Sorot kekhawatiran menguasai mata Arkana yang menuruni tangga menuju ibunya tergeletak. Melewati Mazaya yang masih tertegun di tempatnya.
"Arkana, perempuan macam apa yang kau nikahi? Dia mendorongku dari sana. Dia mengharap kematianku, Arkana. Ibu mertuanya," ucap Nyonya Abraham ketika Arkana sampai padanya.
Tanpa merespons perkataan ibunya, Arkana langsung menggendong perempuan berusia setengah abad lebih itu seraya berteriak, "Panggilkan dokter sekarang!"
15 menit kemudian dokter datang, langsung memeriksa kondisi Nyonya Abraham.
"Entah ini bisa dikatakan keberuntungan atau bukan sebab insiden ini tetaplah kecelakaan. Tapi setidaknya Nyonya Abraham tidak mengalami cedera serius atau patah tulang. Tapi beliau mengalami keseleo pergelangan kaki dan nyeri punggung. Ada memar di punggungnya. Ini termasuk cedera ringan. Meski begitu, saya tetap meresepkan obat dan menyarankan untuk membawa beliau ke rumah sakit jika nyeri itu berlanjut hingga beberapa hari ke depan," kata dokter setelah memeriksa.
Arkana mengangguk. Lalu menerima catatan kecil dari dokter. Dokter itu beranjak beberapa detik setelahnya.
"Mama." Kaira menunjukkan simpati sekaligus kecemasan kental di wajahnya. Dia memeluk Nyonya Abraham yang terbaring. "Terima kasih, Tuhan. Engkau masih menunjukkan kasih sayangmu pada mertuaku. Meski menggelinding dari tangga, engkau tetap menjaganya untuk tak cedera. Oh, Tuhan, sekali lagi terima kasih."
Nyonya Abraham berbisik, "Tingkahmu jangan terlalu mencolok, Kaira. Kau justru terlihat seperti ratu drama. Bersikaplah senatural mungkin."
"Aku terlalu bersemangat membuat perempuan itu jadi tersangka di mata suamiku, Ma," balas Kaira sembari menyeringai licik. Dia kemudian menarik diri dan duduk di sisi mertuanya itu.
"Di mana istri favoritmu itu, Arkana? Apa dia berencana kabur setelah upayanya membunuh Mama tidak berhasil?" Kaira melihat Arkana seakan meminta pertanggungjawaban lelaki tersebut yang sudah membawa Mazaya masuk ke rumah itu.
"Aku di sini."
Mazaya yang sedari tadi berada di balik dinding yang membingkai daun pintu mulai memasuki kamar itu. Dia tak menunjukkan wajah bukannya hendak kabur, tetapi menunggu waktu yang pas untuk muncul. Dia paham betul bahwa kemunculannya akan menghadirkan banyak reaksi tak mengenakkan dari orang-orang itu. Bukankah memalukan jika keributan di rumah yang dihuni oleh orang-orang yang katanya beradab dan berpendidikan tinggi itu disaksikan dokter yang notabene orang luar?
Tebakan Mazaya tak meleset. Kaira menyambutnya dengan pandangan menghakimi serta senyum mencibir. "Setan apa yang merasukimu sehingga tega mencelakakan ibu suamimu, Mazaya? Kukira kau wanita berbudi baik dan tahu balas budi. Bukankah selama ini Mama baik padamu?"
Arkana memandang serius Mazaya yang mulai membuka mulutnya membalas kalimat Kaira.
"Seharusnya kalimat itu yang kutanyakan padamu dan Nyonya Abraham," sahut Mazaya melihat Kaira dan sang ibu mertua bergantian. Ketiga orang yang berada di kamar itu mengernyit mendengar kalimat Mazaya.
"Setan apa yang merasuki kalian berdua sehingga sanggup berubah wujud sesuai kehendak kalian. Bukankah itu sifat setan?" lanjut Mazaya yang sontak mengundang tatapan mengherankan Arkana padanya.
"Perhatikan kata-katamu berbicara, Mazaya." Arkana memperingatkan dengan penuh penekanan. "Lalu, Mama itu mertuamu. Kenapa kau memanggilnya dengan embel-embel nyonya?"
Mazaya membalas menatap Arkana. "Apa yang salah dengan kata-kataku? Bukankah benar apa yang kubilang tentang sifat setan. Persis seperti Nyonya Abraham dan Kaira yang sanggup berganti-ganti wajah. Jika di depanmu mereka sangat manis padaku, tapi tahukah kau bagaimana sikap mereka padaku jika tidak ada kau, Arkana?"
Kesabaran dan keheningan sikap Mazaya berada pada batasnya. Dihina dan dizolimi, dia masih sanggup diam. Namun, difitnah? Tidak. Itu keterlaluan. Fitnah lebih kejam dari pembunuhan. Dan dia tidak akan berkompromi dengan itu.
"Dan soal panggilan itu, Nyonya Abraham lebih tahu jawabannya. Kau tanyakan langsung saja padanya," lanjut Mazaya sembari melempar tatapan penuh arti pada ibu Arkana tersebut.
Nyonya Abraham menggertakkan gigi sambil melihat nyalang Mazaya. Mulai berani anak ingusan ini, pikirnya.
"Mazaya! Setelah usahamu membunuh Mama gagal, sekarang kau memfitnahnya? Sekaligus memfitnahku?" Kaira melotot tajam. "Lihat, Arkana. Istri tercintamu yang sangat kau puja itu menunjukkan siapa dia sebenarnya," lanjutnya pada Arkana. Dan Arkana memandang Mazaya dengan tajam.
Mazaya menggeleng sambil tersenyum penuh makna. Tanpa memedulikan perkataan Kaira, Mazaya berbicara lagi. "Satu sifat setan yang lain adalah pandai bermain tipuan. Dan itu yang sekarang kalian lakukan. Aku tak habis pikir, khususnya padamu, Nyonya. Bisa-bisanya Anda tega menipu Arkana, putra Anda sendiri."
"Mazaya!" Kaira berdiri dengan geram dan menampar keras pipi Mazaya. "Seharusnya dari tadi kutampar kau. Mulutmu sangat lancang!"
Mazaya menyentuh pipinya yang terasa panas bak didekatkan bara api. Dia tersenyum getir. Bukan karena tamparan itu kegetirannya hadir, tetapi sikap suaminya yang diam saja ketika istri pertamanya itu menamparnya.
Tidak ingatkah suaminya itu beberapa jam lalu menjanjikan hidup bertabur kebahagiaan padanya. Lalu apa ini sekarang? Baru beberapa hitungan jam berlalu dia sudah menodai janji itu dengan sikapnya yang seolah percaya dengan rentetan tuduhan Kaira yang dialamatkan padanya. Memang lidah tak bertulang, pikir Mazaya kecewa.
Mazaya mengangkat kepala, menoleh Arkana. "Hari ini ibumu memfitnahku. Hari-hari sebelumnya dia memperlakukanku sebagai pembantu. Istri pertamamu juga tak jauh beda dari ibumu. Dia suka-suka hati menyuruhku seperti pelayan. Itulah yang selama ini terjadi padaku di rumah mewahmu ini, Arkana. Setelah mendengar semua itu, apakah kau masih memiliki muka untuk menebar janji kebahagiaan padaku, apakah kau akan tetap PD menobatkan diri sebagai orang yang pantas kuandalkan sementara ketika aku mengalami kekerasan fisik barusan kau diam saja."
Mazaya tersenyum kecut memandangi Arkana yang terpaku sambil mengusap air mata yang mulai bercucuran. "Tidak perlu dijawab karena aku tahu jawabannya."
Setelah mengatakan itu Mazaya berlari diiringi air mata yang tak kunjung henti membanjiri pipi, meninggalkan Arkana yang setia membeku. Pria itu tertohok dengan deretan kalimat Mazaya barusan. Sementara Kaira saling bertukar pandang dan melempar senyum kepuasan dengan Nyonya Abraham.
Setelah sadar dari kebekuan, Arkana memandang tajam pada Kaira. Dia mendesis seram, "Sekali lagi kau sentuh dia, lawanmu bukan lagi dia tapi aku."
"Arkana, kena jampi-jampi apa kau, Nak? Setelah apa yang dia perbuat dan katakan padaku, kau tetap memuja perempuan itu?"
"Ma, aku tanya, apa benar apa yang dikatakan Mazaya?" Arkana antusias menunggu jawaban ibunya.
Nyonya Abraham menggeleng sambil meletakkan tangan ke mulutnya. "Aku tak percaya kau mulai meragukan mamamu," ujarnya dramatis.
"Aku bertanya, Ma. Pahami kalimatku," kata Arkana setengah frustasi. "Dengan sikap Mama ini justru yang membuatku ragu. Yang dikatakan Mazaya itu benar? Di belakangku, Mama memperlakukannya sebagai pembantu?"
Kaira mengusap lengan Arkana. "Mama baru saja mengalami insiden buruk. Ada baiknya kau tak terlalu keras dan menekannya, Arkana."
Arkana menghela napas panjang lalu mengusap wajahnya kasar. "Maafkan aku, Ma. Bukan maksudku menekan Mama," ucapnya kemudian.
Setelah itu Arkana pergi untuk menyuruh stafnya menebus obat yang diresepkan dokter tadi.
"Aaaa Mama! Kita berhasil!" Kaira memeluk sang ibu mertua dengan senang setelah dia pastikan Arkana benar-benar keluar. "Hubungan Arkana dan pelayan rendahan itu mulai merenggang. Mama hebat!"
Nyonya Abraham tersenyum bangga. "Kau tahu, aku benar-benar berjudi dengan nasib tadi. Syukurlah aku memenangkan nasib baik. Aku tidak cedera serius."
Kaira kian mengeratkan pelukan. "Terima kasih, Ma. Pengorbanan Mama ini akan selalu kukenang."
"Setelah ini giliran tugasmu. Gencarkan pendekatanmu pada Arkana. Luluhkan hatinya supaya dia hanya menoleh padamu, tidak lagi melihat perempuan sialan dan rendahan itu."
"Perempuan sialan? Rendahan?"
Arkana yang kembali lagi karena catatan resep obat tertinggal di sana mendapati kebenaran mengejutkan. "Apa yang Mama maksud itu istriku Mazaya?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments