Bab 11 Menjalankan Rencana

"Suami orang juga tidak masalah asal anakku jadi prioritas." gumam Bi Narti lirih. Namun, telinga ini masih bisa menangkapnya dengan jelas.

Ucapan Bi Narti sukses membuatku meradang. Hingga tanganku menggenggam sapu dengan penuh kekuatan. Berulang kali kuucapkan istighfar di dalam hati agar emosi ini mereda meskipun sedikit.

"Sekarang Siska sudah hamil, Bi?." aku kembali ingin mengorek informasi.

"Ya sudahlah. Anakku itu wanita subur. Begitu di sentuh suami nya langsung hamil! tidak seperti ..." matanya memandang ku dengan tatapan meremehkan.

"Tidak seperti aku? bukan hanya bibi yang heran kenapa sampai saat ini aku belum di berikan keturunan. Aku sendiri pun sempat heran, Bi. Sempat ada pertanyaan di dalam benak ku. kenapa Allah begitu sulit menitipkan anak untukku? Aku pun sempat iri, kenapa hubungan di luar nikah itu lebih mudah untuk memiliki anak ketimbang aku?. Namun, aku sadar Allah pasti sudah mempersiapkan hikmah yang luar biasa setelah ini. Bukan inginku belum punya anak lagi, Bi. Aku sudah berusaha, kalau Allah belum bisa ngasih aku bisa apa? Aku sih tidak heran kenapa Allah memberikan keturunan pada Siska. Bisa jadi karena..." Aku sengaja menggantungkan kalimat agar Bi Narti berpikir yang macam-macam.

"Kamu bilang anakku hamil di luar nikah ? begitu?." Bu Narti kembali bersungut-sungut. Kali ini di sertai dengan kacak pinggang. Matanya menatap nyalang.

"Apa aku ada ngomong demikian? Nggak kan? Bi Narti terlihat begitu marah? kalau nggak merasa kenapa meski heboh!." Bi Narti mendengus sebaliknya, lalu menghentikan kakinya seraya meninggalkan aku seorang diri.

Tersenyum tipis aku menatap punggung nya yang semakin menjauh.

Mungkin perempuan itu kehabisan kata-kata. Hingga akhirnya, Bi Narti memilih pergi meninggalkan rumah ini dan berjalan ke arah pulang. Sepertinya dia lupa tujuannya datang ke sini. Ah, bisa jadi ke sini hanya ingin memastikan kapan aku pulang karena sudah tidak sabar lagi.

***

"Mama, bagaimana kalau rumah peninggalan eyang itu aku jual?." Mama menatap ku dengan banyak kerutan di kening. Gelas dalam genggaman pun segera ia letakkan di atas meja. Mama menatapku lekat. Dapat kucium aroma ketidaksetujuan di sini.

"Kenapa? tidak bagus warisan di jual. Lagian akan kamu gunakan untuk apa uangnya?." seperti dugaan, mama tidak setuju.

"Aku tidak nyaman di sana, Mah. Itu sebab nya aku malas pulang ke rumah itu." akhirnya aku menemukan jawaban mengapa tidak segera pulang.

Padahal ketidaknyamanan karena sudah tidak ingin mempertahankan Rumah tanggaku dengan Mas Danang. Aku paling benci dengan penghianatan, dia sudah mencampakkan aku. Rasanya harga diriku sudah diinjak-injak olehnya seakan aku tidak lagi ada artinya di depan suami. Dia begitu mudahnya mendua. Sebelum Danang mengabulkan permintaan Siska untuk menceraikan aku, setelah anak hubungan gelapnya itu lahir. Maka aku duluan yang akan membuangnya. Bisa apa dia tanpa aku? toh selama ini aku yang mencukupi sebuah kebutuhannya. Kalau boleh ngomong, Ibunya Mas Danang tidak akan makan tanpa uluran tangan dariku selama 4 tahun ini. Sayangnya mereka tidak sadar diri dan tidak tahu terima kasih.

Tanpa aku bagaimana kelangsungan hidupnya Ibunya Danang? aku ingin melihat seberapa ikhlas Siska mengurus Ibu mertuanya setelah aku dan Mas Danang bercerai?.

"Apa yang membuatmu tidak nyaman? Bukankah kamu sudah sukses membuat toko sembako di sana? Bahkan mertua dan keluargamu di sana baik-baik semua. Lalu, alasan apa yang membuatmu tidak nyaman?, Ris?." tatapan mama membuatku mengatur napas.

"Lingkungan di sana, Mah." Hanya itu alasan yang bisa meluncur dari bibir ini.

Menjelaskan seperti apapun sepertinya tidak akan mudah di terima oleh mama.

"Alasanmu mengada-ngada, Ris! mama tidak setuju!." Mama tampak geram. Hingga beliau berdiri dan meninggalkan aku seorang diri.

Inilah resiko yang harus aku hadapi. Di anggap mengada-ngadain sebab tidak mau terus terang tentang pengkhianatan Mas Danang dan Siska. Namun mengungkapkan sekarang pada beliau, kesehatan mama jadi taruhannya.

Semoga aku menemukan jalan keluar dari masalah ini setelah berbincang dengan Septia nanti.

***

"Mah, Riska pamit." Kuhampiri mama yang sedang melihat ayam-ayam peliharaan nya di kandang. Di belakang rumah, mama memiliki ternak ayam. Dari sinilah beliau menghidupi dirinya selain sawah dan kebun singkong. Usaha yang selama ini di tekuni beliau. Meskipun orang lain yang mengerjakannya.

Mama mengulas senyum lalu pergi ke arah kan air. Tangan yang penuh dengan dedak itu ia bersihkan. Tak lupa mengelap dengan kain yang menggantung di sisi kandang.

"Kamu mau kemana, Nak? Mau pulang?." Di telisiknya wajahku dengan seksama. Itulah mama, marahnya tidak pernah lama. Semarah apapun beliau tadi kini sudah sirna. Bahkan sorot matanya itu penuh cinta.

"Riska mau pulang, Bu. Tapi, tolong mama jangan bilang ke Bi Narti kalau Riska pulang. Bilang aja Riska mau main, Mah."

"Kenapa Mama tidak boleh jujur pada Bi Narti?." Mama menangkup kedua pipi ku. Di cium kedua pipiku dengan penuh cinta. Di kecupnya lama keningku.

"Nanti mama akan tahu. Saat ini Riska pamit ya, Mah." Beliau menganguk tersenyum meskipun tercetak jelas ketidakpuasan wajahnya terhadap jawabanku. Tapi mama tetap menyerahkan punggung tangannya untuk ku cium.

Mama dan Bi Narti memiliki hubungan yang sangat dekat. Mama yang tulus menganggap Bi Narti memiliki rasa yang sama untuknya. Sayang nya dan ketulusan mama sehingga nyaris mama tidak memiliki rahasia pada Bi Narti. Sebab hampir seluruhnya mama ceritakan pada Ibu nya maduku itu. Begitu percayanya Mama pada adiknya. Sayangnya, rasa sayang, ketulusan dan kepercayaan Mama di balas dengan penghianatan oleh Bi Narti.

Aku pun tak habis pikir, bagaimana bisa Bi narti tega menusuk ku dan mama dari belakang. Entah setan apa yang berhasil mencuci otaknya? Dan apa motifnya?.

***

Baru saja aku menginjakkan kaki di teras rumah Septia. Benda canggih milikku yang ada di dalam tas selempang ku berdering. Siapa yang sedang menelpon? Dengan segera, kurogoh handphone milikku itu. Nama Mas Danang muncul sebagai pemanggilnya.

"Assalamualaikum, De. Kata Mama kamu sudah pulang? benarkah?." suara Mas Danang terdengar girang di sebrang sana. Pasti, dia mengira aku pulang ke rumah. Aku yakin besok Siska akan pulang ke rumah orang tuanya.

Jangan harap rencana kalian akan berjalan mulus, Mas. Tidak akan aku biarkan baik-baik saja.

"Waalaikumsalalm, Iya, Mas. Tapi aku mampir dulu ke rumah teman. Maaf belum izin sama kamu. Besok aku baru pulang ke rumah kalau nggak ada halangan. Mau pesan apa?."

"Oh gitu, ya sudah nggak papa. Yang penting besok pulang ke rumah kan?." suaranya sedikit ada kekhawatiran. Begitu takutnya dia, pasti saat ini laki-laki ini sedang ketar-ketir. Takut aku tiba-tiba kembali ke rumah mama. Atau saat ini dia sedang takut aku menemukan nya? Atau takut yang lainnya? entahlah.

"Mau pesan apa?." alih-alih menjawabnya, aku malah sengaja memberikan pertanyaan yang seolah membenarkan bahwa besok aku akan benar-benar kembali ke daerah asalnya.

"Aku hanya mau titip Ibu. Maaf belum bisa pulang. Sayang... katanya uang dan barang-barang kebutuhan ibu sudah habis. Tolong ya, penuhi kebutuhan beliau dan kasih uang lagi, Mas mau ngirim belum punya uang. Tolong ya Sayang." Sudah ku tebak, dulu aku dengan senang hati memberikan semuanya. Tapi sekarang, No!.

"Hmmm, sudah dulu yah Mas. Besok aku kabarin kalau sudah sampai rumah. Nggak enak ada tuan rumahnya. Assalamualaikum." klik. Segera kuputuskan sambungan telepon sepihak.

.

.

.

Bersambung....

Terpopuler

Comments

Elok Pratiwi

Elok Pratiwi

ahhh cuma mutar muter tok cerita nya tidak menarik membosankan

2024-03-21

0

!m_mah

!m_mah

Bu?mama Thor..

2024-03-19

0

Mery Andriayani

Mery Andriayani

gk tau malu

2024-01-01

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Suamiku Menikah Lagi?
2 Bab 2 Mencari Bukti
3 Bab 3 Menjadi Suami Seutuhnya
4 Bab 4 Mulai Penyelidikan
5 Bab 5 Memulai
6 Bab 6 Pulang Kampung
7 Bab 7 Menjatuhkan Mental Ibu Maduku
8 Bab 8 Bi Narti Sok Bijak
9 Bab 9 Mencoba Berbicara dengan Mama
10 Bab 10 Vidio
11 Bab 11 Menjalankan Rencana
12 Bab 12 Skenario
13 Bab 13 Bertemu Suami dan Maduku
14 Bab 14 Jual Rumah
15 Bab 15 Dua Manusia Tidak Tahu Diri
16 Bab 16 50 Juta?
17 Bab 17 Sinyal-Sinyal Kebohongan
18 Bab 18 Perjanjian
19 Bab 19 Pulang Kampung
20 Bab 20 Misi
21 Bab 21 Kehebohan di Dapur
22 Bab 22 Kehebohan di Dapur Part 2
23 Bab 23 Pov Riska
24 Bab 24 Rambut Basah
25 Bab 25 Obrolan Di Warung
26 Part 26 Terbongkar
27 Bab 27 Kehebohan di Taman
28 Bab 28 Kata Talak
29 Bab 29 Wejangan Mama
30 Bab 30 Bertemu Mantan
31 Bab 31 Mengenang Masa Lalu.
32 Bab 32 Mulai Panik
33 Bab 33 Wajah yang Tak Asing
34 Bab 34 Tak bisa seperti dulu lagi
35 Bab 35 Ketuk Palu Janda
36 Bab 36 Berita Perceraian Riska
37 Bab 37 Menagih Harta Gono Gini
38 Part 38 Membungkam mulut Narti
39 Part 39 Debat dengan Mantan Ibu Mertua
40 Part 40 Danang Frustasi
41 Bab 41 Tamu Misterius & Fitnah dari Narti
42 Bab 42 Seperti Roller Coster
43 Bab 43 Mempermalukan diri Sendiri
44 Bab 44 Ayah dari kandungan Siska
45 Bab 45 Siapa Dia?
46 Bab 46 Kegalauan Danang
47 Bab 47
48 Bab 48
49 Part 49
50 Part 50
51 Bab 51
52 Bab 52 Sanusi
53 Bab 53
54 Bab 54
55 Bab 55
56 Bab 56 Menjual Kayu Jati milik Narti
57 Bab 57
58 Bab 58
59 Bab 59
60 Bab 60
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
65 Bab 65
66 Bab 66 Penyiksaan untuk Siska
67 Bab 67 Identitas Keynan
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70 Hari pernikahan Riska
71 Bab 71
72 Bab 72
73 Bab 73
74 Bab 74 Obrolan pasutri
75 Bab 75
76 Bab 76
77 Bab 77
78 Bab 78
79 Bab 79
Episodes

Updated 79 Episodes

1
Bab 1 Suamiku Menikah Lagi?
2
Bab 2 Mencari Bukti
3
Bab 3 Menjadi Suami Seutuhnya
4
Bab 4 Mulai Penyelidikan
5
Bab 5 Memulai
6
Bab 6 Pulang Kampung
7
Bab 7 Menjatuhkan Mental Ibu Maduku
8
Bab 8 Bi Narti Sok Bijak
9
Bab 9 Mencoba Berbicara dengan Mama
10
Bab 10 Vidio
11
Bab 11 Menjalankan Rencana
12
Bab 12 Skenario
13
Bab 13 Bertemu Suami dan Maduku
14
Bab 14 Jual Rumah
15
Bab 15 Dua Manusia Tidak Tahu Diri
16
Bab 16 50 Juta?
17
Bab 17 Sinyal-Sinyal Kebohongan
18
Bab 18 Perjanjian
19
Bab 19 Pulang Kampung
20
Bab 20 Misi
21
Bab 21 Kehebohan di Dapur
22
Bab 22 Kehebohan di Dapur Part 2
23
Bab 23 Pov Riska
24
Bab 24 Rambut Basah
25
Bab 25 Obrolan Di Warung
26
Part 26 Terbongkar
27
Bab 27 Kehebohan di Taman
28
Bab 28 Kata Talak
29
Bab 29 Wejangan Mama
30
Bab 30 Bertemu Mantan
31
Bab 31 Mengenang Masa Lalu.
32
Bab 32 Mulai Panik
33
Bab 33 Wajah yang Tak Asing
34
Bab 34 Tak bisa seperti dulu lagi
35
Bab 35 Ketuk Palu Janda
36
Bab 36 Berita Perceraian Riska
37
Bab 37 Menagih Harta Gono Gini
38
Part 38 Membungkam mulut Narti
39
Part 39 Debat dengan Mantan Ibu Mertua
40
Part 40 Danang Frustasi
41
Bab 41 Tamu Misterius & Fitnah dari Narti
42
Bab 42 Seperti Roller Coster
43
Bab 43 Mempermalukan diri Sendiri
44
Bab 44 Ayah dari kandungan Siska
45
Bab 45 Siapa Dia?
46
Bab 46 Kegalauan Danang
47
Bab 47
48
Bab 48
49
Part 49
50
Part 50
51
Bab 51
52
Bab 52 Sanusi
53
Bab 53
54
Bab 54
55
Bab 55
56
Bab 56 Menjual Kayu Jati milik Narti
57
Bab 57
58
Bab 58
59
Bab 59
60
Bab 60
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64
65
Bab 65
66
Bab 66 Penyiksaan untuk Siska
67
Bab 67 Identitas Keynan
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70 Hari pernikahan Riska
71
Bab 71
72
Bab 72
73
Bab 73
74
Bab 74 Obrolan pasutri
75
Bab 75
76
Bab 76
77
Bab 77
78
Bab 78
79
Bab 79

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!