Bab 11. Kembalinya Mimpi Buruk Mazaya

Arkana tidak menemukan sosok yang dicarinya setelah bangun dari tidur siangnya. Sudah diedarkannya penglihatan ke seluruh penjuru kamar, namun kosong. Mazaya tidak ditemukan. Bergegas diayunkannya tungkainya mencari Mazaya ke bawah, mungkin saja sang istri berada di dapur.

Sesampainya di dapur, Arkana menelan ludah susah payah tatkala hanya empat tukang masak yang menyambut penglihatannya.

"Membutuhkan sesuatu, Tuan?" Seorang juru masak yang menyadari keberadaan tuan mudanya--bertanya.

"Tidak. Aku mencari istriku Mazaya."

Keempat perempuan itu sontak saling pandang lalu menunduk bersamaan ketika Nyonya Abraham tampak berjalan dari arah belakang Arkana.

"Kau tidak akan menemukannya, Arkana. Dia sudah pergi dua jam yang lalu," kata Nyonya Abraham setelah tepat di depan sang putra berada.

"Pergi?" Arkana mengernyit dalam. Dalam bayangannya Mazaya pergi sebentar, namun kenapa istrinya itu tidak izin dulu padanya.

Tidak sadarkah Arkana bahwa sikap abainya tadi sudah menggoreskan luka di hati Mazaya? Sekali lagi, Arkana menunjukkan dia suami yang tidak peka.

"Yah, itu suatu kemajuan. Dia sadar diri kehadirannya di sini mencoreng reputasi orang-orang di dalamnya. Dia pergi membawa koper. Mungkin merasa bangkainya terendus dan tidak ada alasan lagi baginya untuk meneruskan aksinya di rumah ini."

Arkana terhenyak. "Membawa koper?" ulangnya sambil berpikir keras. "Dan aksi apa maksud Mama?"

"Tentu saja rencananya mengeruk harta kita, Nak. Tak mungkin dia memasuki rumah ini tanpa alasan. Pasti dia telah merencanakan sesuatu yang besar yang diawali dengan menyeretmu ke ikatan pernikahan. Dia sangat licik, Ar--"

"Cukup, Ma, cukup! Jangan coba Mama menghasutku karena aku tak terpengaruh sama sekali. Lagi pula, apa yang Mama katakan itu semua omong kosong. Aku yang membawa Mazaya ke sini. Aku yang memaksanya mau menikah denganku, bukan sebaliknya."

Arkana langsung berbalik dan meninggalkan sang ibu yang tercengang dengan reaksinya.

"Sudah kena jampi-jampi beneran kau, Nak."

Mengemudikan kendaraan dengan pelan sembari mengedarkan pandangan ke kiri dan kanan jalanan secara bergantian, Arkana berharap menemukan Mazaya yang menyeret kopernya. Akan tetapi, sudah 20 menit berjalan, namun sosok wanita yang bertakhta di hatinya itu tak kunjung dilihatnya. Pergi ke arah mana kau, Mazaya, pikirnya dikepung kekhawatiran. Lalu diraihnya ponsel untuk menghubungi Mazaya, namun tak mendapat jawaban. Panggilan kedua, suara operator yang terdengar. Nomor Mazaya tak aktif.

Memukul setir setelah mencampakkan ponselnya, Arkana bergumam frustasi, "Kau meninggalkanku ... lagi, Mazaya?"

Setelah itu digapai lagi ponselnya, kali ini menghubungi Rayyan.

"Kau sudah menemukan rekening wanita menor itu?" tanyanya setelah panggilan tersambung, dan Rayyan di seberang sana menjawab "sudah". "Sekarang tugasmu cari di mana lokasi bisnis wanita itu. Cari di mana dia bertahun-tahun menjual istriku. akan kuratakan dengan tanah lokasi tempat terkutuk itu!"

Arkana akan memeriksa tempat itu setelah mendapatkan lokasinya. Apa Mazaya kembali ke sana? pikirnya. Ah, dia segera mengecam pikiran jahatnya. Tapi, tak salah, kan, memasukkan itu dalam sebuah kemungkinan? Pikiran Arkana kembali bergolak.

Di atas kursinya, Rayyan melempar ponselnya ke meja setelah panggilannya dengan Arkana dimatikan secara sepihak oleh sepupu sekaligus atasannya tersebut. "See! Selalu! Seenaknya dia memerintahku. Padahal aku ini juga keturunan Mahesh. Tapi dia tak sekalipun memandangku dengan demikian. Sekretaris, asisten, pesuruh. Hanya sebagai itu aku di matanya."

Gigi-gigi Rayyan terdengar bergemeletukan dan kedua tangannya mengepal kuat. "Aku muak, Bangsat. Sudah muak!"

Sementara di jalanan yang padat oleh para pejalan yang berlalu-lalang, terlihat seorang wanita menyeret kopernya. Wajahnya agak tampak kumal dan kusam oleh matahari yang berjam-jam menyengat kulitnya.

"Ke mana aku harus pergi," gumamnya sambil terus melangkah tak tahu arah. "Tinggal di rumah suami yang sudah tak menganggap keberadaanku lagi, itu menyiksaku. Lagi pula, ibunya membenciku sampai tulang. Hingga terang-terangan mengusirku di depan seluruh penghuni rumah itu."

Berbelok ke arah gang kecil, dia sudah tak lagi mendapati keramaian. "Aku akan menyusuri tempat ini. Mungkin saja di sekitaran sini ada kontrakan kecil. Syukurlah uang bulanan dari Arkana masih tersimpan utuh. Bisa kugunakan untuk menyambung hidup beberapa bulan ke depan, lalu aku akan mencari pekerjaan untuk bertahan--"

Belum sempat kalimatnya rampung, Mazaya sudah tak sadarkan diri dengan sapu tangan yang membekap hidungnya.

"Hahaha dapat kau!" kata seorang yang tangannya masih membekap hidung Mazaya menggunakan sapu tangan yang sudah diolesi obat bius. Anak buah Mami Karren itu tertawa puas sebab tugasnya terlaksana tanpa hambatan.

Ternyata Mami Karren menempatkan dua anak buah yang dia tugaskan mengintai rumah Arkana selepas keluarnya dia dari rumah megah itu tadi siang. Prediksinya tak meleset. Si anak kesayangan pemikat banyak pelanggan itu keluar dari sana. Hanya saja dia tak menyangka waktunya sesingkat ini. Hanya berselang beberapa jam dari waktu dia meninggalkan rumah itu.

Dari pertemuannya dengan Rayyan, Mami Karren menyimpulkan Mazaya tak mendapat sambutan baik dari keluarga suaminya dan pasti wanita itu lambat laun terdepak atau keluar sendiri dari rumah itu. Terlihat dari usaha Rayyan yang menawarinya kerja sama, yaitu membeberkan fakta aib Mazaya di depan Arkana dan Nyonya Abraham yang diiming-imingi imbalan lembaran rupiah.

"Ayo cepat bawa dia. Sebelum ada yang menangkap aksi kita. Mami pasti senang kita kembali membawa sumber deras pengalir rupiah-rupiah ke kantongnya," kata temannya.

***

"Selamat datang kembali, Ratu sayang."

Kesadaran belum sepenuhnya hadir dalam diri Mazaya, kelopaknya masih beberapa kali berkedip lambat, sedangkan korneanya masih samar-samar menangkap cahaya.

Namun, Mami Karren sudah menyambutnya dan kembali menjelma menjadi mimpi buruknya. Menyadari itu, Mazaya ingin tidur selamanya. Mengapa kesadaran terlalu cepat menghampirinya.

Mendadak Mazaya ingin seperti Putri Tidur yang masyhur dalam dongeng anak-anak itu. Bangun dari tidur panjangnya dalam suasana haru dan bahagia ketika seorang pangeran memusnahkan kutukan sang penyihir jahat dengan menciumnya.

Memikirkan itu, lantas ... apakah pangeran yang diharapkannya itu Arkana?

Mazaya menggeleng, segera menepis khayalannya. Lalu memijat pelipisnya.

"Apa aku perlu memanggilkan dokter untuk memeriksamu, Ratu?"

Tolong, diamlah wanita bedebah! Yang kubutuhkan bukan dokter, tapi lenyapnya kau dari muka bumi ini.

"Baiklah, akan kupanggilkan dokter. Bagaimanapun, pekerjaanmu membutuhkan tubuh yang fit dan prima," ucap Mami Karren lagi setelah mendapati kebungkaman Mazaya.

"Hei, kenapa kau memandangku begitu?" tanya Mami Karren ketika melihat Mazaya menatapnya dengan sorot tak suka. "Kau kira aku membawamu ke sini untuk kujadikan kau pajangan, lalu kau hanya ongkang-ongkang kaki, tidak menghasilkan apa pun untukku?"

Lalu dijentikkan ibu jari dan jari tengahnya sehingga menciptakan suara. "Bangun, sadarlah dari mimpimu, Ratu. Sudah cukup kau mimpi dalam beberapa bulan ini. Berhentilah menjadi pungguk merindukan bulan. Tempatmu bukan di sana, tapi di sini. Menjadi kupu-kupu paling diminati. Dengar, aku memaafkan dan melupakan tindakan kaburmu beberapa waktu lalu. Kau akan tetap menjadi kesayanganku, tapi sebelum itu beri aku penghargaan dengan melayani seorang pelanggan yang lama menantimu malam ini."

Dengan tegas Mazaya memberi gelengan. "Tidak! Sampai kapan pun aku tidak akan menuruti perintahmu! Semenjak ibuku, satu-satunya alasanku bekerja di tempat kotormu ini meninggal, aku bertekad tidak akan menjejakkan lagi kakiku di sini apalagi menjadi penghuni tempat ini. Aku tidak akan menjajakan tubuhku lagi kepada lelaki-lelaki gila **** itu!"

Kepala Mazaya terlempar ke samping setelah tamparan keras mendarat di pipinya, yang menjejakkan rasa panas.

"Sudah berani padaku kau, ya! Apa kau bilang tadi? Kau menghina tempat yang bertahun-tahun memberimu penghidupan sangat layak dan memberi jalan ibumu mengalami pengobatan maksimal? Kau memang manusia hina tak tahu diri!"

Mami Karren menamparnya lagi. Kali ini lebih keras. Lalu diseretnya Mazaya ke kamar mandi tanpa memedulikan wanita malang itu meronta-meronta dan hendak menarik rambutnya yang berhasil dia tepis. Dia mencelupkan berkali-kali kepala Mazaya ke dalam bak mandi yang penuh air lalu sesekali menahan wajah itu beberapa detik di dalamnya.

"Sadar dari mimpimu! Kembalilah menjadi kesayanganku yang penurut dan jinak!" ujar Mami Karren dengan mendesis tajam sambil menggerakkan tangannya mencelupkan kepala Mazaya. "Kau akan terus mengalami penyiksaan jika tak berhenti memberontak dan lidahmu itu lancar menghina tempatku!"

Setelah beberapa menit yang panjang, Mami Karren meninggalkannya yang sudah lemas, menyandar pada tembok dengan kondisi menyedihkan. Lelehan air matanya tak tampak sebab menyatu dengan air yang membasahi rambut dan wajahnya yang pucat.

Belum sempat kesedihannya mereda dan bahkan napasnya masih tersendat-sendat, derap langkah sepatu heels terdengar memasuki kamar itu. Beberapa detik kemudian sampai di depannya.

"Kau kembali, Ratu Ancaman? Sialan!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!