalam otakku sudah tersusun rencana. Aku ingin melakukan sesuatu untuk mereka.

"Mas kemarin kan kamu bilang pada Ibu. Kalau aku sudah lama tidak membuka toko. Artinya sudah lama juga aku tidak dagang. Bukannya aku tidak mau ngasih Ibu belanjaan. Tapi, aku juga butuh uang, Mas. Kamu pasti membawa uang banyak uang kan? gimana kalau kamu bayarin belanjaan Ibu? aku kasih diskon harga murah deh. Setidaknya aku bisa balik modal." aku memasang wajah memelas di hadapan Mas Danang.

Mas Danang yang sedang mengunyah makanan terakhirnya seketika tersedak mendengar permintaan ku. Aku hanya bisa mengulas senyum tipis saat mengetahui Mas Danang yang sedang terbatuk-batuk. Aku kemudian mengulurkan segelas air putih penuh pada Mas Danang. Aku masih punya hati untuk tidak tega membiarkan Mas Danang tesedak terlalu lama.

Belum saatnya kamu mati, Mas! aku belum bisa membalas sakit hati ini.

"Kenapa sih kamu pelit seperti itu? Kamu tidak akan rugi memberikan sedikit belanjaan ibu. Toh, sudah kebiasaanmu setiap bulan, bukan?. Ingat, orang yang banyak sedekah dan beramal itu hartanya akan menjadi berkah. Memangnya kamu tidak mau bersedekah pada Ibuku?." Protes Mas Danang setelah sembuh dari tersedaknya.

Lebih baik aku sedekah pada orang yang benar-benar membutuhkannya Mas bukan pada Ibumu yang masih memiliki simpanan emas oleh saat ini aku tidak ingin lagi bersedekah pada penghianat macam kalian, sudah cukup aku berbuat baik kepada kalian. Aku ingin menjawab demikian, tapi dia sadar belum saatnya membalas seperti itu, bisa bahaya kalau sampai keceplosan.

"Bukan pelit, Mas. Tapi aku butuh duit. Kalau kamu nggak ngasih juga nggak apa-apa sih, toh yang butuh belanjaan itu ibumu. Ada duit aku kasih, nggak ada duitnya ya maaf. Mendingan aku jual untuk orang lain." aku memasang wajah cuek, tangan Mas Danang kembalo menyuapkan nasi yang tinggal satu sendok lagi ke dalam mulutnya.

Mas Danang berdecak kesal mendengar penuturan ku yang sepertinya menyebalkan untuknya. Mungkin dalam hati ia mengumpatku dilihat dari tatapan yang berbeda padaku.

"Aku nggak ada uang, kan kamu tahu gajiku tak seberapa. Lagian kemarin sudah aku kasih ke Ibu satu juta," ketus Mas Danang, mungkin ia tak menyangka dengan perubahan ku yang tiba-tiba.

"Lalu, duit yang ada di dalam dompetmu kemarin? duit istri muda mu?." tanyaku bercanda sembari menyindirnya. Bibir ku tersenyum tipis seraya menatap suamiku yang sebentar lagi akan menjadi mantan.

Aku meneguk segelas air putih sembari melirik Mas Danang. Aku tertawa puas menikmati pemandangan di depannya.

Mas Danang membeku di tempat, mungkin tak menyangka dengan penuturan ku yang tiba-tiba menyebut istri muda.

"Soal 50 juta sepertinya emang aku nggak akan kasih ke kamu, Mas." Aku menatap wajah suaminya yang tampak tegang.

"Ke-kenapa begitu, Sayang? Apa alasannya? padahal Mas kan setuju untuk ikut kamu ke kampung besok." Mas Danang semakin pias, sepertinya ia ketakutan.

Aku terdiam untuk mendukung aktingnya.

"Gimana ya, Mas? Aku ragu denganmu." Aku mendongak melirik ke sana kemari. Wajahku di buat seolah sedang bimbang.

"Ragu? ragu kenapa, Sayang?." laki-laki yang memakai kaus oblong dengan celana kolor itu memandangku dengan perasaan campur aduk.

"Aku takut kamu tidak menepati janji. Aku menangkap sinyal-sinyal kebohongan di sini,"

"Bohong? siapa yang bohong, Sayang?." Mas Danang terbata.

"Ya kamu lah yang bohong. Aku takut setelah menjual rumah kamu tidak lagi sayang dengan aku. Aku takut kamu selingkuh setelah aku tidak memiliki apa-apa?." Aku menunduk, wajahku di tekuk agar semakin menyakinkan Mas Danang.

"Kok kamu ngomong seperti itu, Sayang?." Mas Danang mulai kelabakan, pria itu tidak dapat menyembunyikan kekhawatirannya.

"Soalnya, kamu tega membohongiku saat ini. Bilang tidak punya uang padahal di dalam dompet kemarin kelihatan banyak lembaran merah." Tanpa mempedulikan raut wajah Mas Danang aku meninggalkan meja makan sembari membawa piring kotor bekas makanan ku sendiri.

"Maaf kalau soal itu, sebenarnya bukan bermaksud berbohong padamu, tapi itu uang peganganku," Mas Danang menyusul ku yang sedang mencuci piring di wastafel. Di serahkan piring kotor nya padaku, tanpa menoleh aku menerima lalu membersihkannya sekalian.

Alasan kamu, Mas! Setelah di tegur baru ngomong pegangan. Seandainya tidak aku ungkit kamu tetap akan bungkam. Dasar manusia licik.

Aku membalikkan badan dan menatap Mas Danang dengan seksama.

"Oh pegangan. Aku pikir uang istri mudamu yang sedang kamu pegang. Soalnya lupa dengan jatah bulananku. Kalau gitu, ingatkan belum ngasih aku uang bulanan bulan ini, Aku belum kamu kasih loh, Mas?." Aku menatap Mas Danang dengan tersenyum sumringah, sementara Mas Danang menarik napas berat.

Aku menyimpan piring minimalis di samping tempat cuci piring tersebut. Lalu, mengelap tangan basah dengan lap kering yang sengaja di gantung di sisi wastafel. Kemudian menengadahkan tangan ke arah suamiku itu.

Mas Danang tersenyum kecut. Sejurus kemudian ia mengambil dompet dari balik saku celana kolor nya.

"Berapa? jangan banyak-banyak ya. Nanti aku tidak punya uang lagi untuk ongkos." wajah Mas Danang kecut seketika.

"Aku mau uang satu juta biar sama dengan Ibu." Tanpa basa-basi aku menyebutkan nominalnya.

"Tapi Ibu di kasih belanjaan kan?." Mas Danang menggantungkan sejumlah uang di atas tanganku. Berharap aku itu berkata iya.

Namun, reaksiku di luar ekspetasi Mas Danang. Aku menggoyang-goyangkan jari telunjuk sebagai bentuk penolakan.

"No! No! No! aku tidak mau jatah ku berkurang. Ingat! Mas aku butuh modal. Kalau saat ini saja kamu tidak bisa adil antara aku dan Ibu, lalu bagaimana bisa aku mempercayakan uang 50 juta padamu?." ucapan ku yang terakhir membuat Mas Danang tidak bisa berkutik. Dengan segera ia memberikan sepuluh lembar uang berwarna merah kepadaku.

"Ya deh iyah. Belanjaan Ibu aku yang bayarin. Yuk kita ke toko, mengambil apa saja yang Ibu butuhkan." lagi-lagi Mas Danang pasrah, dia tidak memiliki pilihan lain selain menurut permintaanku.

"Ayo, aku juga sudah kangen dengan toko," Aku berjalan dengan antusias ke kamar mengambil kunci yang ia simpan di dalam dompet.

.

.

.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Sri Isdiyati

Sri Isdiyati

penasaran gimana kl dah ketemu siska

2024-01-24

0

Dimas Satria Wahyu Nugroho

Dimas Satria Wahyu Nugroho

cepetan ketemu mau tau reaksinya

2023-08-12

0

VARA-💕💖ASSYIFA

VARA-💕💖ASSYIFA

lama amat thor ...ketemunya aku sampai bengek lihat danang

2023-08-12

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Suamiku Menikah Lagi?
2 Bab 2 Mencari Bukti
3 Bab 3 Menjadi Suami Seutuhnya
4 Bab 4 Mulai Penyelidikan
5 Bab 5 Memulai
6 Bab 6 Pulang Kampung
7 Bab 7 Menjatuhkan Mental Ibu Maduku
8 Bab 8 Bi Narti Sok Bijak
9 Bab 9 Mencoba Berbicara dengan Mama
10 Bab 10 Vidio
11 Bab 11 Menjalankan Rencana
12 Bab 12 Skenario
13 Bab 13 Bertemu Suami dan Maduku
14 Bab 14 Jual Rumah
15 Bab 15 Dua Manusia Tidak Tahu Diri
16 Bab 16 50 Juta?
17 Bab 17 Sinyal-Sinyal Kebohongan
18 Bab 18 Perjanjian
19 Bab 19 Pulang Kampung
20 Bab 20 Misi
21 Bab 21 Kehebohan di Dapur
22 Bab 22 Kehebohan di Dapur Part 2
23 Bab 23 Pov Riska
24 Bab 24 Rambut Basah
25 Bab 25 Obrolan Di Warung
26 Part 26 Terbongkar
27 Bab 27 Kehebohan di Taman
28 Bab 28 Kata Talak
29 Bab 29 Wejangan Mama
30 Bab 30 Bertemu Mantan
31 Bab 31 Mengenang Masa Lalu.
32 Bab 32 Mulai Panik
33 Bab 33 Wajah yang Tak Asing
34 Bab 34 Tak bisa seperti dulu lagi
35 Bab 35 Ketuk Palu Janda
36 Bab 36 Berita Perceraian Riska
37 Bab 37 Menagih Harta Gono Gini
38 Part 38 Membungkam mulut Narti
39 Part 39 Debat dengan Mantan Ibu Mertua
40 Part 40 Danang Frustasi
41 Bab 41 Tamu Misterius & Fitnah dari Narti
42 Bab 42 Seperti Roller Coster
43 Bab 43 Mempermalukan diri Sendiri
44 Bab 44 Ayah dari kandungan Siska
45 Bab 45 Siapa Dia?
46 Bab 46 Kegalauan Danang
47 Bab 47
48 Bab 48
49 Part 49
50 Part 50
51 Bab 51
52 Bab 52 Sanusi
53 Bab 53
54 Bab 54
55 Bab 55
56 Bab 56 Menjual Kayu Jati milik Narti
57 Bab 57
58 Bab 58
59 Bab 59
60 Bab 60
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
65 Bab 65
66 Bab 66 Penyiksaan untuk Siska
67 Bab 67 Identitas Keynan
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70 Hari pernikahan Riska
71 Bab 71
72 Bab 72
73 Bab 73
74 Bab 74 Obrolan pasutri
75 Bab 75
76 Bab 76
77 Bab 77
78 Bab 78
79 Bab 79
Episodes

Updated 79 Episodes

1
Bab 1 Suamiku Menikah Lagi?
2
Bab 2 Mencari Bukti
3
Bab 3 Menjadi Suami Seutuhnya
4
Bab 4 Mulai Penyelidikan
5
Bab 5 Memulai
6
Bab 6 Pulang Kampung
7
Bab 7 Menjatuhkan Mental Ibu Maduku
8
Bab 8 Bi Narti Sok Bijak
9
Bab 9 Mencoba Berbicara dengan Mama
10
Bab 10 Vidio
11
Bab 11 Menjalankan Rencana
12
Bab 12 Skenario
13
Bab 13 Bertemu Suami dan Maduku
14
Bab 14 Jual Rumah
15
Bab 15 Dua Manusia Tidak Tahu Diri
16
Bab 16 50 Juta?
17
Bab 17 Sinyal-Sinyal Kebohongan
18
Bab 18 Perjanjian
19
Bab 19 Pulang Kampung
20
Bab 20 Misi
21
Bab 21 Kehebohan di Dapur
22
Bab 22 Kehebohan di Dapur Part 2
23
Bab 23 Pov Riska
24
Bab 24 Rambut Basah
25
Bab 25 Obrolan Di Warung
26
Part 26 Terbongkar
27
Bab 27 Kehebohan di Taman
28
Bab 28 Kata Talak
29
Bab 29 Wejangan Mama
30
Bab 30 Bertemu Mantan
31
Bab 31 Mengenang Masa Lalu.
32
Bab 32 Mulai Panik
33
Bab 33 Wajah yang Tak Asing
34
Bab 34 Tak bisa seperti dulu lagi
35
Bab 35 Ketuk Palu Janda
36
Bab 36 Berita Perceraian Riska
37
Bab 37 Menagih Harta Gono Gini
38
Part 38 Membungkam mulut Narti
39
Part 39 Debat dengan Mantan Ibu Mertua
40
Part 40 Danang Frustasi
41
Bab 41 Tamu Misterius & Fitnah dari Narti
42
Bab 42 Seperti Roller Coster
43
Bab 43 Mempermalukan diri Sendiri
44
Bab 44 Ayah dari kandungan Siska
45
Bab 45 Siapa Dia?
46
Bab 46 Kegalauan Danang
47
Bab 47
48
Bab 48
49
Part 49
50
Part 50
51
Bab 51
52
Bab 52 Sanusi
53
Bab 53
54
Bab 54
55
Bab 55
56
Bab 56 Menjual Kayu Jati milik Narti
57
Bab 57
58
Bab 58
59
Bab 59
60
Bab 60
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64
65
Bab 65
66
Bab 66 Penyiksaan untuk Siska
67
Bab 67 Identitas Keynan
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70 Hari pernikahan Riska
71
Bab 71
72
Bab 72
73
Bab 73
74
Bab 74 Obrolan pasutri
75
Bab 75
76
Bab 76
77
Bab 77
78
Bab 78
79
Bab 79

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!