"Ma-mami Karren," lirih Mazaya dengan bibirnya yang bergetar. Gumamannya itu mengundang perhatian Arkana di sampingnya yang tampak posesif menyatukan jemari mereka.
"Oh, kau kenal? Dia tamumu? Kenapa tidak bilang kau akan kedatangan tamu di hari kepulangan kita, Cinta?" Arkana yang sebelumnya bertanya-tanya dalam batin siapa wanita berbibir merah menyala itu seakan melihat titik terang sekarang. Dia tamu Mazaya ternyata, pikirnya. Namun, Arkana mengernyit heran ketika menyadari dahi Mazaya berselimut keringat.
"Tentu Mazaya kenal, Arkana. Sangat kenal malah. Karena bertahun-tahun Mazaya bekerja di tempat Mami Karren ini." Kaira Tampak seperti musuh di medan perang yang sedang bersiaga melancarkan serangan pada lawan dan optimis menang sebab memiliki senjata unggulan. Bibirnya tersungging khas devil .
Tak hanya Kaira, Nyonya Abraham dan Rayyan pun terlihat menunjukkan seringai devil pada Mazaya. Perempuan itu terasa terkepung.
Belum sempat mereda akan keheranannya pada reaksi tubuh Mazaya, kini keheranan Arkana bertambah dengan pemberitahuan Kaira. Pekerjaan macam apa yang dijalani Mazaya dengan majikan berdandan berlebihan itu, pikir Arkana semrawut.
"Wow, Mazaya, kenapa tubuhmu gemetaran dan hei, apa itu? Keningmu bercucuran keringat dan wajahmu pucat. Pulang dari berbulan madu seharusnya kau berbinar bahagia. Ada apa, Mazaya? Apa karena terkejut dengan penyambutan spesial dari tamumu ini? Sebenarnya, siapa Mami Karren ini, Mazaya?" Sekarang giliran Rayyan yang seolah sedang menguliti Mazaya hidup-hidup.
Arkana terlihat bingung dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Mazaya yang diam seribu bahasa, tetapi tubuhnya tak berhenti gemetar dan tiga anggota keluarganya yang tampak bagaikan kawanan serigala yang menjadikan Mazaya domba buruan. Kumpulan serigala itu terlihat berhasrat mengoyak tubuh si domba lemah dengan matanya yang berkilat-kilat. Sebenarnya, peristiwa apa ini, pikir Arkana.
"Sudahlah, Rayyan. Sepertinya kau tak akan mendapat jawaban dari Mazaya. Bagaimana kalau kita tanyakan langsung saja pada Mami Karren ini." Kaira mengambil alih perhatian seraya melempar tatapan manis pada Mami Karren.
Merasa terpanggil, Mami Karren pun menggerakkan lidahnya. "Sebelumnya aku meminta maaf dulu, Tuan Arkana, karena mungkin kedatanganku ini mengejutkan. Khususnya bagi istri Anda, Ratu--eh Mazaya yang kebetulan adalah orang yang lama saya cari."
Arkana mengernyit lalu memandang Mazaya yang membalasnya dengan sorot ketakutan. "Aku membenci orang bertele-tele. Katakan poinnya," jawab Arkana tegas. Sesungguhnya keheranan dan penasarannya sudah di ambang batas.
Mami Karren tersenyum menggoda, khas senyum puluhan wanita yang bekerja padanya. "Kedatangan saya kemari menjemput pekerja saya yang mangkir dari pekerjaannya. Dia kabur dari tempat saya padahal para pelanggan berdatangan mencarinya. Dia adalah istri Anda Mazaya."
Arkana mendadak memperoleh benang merah meski samar karena tak mendengar langsung dari Mazaya. Dilihat dari penampilan Mami Karren semestinya dari awal dia dapat menebak wanita itu mirip wanita penghibur. Dia lalu melihat Mazaya dan berkata, "Cinta, aku tidak akan menyimpulkan apa pun sebelum kau menceritakan dulu padaku."
Tapi setelah beberapa detik berlalu Arkana tak mendapati jawaban Mazaya. Istrinya itu setia bungkam, tetapi air mata mulai menitik di sudut kelopak matanya.
Memangnya, apa yang akan Mazaya katakan? Dia saat ini seperti melihat gerbang kehancuran. Menutupi fakta aibnya lalu merangkai kata pembelaan pun akan sia-sia sebab saksi nyata berada di depannya, Mami Karren. Jadi, tak ada yang lebih baik bagi Mazaya sekarang selain diam. Biar saja nanti akan dia jelaskan awal mula dan sebab musabab dia terjebak pekerjaan kotor itu ketika bersama Arkana di kamar.
Nyonya Abraham yang sedari tadi menjadi penonton pun mulai bersuara. "Dari awal aku tidak menyetujuimu menikahinya bukan tanpa dasar, Arkana. Aku mengendus ketidakberesan perempuan rendahan itu. Dan terbukti. Dia memang perempuan rendahan."
"Mama!" Arkana menatap sang ibu dengan sorot peringatan. "Sudah kukatakan jangan rendahkan istriku Mazaya!"
"Tapi Mama benar, Arkana. Istri favoritmu itu memang rendahan. bukankah sebutan itu tidak berlebihan dialamatkan pada perempuan yang mengomersialkan tubuhnya?" Kaira tersentak dan tersiksa ketika Arkana mencekiknya setelah mengakhiri kalimatnya. Namun, hasrat menjatuhkan Mazaya tetap berkobar sehingga dia lanjutkan berbicara di antara kesakitannya. "Istri yang sangat kau puja itu PSK."
"Arkana! Lepas, Arkana! Dia istrimu!" Nyonya Abraham menarik pergelangan tangan Arkana yang menambah kekuatan cekikannya lalu melihat Rayyan. "Cegah sepupumu menjadi pembunuh, Rayyan! Jangan diam saja!"
15 detik kemudian Rayyan berhasil membebaskan Kaira dari kemurkaan Arkana. Kaira terbatuk-batuk dan menghirup udara dengan rakus setelah terbebas.
Dalam ketegangan itu, Mami Karren tampak yang paling santai dan tak terpengaruh dengan suasana itu. Wanita beranting mirip hoola hoop itu berkata, "Jadi, bagaimana Ratu? Kau ingin kembali ke tempatku sukarela bersamaku sekarang atau anak buahku yang akan menjemputmu, Sayang?"
Mazaya membasahi bibirnya sambil melihat Arkana. Seakan mencari pembelaan darinya. Untungnya bak gayung bersambut, dia mendengar Arkana berkata, "Tidak ada yang boleh keluar dari rumahku tanpa izin dariku!"
Mami Karren masih tampak tenang. Diulasnya senyum. "Tapi dia masih pekerja saya, Tuan Arkana. Dia--"
Ucapan Mami Karren otomatis terputus ketika wajahnya disembur lembaran rupiah warna merah. "Lima juta. Itu cash-nya. Kau akan mendapatkan lebih di rekeningmu nanti. Untuk mendapatkan itu, ada pintu keluar rumah ini terbuka lebar untukmu," ucap Arkana dengan tegas yang disambut cerah Mami Karren.
Mami Karren bergegas mengais lembaran rupiah yang berserakan di sekitaran kakinya. Kemudian bergerak cepat pergi, tetapi sebelum itu dia mendekati Mazaya dengan senyumnya yang memuakkan. Dibelainya pipi Mazaya menggunakan uang-uang itu seraya berkata, "Kau memang selalu menjadi sumber rupiahku memancar deras. Terima kasih, Ratu sayang. Jangan sungkan kembali ke tempatku jika kau sudah tidak betah di sini, oke. Para pelangganmu merindukanmu, Sayang."
Mazaya membuang muka. Sementara Arkana memejamkan mata sejenak lalu pergi begitu saja tanpa meninggalkan kata. Tiga orang dalam ruangan itu serempak memandangi Mazaya dengan tajam sepeninggal Arkana pergi.
"Kenapa kau sangat tidak tahu diri?" Kaira yang membencinya hingga ubun-ubun mulai menyerangnya lagi. "Keberadaanmu di sini mengotori rumah yang dijaga kesuciannya sekian lama. Tak pernah ada orang rendahan macam kau pernah menginjakkan kaki di sini apalagi sampai menetap. Bukan begitu, Ma?"
Nyonya Abraham menyahut, "Sangat benar. Hei, perempuan rendahan! Seharusnya kau sadar diri." Pandangannya yang tajam menusuk hati Mazaya. "Kotoran babi tempatnya di tanah yang kotor bukan di bejana emas."
Hati Mazaya seperti diiris-iris hingga sulit mendeskripsikan rasa sakitnya. Serendah itukah dirinya? Mereka hanya bisa menilai dan men-judge tanpa tahu latar belakang di balik kisah kelamnya. Dan apakah orang yang terlanjur terperosok lembah hitam tak diberi kesempatan untuk menghilangkan nodanya supaya badannya bersih lagi?
Tanpa membalas mereka, Mazaya pergi menapaki tangga menyusul sang suami. Dari tangga dia masih mendengarkan umpatan dari Kaira dan ibu mertuanya.
"Tak tahu diri!"
"Pelacur!"
Mazaya terus melangkah tanpa memedulikan teriakan menyakitkan itu hingga memasuki kamarnya.
"A-Arkana, ma-maaf atas yang terjadi di bawah." Mazaya berbicara tepat di belakang punggung Arkana. Suaminya itu sedang berdiri di balkon. Meski Mazaya melihatnya dari belakang, namun dia dapat merasakan ketegangan di muka Arkana.
Arkana bungkam, tetapi tangannya bergerak merogoh saku, meraih korek api lalu menyulut rokok. Melihat keheningan Arkana, akhirnya Mazaya memberanikan diri menelusupkan tangannya melewati siku Arkana, memeluknya dari belakang.
"Kau pantas marah padaku. Tapi tolong jangan membenciku karena itu walau seujung kuku, Arkana. Sebab salah satu alasanku menyembunyikan masa laluku itu adalah kau. Aku tidak ingin kau membenciku."
Kepulan asap keluar dari mulut Arkana setelah menghisap rokoknya. Dia setia bungkam. Berbagai rasa berkecamuk di hatinya. Dia tak ingin melampiaskan itu semua pada Mazaya. Bagaimanapun, dia sangat mencintai wanita itu. Namun, untuk berbicara dengannya Arkana butuh waktu. Maka diuraikannya tangan Mazaya dari pinggangnya lalu berbalik masuk ke dalam. Melewati Mazaya yang tertegun dan hinggapi kekalutan yang kental.
"Apa kau membenciku, Arkana?" Mazaya bermonolog sembari menatap pedih Arkana yang merebahkan diri di ranjang setelah memadamkan rokoknya lalu membuangnya ke asbak. "Iya, tak salah lagi. Kau tak ingin berbicara denganku. Bahkan melihatku saja tidak. Kau membenciku. Sepertinya benar apa kata Kaira--aku tak tahu diri."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments