Terjerembab Lembah Hitam
Gelas-gelas koktail tampak bergetar hingga menumpahkan sebagian isinya ke nampan yang sedang dibawa Mazaya. Tangan wanita itu reflek bergetar ketika ekor matanya melihat sosok satu di antara sekian manusia yang dihindarinya.
Mati kau, Mazaya. Lelaki maniak itu melihatmu! rutuknya dalam hati.
Pria yang sedang dihindarinya itu adalah Gery, pelanggan penikmat jasanya yang kerapkali menawarkan pernikahan padanya. Entah apa yang dipikirkan pengusaha itu hingga berpikiran ingin mengentaskannya dari lembah hitam yang telah melebarkan sayapnya menjadi kupu-kupu malam terlaris.
"Menikahlah denganku dan jadilah wanitaku seutuhnya. Dengan begitu kau tak akan perlu menjual diri seperti ini." Itu kalimat yang seringkali terlontar oleh Gery setelah aktivitas panas mereka. Namun, berkali-kali juga Mazaya menolak tawaran itu.
Tiba-tiba terdengar suara benda pecah menggaung di udara disusul penampakan beling-beling berserakan. Meja tempat teronggoknya gelas-gelas koktail tampak berantakan dengan noda merah di sana-sini. Mazaya tanpa sengaja menabraknya. Tamat riwayatmu, Mazaya!
Mendadak suasana resepsi pernikahan itu menjadi sunyi senyap. Semua pasang mata fokus ke sumber suara. Kecuali Gery yang tiba-tiba didatangi sopirnya lalu meninggalkan tempat itu sebelum memastikan penglihatannya.
Tiba-tiba seorang wanita bersungut-sungut mendatangi Mazaya. "Pelayan bodoh! Rendahan!" bentaknya yang langsung memecah kesunyian yang sempat membungkus ballroom hotel mewah itu.
Mazaya yang sebelumnya menunduk lantas mengangkat pandangannya ke sumber suara. Namun, sesuatu tak disangka terhampar sejauh beberapa meter dari balik punggung wanita setengah tua yang sedang murka padanya.
Mendadak dunia Mazaya seperti berhenti saat itu juga. Suasana resepsi itu berganti menjadi suasana riuh kelab yang menampilkan dirinya dan pria yang gigih memenangkan lelang keperawanan dirinya. Tampak pria itu kian meninggikan harga saat penawar lain menyebutkan angka.
"300 juta!" Angka yang terucap itu akhirnya membawanya ke kamar kelab yang telah dipesankan ayah bangsat yang telah menyelenggarakan pelelangan konyol dan biadab. Melelang keperawanan putrinya demi meraup uang yang akan digunakannya menutup utang pada lawan judinya.
"Anda telah memenangkan lelang itu, maka la-lakukanlah a-apa yang Anda inginkan pada saya," ucap Mazaya kala itu dengan suara terbata sambil memandangi jemarinya yang saling bertautan. "Ta-tapi, bolehkah saya mengajukan permintaan?"
Pria yang duduk di kursi kayu sambil menyilangkan tangan di dada itu mengernyit sejenak lalu berkata, "Apa yang kau inginkan?"
"Be-begini, i-ibu saya sekarang dirawat di rumah sakit karena auto imunnya kambuh dan sa-saya memerlukan biaya," kata Mazaya masih tak menarik pandang dari jemarinya. Dihelanya napas panjang guna menghalau kegugupannya lalu melanjutkan, "Saya tidak menutup mata bahwa Anda telah membayar lelang pada Ayah, tetapi saya yakin dia takkan rela menggunakan uangnya untuk kesembuhan Ibu."
Itulah sebenarnya yang membawa langkah kaki Mazaya ke kelab itu. Menyusul sang ayah dan berniat mengabarkan bahwa ibunya dilarikan ke rumah sakit tiba-tiba. Namun, sialnya kedatangan Mazaya ke sana seolah dalam rangka melucuti harga dirinya dengan menyerahkan mahkota sucinya menjadi barang lelangan.
Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun pria itu merogoh saku dalam jasnya. Dikeluarkannya cek yang selalu dibawa dan ditulisnya nominal 100 juta. "Ini cukup untuk perawatan ibumu," ucapnya kemudian sambil menyodorkan selembar cek itu yang langsung diterima Mazaya.
Lalu dengan gestur dan nada gugup Mazaya berkata, "Ka-kalau begitu silakan lakukan apa y-yang seharusnya pemenang lelang lakukan."
Lelaki yang masih belum diketahui namanya oleh Mazaya itu menyahut, "Memangnya, apa yang seharusnya dilakukan oleh pemenang lelang? Dengar, Nona Kecil, meskipun aku memenangkan atas keperawananmu, tetapi itu tak lantas menjadikanku serupa dengan para lelaki hidung belang yang tadi bersaing harga denganku."
Mendengar suara penuh ketenangan itu, Mazaya lantas memberanikan diri mengangkat wajah dan melihat si lawan bicara. Saat itulah baru disadarinya pria yang memenangkannya itu tak tampak seperti pria-pria brengsek maupun tampak seperti ayahnya. Sorot matanya memancarkan keteduhan selaras dengan suaranya yang seperti mengguyurkan air sejuk ke sekujur tubuhnya. Akhir penilaian Mazaya pada sosok pemenang itu adalah dia lelaki yang bermartabat.
Keheningan membingkai ruangan itu selama beberapa menit lamanya hingga terdengar suara petir menggelegar disusul rintik yang kemudian menjelma hujan deras. Mendadak suasana kamar pun menjadi sangat dingin. Semenit dua menit, dua manusia lain jenis itu tampak menguatkan keteguhan hati untuk tak menyerahkan diri pada nafsu birahi yang mulai menawarkan kehangatan di depan mata.
Namun, menggelegarnya petir kedua membuat tubuh Mazaya reflek melesat ke dalam pelukan si pria yang saat itu tengah berdiri dan akan meninggalkan kamar yang telah membuat suhu tubuhnya gerah meskipun di luar hujan lebat.
Pandangan mereka pun beradu. "Saya takut petir, jangan tinggalkan saya sendirian," ujar Mazaya yang menghantarkan sengatan yang beraliran lebih bahaya dari listrik ketika kulit mereka bersentuhan. Serta kian membangkitkan sisi primitif si pria. Kedua bibir itu saling menyentuh beberapa detik kemudian. Lidah mereka saling membelit dan menyapu rakus rongga mulut, meski Mazaya bergerak amatir sebab ini ciuman pertamanya. Hingga gairah semakin menguasai mereka.
Sang pria tak dapat menghalau gairah yang sudah merajai jiwanya. Dibawanya Mazaya ke ranjang dengan napas memburu.
"Aku semakin mengerti sekarang mengapa para pesaingku tadi mengajukan angka-angka fantastis," kata si pria yang sudah memerangkap Mazaya di bawahnya, memandanginya yang hanya berjarak sejengkal saja.
"Ke-kenapa?" Dada Mazaya tampak naik turun.
"Karena kau sangat cantik dan begitu ... menarik."
Entah itu pujian atau hinaan sebab angka yang disebutnya "fantastis" itu seolah merefleksikan diri menjadi sepotong bandrol harga yang ditempelkan pada wajah Mazaya. Dan entah mengapa justru desiran aneh yang merambati hati Mazaya ketika mendengarnya.
"Siapa namamu?"
"Mazaya."
Percakapan mereka terhenti, berganti kobaran api yang berkilat-kilat meneriakkan hasrat yang memohon dituntaskan. Dan si pria kembali mempertemukan bibirnya sebelum menyatukan raga menjemput kenikmatan tiada tara. Mereka tunduk dan memuja pada nafsu yang menggebu. Di tengah keringat yang mengucur dan sibuk mengatur ritme, pria itu berbisik, "Panggil aku Arkana dan sebut namaku ketika kau sampai ke nirwana."
Keesokannya, Mazaya meninggalkan Arkana sebelum kelopak mata yang dinaungi alis tebal itu terbuka.
"Heh! Pelayan rendahan! Rupanya kau tuli, ya?"
Bentakan wanita bersanggul itu serupa mantra pengembali jiwa yang telah berkelana ke kehidupan sebelumnya. Mazaya merasakan tubuhnya terhempas saat itu juga. Dan ketika matanya kembali berfokus menyusuri sosok Arka dari wajah turun ke bawah, ketika itu pula kakinya bagaikan tak memijak bumi yang sama dengan Arkana. Pemandangan Arkana yang tampak gagah dengan tuksedo pengantin seakan menghentikan detak jantungnya beberapa detik sebelum akhirnya sanggup menguasai diri.
"Siapa wanita yang beruntung menjadi mempelaimu?"
Suara tamparan dan rasa pedih di pipi membuat jiwa Mazaya kian menyentuh kesadaran penuh.
"Jangan salahkan aku karena telah menamparmu. Karena untuk berbicara dengan orang tuli butuh sedikit sentuhan keras."
Kepalanya meneleng ke samping, Mazaya menyentuhkan telapaknya pada pipinya yang panas. Hingga tak menyadari derap langkah sepatu yang mendekat kepadanya.
"Ma-Mazaya?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
senja ku
cerita nya bagus
mampir ya di cerita ku
2023-08-16
2
sttianachann♓✅
lanjuttt
2023-08-09
0
Lady_MerMaD
keren semangat
2023-07-28
0