Dari balkon kamar, Mazaya memandangi beberapa pohon yang menjulang. Sebenarnya, dia tak fokus dengan apa yang dia pandang sekarang. Dia hanya mencari objek pelarian dari kesesakan yang menghimpit dadanya. Air matanya sudah kering, tapi itu tak membabat habis bukti kesedihannya. Lekukan sarat kekecewaan terpampang jelas di wajahnya.
Tiba-tiba dia merasakan sentuhan di perutnya. Dia menunduk dan mendapati tangan Arkana. Dia tepis tangan itu segera, namun Arkana tak membiarkannya.
"Mazaya, Cintaku, maafkan aku," kata Arkana sembari berusaha menjinakkan Mazaya yang bersikeras melepaskan tangannya yang melingkari perut perempuan 26 tahun tersebut. "Aku memang suami tidak peka. Aku brengsek. Suami yang tak pantas kau andalkan."
"Ada apa Arkana? Kau seharusnya marah karena aku mencelakakan ibumu dan berkata lancang padanya. Bukankah kau sudah termakan hasutan ibumu dan istri pertamamu?" Mazaya mulai tenang. Dia tak lagi berontak dengan pelukan Arkana. Dia menyandarkan tangannya ke pagar balkon.
"Aku mengakui kesalahanku. Aku minta maaf atas ketidakadilan yang kau dapatkan di sini, Mazaya. Semua itu memang salahku. Jika saja aku adalah suami yang peka, aku tidak akan kesulitan mengendus kelakuan buruk Mama dan Kaira padamu sehingga aku dapat mencegah kesewenang-wenangan mereka dan membelamu. Aku benar-benar gagal menjadi suami."
Tak dipungkiri oleh Mazaya hatinya memang selalu lemah jika berkaitan dengan Arkana. Apalagi mendengar pengakuan bersalah darinya kini. Dia lalu berbalik.
"K-kau memercayaiku?" Mazaya menyelami sorot mata Arkana.
Arkana mengangguk dengan wajahnya yang penuh sesal. "Semesta menunjukkan kebenarannya padaku. Aku memergoki Mama dan Kaira di momen yang pas ketika mereka puas atas tindakannya memfitnahmu. Kau boleh merasa aman sekarang, Mazaya, sebab aku sudah memperingatkan mereka siapa dan apa statusmu. Kau tak pantas diperlakukan seperti itu."
Entah mengapa Mazaya masih belum merasa aman. Dan sikap Arkana tadi masih menjejakkan kekecewaan. "Tahukah kau, Arkana, apa yang paling menyakitkan bagiku?" Mazaya menyapukan pandangan pada wajah Arkana. "Yaitu tidak dipercayai olehmu."
Arkana menggapai kedua tangan Mazaya lalu dikecupnya bergantian. "Aku tidak akan mengulanginya lagi, Mazaya. Aku berjanji. Mulai sekarang kau mendapatkan kepercayaan penuh dariku."
"Siapa pun bisa menebar janji asal memiliki lidah. Dan lidah tidak bertulang, Arkana."
Arkana menangkup wajah Mazaya dengan tatapan penuh janji. "Aku akan membuktikan dengan sikapku."
Setelah mengucapkan itu Arkana merapatkan tubuh Mazaya padanya lalu dia elus-elus punggung Mazaya. Sementara Mazaya terpejam sembari berharap apa yang dikatakan Arkana bukan janji belaka.
"Mazaya, demi mewujudkan janjiku, maukah kau mulai sekarang terbuka tentang apa pun kepadaku? Aku tidak ingin kecolongan lagi. Aku ingin kau berkata jujur apa pun itu." Arkana berkata sambil menghirup aroma wangi rambut Mazaya.
Mazaya terkesiap. Apa pun? Termasuk dia yang mantan PSK? Tanpa terasa dia menggeleng, tetapi dia segera menyadari; Arkana mengatakan mulai sekarang yang artinya lelaki tersebut tak menuntut kejujuran di masa lampau.
Mendapati Mazaya menggeleng, Arkana pun bertanya, "Kau keberatan?"
"Bu-bukan. Aku bersedia, kok. Aku akan mulai terbuka padamu mulai sekarang," sahut Mazaya yang kemudian disambut dengan kepungan kecupan Arkana pada puncak kepalanya.
Arkana tersenyum lalu kembali berujar, "Aku sudah menyiapkan segala keperluan kita berbulan madu. Jika tak ada kendala, kita berangkat dua hari lagi. Kau tidak berencana berubah pikiran, kan?"
Mazaya mempertemukan lagi mata mereka. "Berubah pikiran?" ulangnya.
"Mungkin saja kau sudah tak berminat berbulan madu karena masih kecewa dengan sikapku tadi. Karena aku belum mendengar kalimat pengampunan darimu," jawab Arkana dengan tatapan sendu.
"Aku tidak berubah pikiran dan aku memaafkanmu," kata Mazaya kemudian. "Apa kalimat itu cukup menunjukkan jika aku ingin kau membawaku mencecap manisnya bulan madu?"
Arkana mengangguk senang lalu mengecup bibir Mazaya sekilas. "Terima kasih untuk semuanya, Cintaku."
Dari ayunan besi yang berada di taman, Kaira duduk sembari mengamati mereka dengan kepalan tangannya yang mantap. Kaira diserbu kecemburuan teramat sangat.
Setelah kemenangan singkatnya, Kaira resah dan geram memikirkan cara bagaimana membuat Arkana dan Mazaya berpisah. Dia bersumpah kekalahannya ini hanya sementara dan kemenangan abadi atas Arkana sedang menantinya. "Puaskan kau memeluk suamiku, Mazaya. Karena sebentar lagi akan kubuat kau enyah dari hidupnya."
Setelah itu dia menelepon seseorang. "Aku ingin kabar baik darimu. Aku tidak sudi memberi waktu lama pada si rendahan itu untuk memonopoli suamiku," ucapnya di telepon seraya menancapkan pandangan menusuk pada Mazaya di balkon sana yang masih dalam balutan tangan Arkana. Tampaknya yang diterima Kaira berita bagus sebab perempuan itu mengulas senyum mengerikan sebelum mematikan panggilan.
***
Arkana dan Mazaya tak mengalami kendala di hari keberangkatan bulan madu mereka. Dan di sinilah mereka berada sekarang. Mazaya melihat takjub pemandangan indah dan birunya air laut dari atas Kapal Ferry yang sedang mengangkutnya dan banyak penumpang lainnya berkeliling di lautan Amanohashidate. Sedari tadi dia berdecak kagum dengan apa pun yang melintasi penglihatannya.
Melihat itu, Arkana tersenyum senang telah membuat istrinya itu diliputi kebahagiaan. "Kau senang, Cinta?" tanyanya sembari menyaksikan Mazaya yang kini melambai-lambai pada kawanan burung putih yang beterbangan beberapa meter di atas kepalanya.
"Bahagia. Aku sangat bahagia. Ini pertama kalinya aku di dunia luar, Arkana. Semuanya sangat indah." Mazaya menjawab tanpa menarik pandangan dari sekumpulan burung itu.
Senyum bahagia tak pudar dari bibirnya ketika Arkana mendengar itu. "Mulai sekarang kau akan sering mendapati kebahagiaan seperti ini, Mazaya. Aku akan membawamu keliling dunia untuk mengukir senyum di wajahmu," lirihnya penuh niat dan tekad.
"Terima kasih, Sayang." Tak disangka Mazaya mendengar gumaman suaminya. Dia menangkup wajah Arkana. "Kau terbaik."
Arkana terharu. Jika saja di sana hanya ada mereka, pasti dia akan menyerang Mazaya dengan ciuman panas yang berakhir dengan lolongan panjang mereka diiringi banjir keringat. Yang saat ini dapat dia lakukan hanyalah berbisik di telinga Mazaya, "Aku ingin kepulangan kita dari sini membawa oleh-oleh."
Mazaya mengangguk antusias. "Tentu. Aku sudah mencatat daftarnya. Aku mencari referensi dari internet."
Arkana menggeleng dengan senyumnya yang menawan. "Bukan oleh-oleh semacam itu."
Mazaya mengernyit tak paham. "Lantas?"
"Bayi."
Ribuan kupu-kupu serasa menggelitik sekitaran perut Mazaya dan wajahnya diserbu warna merah setelah mendengar itu. Arkana sukses membuatnya tersipu.
Setelah menyulam momen tiga minggu penuh bahagia dilakukan Arkana dan Mazaya di Kyoto, Jepang, akhirnya hari ini kepulangan mereka ke tanah kelahiran. Keduanya melangkah bersama setelah seorang pelayan membukakan pintu utama untuk mereka.
Ternyata kedatangan mereka disambut antusias oleh beberapa anggota keluarga. Bahkan orang-orang itu berdiri hanya tujuh meter dari arah pintu. Tampak antusias sekali. Termasuk keluarga yang tidak menghuni rumah tersebut, yaitu Rayyan.
Sebentar, ada satu wajah tak dikenali oleh Arkana yang turut menyambutnya. Tapi familier bagi Mazaya dan keberadaan wanita dengan dandanan menor itu seketika mengundang ketakutan Mazaya. Tubuh Mazaya reflek bergetar. Dan semakin bergetar ketika melihat wanita bergincu merah menyala itu menyeringai lalu berucap padanya, "Selamat siang, Ratu. Lama tidak berjumpa. Kabarmu baik?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments