Bab 6 Pulang Kampung

"Ya, Sayang. Aku ingat kok. Tapi sebelum itu terjadi kita harus menyusun rencana dulu. Kalau kita gegabah kita tidak akan menghasilkan apa yang kita inginkan. Semua harus di pikirkan masak-masak kalau mau semua berjalan sesuai rencana kita. Bukankah kamu menginginkan sesuatu dari Riska?."

Emosi yang belum turun kini kembali naik.

Tanpa terasa tanganku mengepal kuat hingga kuku ku memutih. Aku tidak pernah menyangka laki-laki yang terlihat baik itu, ternyata manusia licik! dan bagaimana bisa aku hidup bersamanya selama empat tahun ini?.

Rencana? rencana apa yang sedang mereka susun?.

Ya Allah... kuatkan hamba.

"Oke, tapi ingat kamu jangan lagi pulang ke rumah itu kalau mau bayi ini selamat." Siska mengancam suaminya. Ah, suamiku juga.

Siska telah menjadi pribadi yang berbeda. Dia telah berubah. Suka mengancam dan ambisius. Delapan bulan tidak bertemu membuatku tak lagu mengenali pribadinya. Apa yang melatar belakangi perubahan sikap Siska? Dan apa yang di rencanakan mereka di belakangku?.

"Baiklah. Aku akan mencoba bersabar hingga anak ini lahir. Tapi, kamu harus menepati janji. Ceraikan dia segera setelah semua rencana kita berjalan dengan lancar!."

Merasa sudah cukup bukti. Aku dan Septia pun pergi dari Cafe.

"Aku temani kamu malam ini, ya. Ris? Aku tidak tega membiarkan kamu sendirian dalam kondisi seperti ini." ucap Septia setelah kamu berada di luar gerbang Cafe.

"Bagaimana dengan suamimu? Apa dia mengijinkan?."

Kupandangi wajah khas perempuan Jawa Barat itu. Aku tidak mau gara-gara menemaniku Septia sampai mengabaikan suaminya.

Seorang istri taat pada suami itu hal utama. Dulu, aku memegang prinsip itu. Aku tidak akan pernah pergi atau melakukan sesuatu kalau Mas Danang tidak mengizinkan.

Namun, saat ini aku tidak akan pernah lagi melakukan itu. Karena sebentar lagi aku bukan lagi istrinya. Bagiku saat ini dia bukan lagi suamiku. Seandainya, istri punya kuasa menjatuhkan talak, maka detik ini pun sudah aku jatuhkan talak untuk Mas Danang.

"Kamu lupa kalau suamiku sedang menemani orang tuanya umrah?." Septia menatapku penuh selidik. Aku tersenyum tipis setelahnya.

Mengejek kepikunanku sendiri. Ah, bukan tepatnya mengejek dirinya sendiri yang telah di bodohi oleh orang-orang sekitar.

"Gimana? atau mau tidur sendiri di penginapan? Aku tahu kamu sedang butuh teman untuk berbagi rasa di hatimu." Septia masih setia di sampingku.

Aku terdiam beberapa saat sebelum akhirnya menentukan pilihan.

"Baiklah kalau kamu tidak keberatan," Septia benar. Aku butuh teman untuk berbagai rasa di dalam sini. Aku butuh masukan di saat hati dan otak ini buntu.

Kami pun berjalan pulang. Bukan ke penginapanku, melainkan ke rumah Septia, wanita yang telah menikah dengan duda tanpa anak itu. Dan sampai saat ini mereka belum di karuniai momongan.

Di tengah jalan menuju kediaman Septia, handphone ku berdering. Siapa yang memanggil? dengan cekatan aku merogoh tas cangklong. Lalu mengambil benda canggih tersebut. Bi Narti, mau apa dia? Apakah ibunya Siska mau memberi kabar kalau anaknya telah menikah dengan suamiku? atau memanas-manasi aku bahwa anaknya telah berhasil mengandung benih nya Mas Danang?.

Sebelum menjawab telepon dari Bi Narti, Septia menarik tubuhku menghadap ke arahnya. Sebab di belakang kamu sedang lewat Mas Danang dengan istri mudanya. Handphone kubiarkan berdering hingga mati. Aku tidak boleh mengangkat telepon di depan manusia pengkhianat itu. Sedikit banyak mereka akan mengenali suaraku.

Dadaku berdenyut nyeri saat mata ini menangkap basah pegangan tangan Mas Danang dengan Siska. Mereka terlihat sangat mesra. Aku sakit melihatnya. Biar bagaimanapun Mas Danang masih sah menjadi suamiku. Dan cinta ini masih ada untuknya. Bohong kalau rasa ini mendadak mati. Butuh proses untuk menghilangkan rasa ini.

"Terima kasih, Sayang. Atas traktirannya malam ini, sering-sering lah ngajak aku makan di luar. Biar dede utun nya selalu bahagia." Suara manja Siska terdengar menjijikan di telinga.

Sebenarnya, apa pekerjaan Mas Danang di sini? berapa banyak uang yang di dapatkan sebulannya?

Kualihkan pandangan ke arah lain saat tangan sepupuku yang kini menjadi madu pahit bergelanyut manja di lengan Mas Danang. Mereka berdiri di depan jalan menunggu kendaraan yang sedang lewat.

Dadaku kembali sesak mengingat uang belanja yang di berikan padaku. Bersamaku laki-laki itu jarang memberikan nafkah. Bahkan satu juta setengah harus di bagi dua dengan ibunya. Aku di tuntut ikut memenuhi kebutuhan hidup ibunya. Sementara di sini dia bersenang-senang bersama istri mudanya. Keterlaluan sekali kamu, Danang! jangan harap setelah ini kamu bisa memanfaatkan aku lagi. Cukupi sendiri kebutuhan ibumu!.

"Dia sudah pergi." Septia mengingatkan. Aku menganguk.

"Kamu tidak boleh kalah oleh mereka," Septia menepuk punggungku dengan lembut. Sedikit banyak aku sudah bercerita padanya sehingga dia tahu bagaimana rasanya menjadi aku saat ini.

Setelah memastikan mereka sudah benar-benar pergi dari area Cafe. Segera ku hubungi kembali nomer Bi Narti. Bibi kandungku sekaligus Ibunya maduku. Mau apa dia menelpon?.

"Assalamualaikum. Ada apa Bi?." Sedikit ketua aku menyapa Ibunya Siska. Biar bagaimanapun Bi Narti ada andil besar dalam pengkhianatan anaknya dengan Mas Danang di belakang ku.

"Riska, Ibumu di larikan ke klinik." Suara Bi Narti sukses membuatku kaget.

"Kenapa? Apa yang membuat beliau masuk Klinik?." suaraku melemah seiring dengan rasa kaget dan juga takut. Takut wanita hebat ku kenapa-napa. aku belum siap kehilangannya. Saat ini beliau adalah satu-satunya sandaran hidupku di dunia ini.

"Hipertensi. Kapan kamu mau ke sini? Tidak mungkin kan bibi akan menunggu ibumu terus menerus. Kamu punya kehidupan sendiri." Suara Bi Narti cukup ketus di telinga iji.

"Bibi keberatan menjaga Mama di klinik? padahal, mama dulu tidak pernah keberatan membantu Bubu saat dihina oleh keluarga suamimu! Mama lho yang memberikan uluran tangan ke Bibi di saat yang lain menjauh. Bibi tidak lupa kan?." klik kuputuskan sambungan telepon sepihak. Anak dan Ibh sama-sama brengs*k dan tidak tahu di untung!.

Dadaku naik turun seketika. Tanganku mengepal dengan sempurna. Emosi di dalam sini bertambah berkali-kali lipat. Belum hilang emosi yang di buat oleh anaknya kini di tambah lagi dengan Ibunya yang tidak tahu diri itu.

"Septia. Aku pulang malam ini. Ibuku masuk ke klinik." suaraku bergetar.

"Aku temani, kamu tidak boleh pulang sendiri. Ini sudah malam." Septia tampak khawatir lalu mengeluarkan handphone dari dalam tas kecilnya kemudian mengotak-atik benda pipih tersebut.

"Dengan kamu mengantarkan aku pulang? apakah suamimu mengizinkan?."

"Ini aku lagi chat suami mau minta izin. Untuk ke sana, nanti aku hubungi adik sepupuku yang berprofesi sebagai sopir travel." Tanpa menoleh Septia menjawab semua pertanyaan ku. Tangan dan mata nya fokus ke layar handphone.

"Terima kasih yah Tya, semoga Allah membalas kebaikanmu," Aku tidak tahu harus berkata apa lagi selain itu.

.

.

.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Mery Andriayani

Mery Andriayani

temannya baik

2024-01-01

2

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Suamiku Menikah Lagi?
2 Bab 2 Mencari Bukti
3 Bab 3 Menjadi Suami Seutuhnya
4 Bab 4 Mulai Penyelidikan
5 Bab 5 Memulai
6 Bab 6 Pulang Kampung
7 Bab 7 Menjatuhkan Mental Ibu Maduku
8 Bab 8 Bi Narti Sok Bijak
9 Bab 9 Mencoba Berbicara dengan Mama
10 Bab 10 Vidio
11 Bab 11 Menjalankan Rencana
12 Bab 12 Skenario
13 Bab 13 Bertemu Suami dan Maduku
14 Bab 14 Jual Rumah
15 Bab 15 Dua Manusia Tidak Tahu Diri
16 Bab 16 50 Juta?
17 Bab 17 Sinyal-Sinyal Kebohongan
18 Bab 18 Perjanjian
19 Bab 19 Pulang Kampung
20 Bab 20 Misi
21 Bab 21 Kehebohan di Dapur
22 Bab 22 Kehebohan di Dapur Part 2
23 Bab 23 Pov Riska
24 Bab 24 Rambut Basah
25 Bab 25 Obrolan Di Warung
26 Part 26 Terbongkar
27 Bab 27 Kehebohan di Taman
28 Bab 28 Kata Talak
29 Bab 29 Wejangan Mama
30 Bab 30 Bertemu Mantan
31 Bab 31 Mengenang Masa Lalu.
32 Bab 32 Mulai Panik
33 Bab 33 Wajah yang Tak Asing
34 Bab 34 Tak bisa seperti dulu lagi
35 Bab 35 Ketuk Palu Janda
36 Bab 36 Berita Perceraian Riska
37 Bab 37 Menagih Harta Gono Gini
38 Part 38 Membungkam mulut Narti
39 Part 39 Debat dengan Mantan Ibu Mertua
40 Part 40 Danang Frustasi
41 Bab 41 Tamu Misterius & Fitnah dari Narti
42 Bab 42 Seperti Roller Coster
43 Bab 43 Mempermalukan diri Sendiri
44 Bab 44 Ayah dari kandungan Siska
45 Bab 45 Siapa Dia?
46 Bab 46 Kegalauan Danang
47 Bab 47
48 Bab 48
49 Part 49
50 Part 50
51 Bab 51
52 Bab 52 Sanusi
53 Bab 53
54 Bab 54
55 Bab 55
56 Bab 56 Menjual Kayu Jati milik Narti
57 Bab 57
58 Bab 58
59 Bab 59
60 Bab 60
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
65 Bab 65
66 Bab 66 Penyiksaan untuk Siska
67 Bab 67 Identitas Keynan
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70 Hari pernikahan Riska
71 Bab 71
72 Bab 72
73 Bab 73
74 Bab 74 Obrolan pasutri
75 Bab 75
76 Bab 76
77 Bab 77
78 Bab 78
79 Bab 79
Episodes

Updated 79 Episodes

1
Bab 1 Suamiku Menikah Lagi?
2
Bab 2 Mencari Bukti
3
Bab 3 Menjadi Suami Seutuhnya
4
Bab 4 Mulai Penyelidikan
5
Bab 5 Memulai
6
Bab 6 Pulang Kampung
7
Bab 7 Menjatuhkan Mental Ibu Maduku
8
Bab 8 Bi Narti Sok Bijak
9
Bab 9 Mencoba Berbicara dengan Mama
10
Bab 10 Vidio
11
Bab 11 Menjalankan Rencana
12
Bab 12 Skenario
13
Bab 13 Bertemu Suami dan Maduku
14
Bab 14 Jual Rumah
15
Bab 15 Dua Manusia Tidak Tahu Diri
16
Bab 16 50 Juta?
17
Bab 17 Sinyal-Sinyal Kebohongan
18
Bab 18 Perjanjian
19
Bab 19 Pulang Kampung
20
Bab 20 Misi
21
Bab 21 Kehebohan di Dapur
22
Bab 22 Kehebohan di Dapur Part 2
23
Bab 23 Pov Riska
24
Bab 24 Rambut Basah
25
Bab 25 Obrolan Di Warung
26
Part 26 Terbongkar
27
Bab 27 Kehebohan di Taman
28
Bab 28 Kata Talak
29
Bab 29 Wejangan Mama
30
Bab 30 Bertemu Mantan
31
Bab 31 Mengenang Masa Lalu.
32
Bab 32 Mulai Panik
33
Bab 33 Wajah yang Tak Asing
34
Bab 34 Tak bisa seperti dulu lagi
35
Bab 35 Ketuk Palu Janda
36
Bab 36 Berita Perceraian Riska
37
Bab 37 Menagih Harta Gono Gini
38
Part 38 Membungkam mulut Narti
39
Part 39 Debat dengan Mantan Ibu Mertua
40
Part 40 Danang Frustasi
41
Bab 41 Tamu Misterius & Fitnah dari Narti
42
Bab 42 Seperti Roller Coster
43
Bab 43 Mempermalukan diri Sendiri
44
Bab 44 Ayah dari kandungan Siska
45
Bab 45 Siapa Dia?
46
Bab 46 Kegalauan Danang
47
Bab 47
48
Bab 48
49
Part 49
50
Part 50
51
Bab 51
52
Bab 52 Sanusi
53
Bab 53
54
Bab 54
55
Bab 55
56
Bab 56 Menjual Kayu Jati milik Narti
57
Bab 57
58
Bab 58
59
Bab 59
60
Bab 60
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64
65
Bab 65
66
Bab 66 Penyiksaan untuk Siska
67
Bab 67 Identitas Keynan
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70 Hari pernikahan Riska
71
Bab 71
72
Bab 72
73
Bab 73
74
Bab 74 Obrolan pasutri
75
Bab 75
76
Bab 76
77
Bab 77
78
Bab 78
79
Bab 79

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!