Bab 18. Kehancuran Arkana

Satu bulan sudah Gery berhasil menyembunyikan Mazaya dari radar Arkana. Kehidupan mereka begitu damai di rumah putih, rumah yang letaknya jauh dari huru-hara keramaian kota. Suasananya sejuk dan asri. Tak ada tetangga, tak ada deru mesin yang membisingkan telinga. Semuanya tampak tenang di wilayah itu. Sepadan dengan pengorbanan Gery yang mengambil masa cuti karena ingin menjaga Mazaya 24 jam.

Namun, hari ini Gery dan Mazaya terpaksa meninggalkan sejenak kedamaian itu. Mengingat kehamilan Mazaya sudah menginjak delapan bulan dan belum menyiapkan apa pun untuk menyambut bayinya, mereka pergi ke toko perlengkapan bayi, tetapi tentu bukan toko yang beberapa waktu lalu mereka kunjungi. Demi menghindari bertemu lagi dengan Arkana, kali ini mereka memilih toko yang sederhana, yang sekiranya tidak didatangi kaum elit nan konglomerat macam Arkana.

"Mazaya, ini lucu. Astaga, bahkan aku sudah membayangkan wajah anak itu memakai pakaian ini," kata Gery sambil menunjukkan pakaian bayi yang bermotif macan tutul. "Dan ini, ya ampun, aku bisa melihat kaki mungilnya dibungkus sepatu ini." Kali ini Gery menyodorkan sepatu kain berbentuk singa.

Mazaya menggeleng sembari tersenyum. Dia ibunya, tetapi lelaki yang bersamanya kini itu tampak lebih antusias menunggu kelahiran bayinya. "Seleramu terlalu ekstrem. Kau ingin membuat anakku tampak sangar? Daripada singa atau macan tutul itu, aku lebih ingin melihat anakku memakai ini," kata Mazaya seraya memperlihatkan sepatu bayi berbentuk kelinci. "Ini baru cocok dikatakan lucu," lanjutnya seraya terkekeh, seolah meledek sepatu kain yang dipegang Gery.

"Hei, Mazaya, anak itu baby boy. Aku yakin jika dia ada di sini dan melihat perdebatan kita, dia pasti tak ragu memilih dari tanganku." Gery berkeras dengan argumennya seraya mengacungkan sepatu singa itu. "Ya ampun, bahkan aku melihat anak itu menjulurkan lidahnya pada sepatu kelincimu itu."

Mazaya tertawa rendah sembari memukul ringan lengan Gery. "Baiklah, baiklah. Karena kau uncle-nya, kali ini aku akan mengalah." Lalu Mazaya merebut sepatu singa itu dari tangan Gery setelah dia campakkan sepatu kelinci. "Roarrrrgh." Mazaya mengaum seperti singa seraya mencakar-cakarkan tangannya yang diselipkannya ke dalam sepatu mungil itu ke depan wajah Gery.

Gery tertawa renyah melihat aksi Mazaya dan itu sungguh menghiburnya. Dia juga senang sebab Mazaya akhirnya melupakan sesuatu yang membuatnya gelisah dan cemas akhir-akhir ini.

Mazaya merasa tersentuh melihat Gery tertawa dan begitu tulus padanya selama ini. Lelaki itu konsisten menunjukkan ketulusannya dan itu mengingatkan Mazaya yang sempat melabeli Gery sebagai lelaki maniak. Mengingat itu, Mazaya menggeleng dan berkata, "Gery, maafkan aku, ya."

Gery mengernyitkan kening. "Kenapa tiba-tiba minta maaf?"

Mazaya tersenyum lembut. "Pokoknya terima saja maafku," balasnya seraya menepuk lengan Gery.

"Tapi untuk apa?" Gery penasaran dengan kalimat maaf Mazaya yang tiba-tiba.

"Untuk semua kerepotan yang kubebankan kepadamu." Mazaya menatapnya lekat.

Gery menggeleng. "Mazaya, sudah kukatakan berulang kali, aku tidak merasa direpotkan olehmu dan justru aku senang dengan kehadiranmu di rumahku." Di hidupku dan di sisiku. Gery memegang kedua pundak Mazaya. "Jangan pernah menganggapmu beban."

"Terima kasih." Mazaya berkata tulus dan ada binar sendu di matanya.

Setelah interaksi mengharukan itu, keduanya lalu melanjutkan memilih perlengkapan bayi dan keluar dari toko itu dengan selamat yang artinya tidak berjumpa dengan Arkana, orang yang paling dihindari Mazaya. Lalu mereka ke mall untuk membeli beberapa barang yang dibutuhkan.

Ketika melintasi kedai es krim, Mazaya tampak menelan ludah melihat aneka rasa yang terpampang dari banner kedai itu. Gery tersenyum melihat mata Mazaya yang tak lepas dari kedai itu lantas dia menyeret lengan Mazaya ke sana.

Beberapa detik kemudian mereka sudah tampak menjilati es krim di tangan mereka. Lalu tiba-tiba terlintas ide jail Mazaya. Wanita itu mencolek pipi Gery dengan es krim yang membuat Gery tertawa lantas membalasnya dengan aksi yang sama. Keduanya tampak tertawa bahagia, melupakan sejenak permasalahan yang ada.

Namun, tawa dan kebahagiaan Mazaya tampaknya tak berlangsung lama sebab beberapa menit kemudian keceriaannya lenyap saat mendengar suara seseorang menyebutkan namanya. Itu suara orang paling dihindarinya saat ini.

Arkana.

Gery dan Mazaya melihat Arkana mendekati mereka. Dengan sigap, Gery meraih tangan Mazaya dan membawa wanita itu pergi.

"Mazaya." Arkana mencekal lengan Mazaya ketika wanita itu akan kabur. Bahkan Arkana mengabaikan tatapan peringatan Gery padanya. "Kali ini kau tidak akan pergi dariku sebelum kau menjawab pertanyaanku," ucap Arkana pada Mazaya.

"Apa yang ingin kau tanyakan?" Gery yang mengambil alih pembicaraan.

Mengabaikan pertanyaan Gery dan hasrat kuat memukulinya, Arkana menatap lekat Mazaya dan bertanya dengan penasaran dan penuh harap, "Anak siapa yang kau kandung? Siapa ayah biologis janin itu?"

Melihat kening Mazaya yang sudah dibanjiri peluh, Gery meraih telapak tangan Mazaya lalu meremasnya lembut, menyalurkan ketenangan yang dia bisa. Mazaya melihat mata Gery sejenak lalu kembali memandang Arkana. Bibirnya sedikit bergetar saat berkata, "T-tentu ini anakku dan ... Gery."

Cengkeraman tangan Arkana mengendur lalu terlepas sempurna dari lengan Mazaya setelah mendengar perkataan pahit itu. Hatinya laksana ditikam belati super tumpul yang meninggalkan jejak kepedihan teramat sangat. "Ja-jangan kau coba membohongiku. Katakan yang sebenarnya." Arkana berusaha mencari keberuntungan, ingin sekali mendengar Mazaya mengatakan itu hanyalah kebohongan.

Namun, sekali lagi hatinya bak terkoyak saat Mazaya menegaskan. "Aku sudah berkata jujur. Ini memang anak kami. Setelah aku terusir dari rumahmu, Gery menolongku, memberiku tempat tinggal yang nyaman. Dia juga menjamin keamanananku. Kau kira, apa yang dilakukan dua orang lain jenis ketika tinggal satu atap dalam waktu lama?"

Arkana menggeleng. "K-kau ... masih istriku. Bagaimana bisa kau melakukan ini?"

Mazaya mendecih. "Setelah tiga bulan lebih aku tak mendapatkan hakku berupa nafkah lahir ataupun batin, kau masih menganggapku istri? Wow, Tuan Arkana, Anda sangat konyol. Oh, ya, ini juga salahku. Aku belum melayangkan surat gugatan cerai padamu dan itu sekarang masuk dalam agendaku. Jangan khawatirkan itu. Sebentar lagi kau hanya akan memiliki satu istri, yaitu Kaira." Lalu Mazaya meraih lengan Gery. "Ayo, Sayang, kukira sudah cukup memberi orang ini pengertian. Aku ingin cepat-cepat sampai rumah lalu beristirahat. Anak kita pasti juga lelah karena ibunya sudah mengajaknya berkeliling hari ini."

Mengikuti sandiwara Mazaya, Gery pun tersenyum lantas mengusap perut Mazaya. "Baiklah, Sayang, ayo kita pulang."

Darah Arkana menggelegak. Tak sanggup lagi menyaksikan kepahitan ini. Dengan langkah kasar dia pergi, membawa serta segenap kepedihan di hati.

Mazaya melihat punggung Arkana dengan meneteskan air mata. "Maafkan Ibu, Nak. Ibu melakukan ini karena takut kehilanganmu. Semoga kau memaafkan Ibu." Mazaya merasa bersalah pada anaknya sebab telah menjauhkan janin itu dari ayah kandungnya. Lalu dia melihat Gery. "Sekali lagi terima kasih dan ... maaf."

Mazaya juga merasa bersalah pada Gery sebab menyeret lelaki itu dalam sandiwara.

Gery menggeleng sambil mengusap-usap lengan Mazaya. "Aku tidak ingin lagi mendengar dua kosakata itu dari bibirmu." Kata maaf dan terima kasih.

***

Setelah pertemuannya seminggu lalu dengan Mazaya sekaligus mengenyam kepahitan dari pertemuan itu, Arkana laksana kehilangan arah. Dia hidup seperti tak memiliki tujuan. Sangat kontras dengan karakter sejati Arkana. Dia terlihat seperti orang yang berbeda, bukan Arkana yang dulu. Bukan putra Nyonya Abraham yang hebat itu.

Arkana melarikan kepedihannya pada alkohol dan gaya hidup buruknya itu memengaruhi kinerjanya di perusahaan. Dia bukan lagi menjadi pimpinan yang dielu-elukan karyawan, bukan lagi pimpinan yang mendapatkan dukungan dari dewan direksi sekaligus tak lagi mengantongi kepercayaan para investor. Sebaliknya, kini banyak orang yang mulai menentangnya. Lagi pula, investor mana yang memercayakan sahamnya dikelola pimpinan yang sedang kacau balau karena permasalahan rumah tangganya?

Iya, permasalahan rumah tangga Arkana sudah menjadi rahasia umum. Dia yang ditinggalkan istri keduanya dan dia yang mengusir istri pertamanya. Kehidupan yang malang dan tragis.

Dan orang yang paling menyayangkan kondisi ini dan merasa paling dirugikan adalah ... Nyonya Abraham.

Kini, wanita itu melihat sedih putranya yang sedang menenggak minuman alkohol di depan mata. "Nak, kumohon kembalilah pada hidupmu dahulu, yang normal dan beradab. Tidakkah kau menyadari, semua yang kau lakukan kini perlahan menyeretmu ke dalam kehancuran?"

"Bukankah ini yang kau inginkan?" Seraya menenggak minuman itu, Arkana menjawab dengan acuh tak acuh, namun jawaban itu sangat menohok hati ibunya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!