Penghangat Ranjang Suami Orang
Senyuman bahagia merekah di wajah wanita paruh baya bernama Sumi. Hari ini, hidupnya terasa sangat sempurna bisa menyaksikan pernikahan putri kesayangannya, Syahnaz Wardani. Ia merasa lega telah berhasil mendampingi putrinya hingga menyerahkannya kepada lelaki yang dianggap tepat. Sepenuhnya, ia berharap Aditya bisa membuat kehidupan putrinya bahagia. Tidak ada kebahagiaan terbesar orang tua selain melihat anaknya bahagia.
Pesta pernikahan antara Syahnaz dan Aditya berlangsung secara sederhana, hanya dihadiri tetangga dekat dan petugas dari KUA setempat. Tidak ada pihak keluarga yang hadir karena keduanya memang pendatang di kota itu. Aditya yatim piatu, sementara Syahnaz anak yatim. Hanya Sumi yang kini menjadi orang tua mereka.
“Selamat atas pernikahan kalian ya, Nak. Semoga kebahagiaan selalu menyertai kalian,” begitu doa yang terurai dari bibir Sumi yang sedikit gemetar menahan rasa haru.
Syahnaz memeluk ibunya. Air mata kebahagiaan mengalir di pipinya. “Ibu, terima kasih untuk restumu,” ucapnya sembari menahan isak tangis.
“Ibu, terima kasih sudah menerima saya sebagai menantu,” ucap Aditnya.
Sumi memberi isyarat agar Aditnya mendekat. Ketiganya berpelukan dengan penuh keharuan.
Sumi bahagia memiliki menantu seperti Aditnya. Orangnya sopan dan penampilannya selalu rapi. Apalagi Aditya bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan besar, ia yakin menantunya itu mampu membuat anaknya bahagia.
Prang! Brak!
Terdengar suara gaduh dari arah luar. Pintu ditendang kasar hingga terbuka paksa, membuat mereka bertiga terkejut.
Terlihat sekelompok pria berbadan besar dengan penampilan sangar seperti layaknya preman. Raut wajah mereka menunjukkan kemarahan. Tanpa permisi, mereka memaksa masuk ke dalam mengacaukan semuanya.
“Hah! Acara pernikahan? Ditagih bayar hutang katanya tidak punya uang tapi bisa mengadakan pesta pernikahan,” ucap salah seorang dari mereka yang berambut gondrong dengan tato ular di lengan kanannya.
“Ibu, ini kenapa? Apa ibu punya hutang?” tanya Syahnaz kebingungan. Ia sama sekali tidak tahu apa alasan orang-orang itu datang ke sana.
Sumi menggeleng. Ia juga merasa bingung dan ketakutan. “Tidak, Ibu tidak pernah berhutang.”
“Mas, bagaimana ini?” tanya Syahnaz. Ia berpelukan dengan ibunya saking ketakutan.
Aditya terlihat panik, namun tidak bisa berbuat apa-apa. Ia tidak menyangka bahwa preman-preman itu akan menyusulnya di sana.
“Aditya, bayar hutangmu!” pinta preman itu dengan nada membentak.
Keringat dingin keluar membasahi wajah Aditnya. “I … iya, Bang! Sabar. Beri aku waktu untuk melunasinya,” katanya dengan penuh harap.
Syahnaz terkejut mengetahui suaminya yang memiliki masalah dengan preman-preman itu. Terlihat Aditnya yang menatapnya dengan sendu seakan merasa menyesal dengan kejadian itu.
“Halah! Kamu itu bisanya cuma janji-janji! Bosan kami mendengar bualanmu!” bentak sang preman.
Tubuh Aditnya diseret dan dibanting ke lantai. Beberapa orang menendanginya tanpa belas kasihan. Sementara, Syahnaz dan Sumi hanya bisa berteriak ketakutan di pojokan. Kelakuan preman-preman itu sangat mengerikan. Selain memukuli Aditya, juga menghancurkan apa saja yang ada di sana.
“Ampun, Bang … Ampun …,” rintih Aditnya menahan rasa sakit dari pukulan dan tendangan yang diterimanya.
Pimpinan preman itu mendekati Aditnya, berendahkan tubuh seraya mencengkeram kerah baju Aditnya. Tatapannya begitu tajam seakan ingin menghabisi Aditya. Wajah Aditya sudah babak belur penuh luka dan memar.
“Hutangmu itu 300 juta. Mau bagaimana kamu melunasinya? Mau jual ginjal?” tanya preman itu.
“Beri aku waktu sedikit saja, Bang. Aku pasti akan melunasinya,” kata Aditya dengan napas terengah-engah.
“Kamu sudah mangkir selama 6 bulan untuk membayarnya. Bagaimana kalau aku beri waktu tiga hari, apa kamu sanggup melunasinya?” tanya sang preman.
Aditya terdiam. Ia sama sekali tidak ada kemampuan untuk menutupi hutangnya sendiri. Ia menyesal sudah terjerat judi online hingga memiliki hutang yang cukup besar.
“Bagaimana kalau kami ambil saja rumah ini? Sepertinya nilai jualnya juga lumayan untuk melunasi hutangmu,” kata sang preman sembari melihat-lihat sekeliling rumah itu.
“Rumah ini tidak ada hubungannya dengan Aditnya! Ini rumahku!” teriak Sumi. Ia tidak terima rumahnya diambil. Ia bahkan tidak tahu menahu tentang hutang yang ditanggung oleh Aditya.
Syahnaz berusaha menenangkan ibunya. Preman-preman itu sangat menyeramkan. Tapi, ibunya tetap mau melawan mereka demi mempertahankan rumah peninggalan suaminya itu.
“Pergi kalian semua! Pergi dari rumahku!” usir Sumi.
“Heh! Ibu tua! Menantumu ini punya hutang pada kami. Dia tidak bisa membayar. Jadi, kami akan mengambil paksa rumah ini. Kalian yang secepatnya keluar dari sini!”
Preman yang sejak tadi menghajar Aditnya mengalihkan perhatian kepada Sumi. Ia tampak marah dengan sikap melawan yang Sumi tunjukkan.
“Rumah ini tidak ada hubungannya dengan Aditnya! Pergi kalian!” Sumi marah-marah sambal memukuli preman itu.
Sang preman terlihat habis kesabaran. Ia menarik tangan Sumi dan mendorongnya dengan keras hingga membentur tembok.
“Ibu ….”
Syahnaz berteriak histeris. Ia berlari mendekati ibunya yang sudah tidak sadarkan diri dan berlumuran darah. Ia menangis tersedu-sedu sembari memeluk ibunya.
“Bos, kayaknya kita harus pergi sekarang sebelum warga datang,” bisik salah satu anak buah preman itu.
Sang bos preman kembali menatap tajam ke arah Aditya. “Pokoknya sediakan uang itu dalam waktu tiga hari. Aku tidak peduli bagaimanapun caranya. Awas kalau tidak, aku akan membunuhmu!” ancamnya.
Rombongan preman itu akhirnya pergi meninggalkan kediaman keluarga Syahnaz. Tak berselang lama setelah mereka pergi, warga berdatangan. Mereka terlihat kaget dengan kondisi di rumah yang berantakan itu. Kondisi Aditya yang terluka dan Ibu Sumi yang pingsan.
Mereka akhirnya membawa Aditya dan Sumi ke rumah sakit. Aditya hanya mendapat pengobatan luar, sementara Sumi harus ditangani secara intensif di ruang IGD.
“Pihak keluarga Ibu Sumi mana?” tanya Dokter Rafa.
Syahnaz bangkit dari duduknya dan mendekat, disusul kemudian oleh Aditnya.
“Saya anaknya, Dok. Bagaimana kondisi ibu saya?” tanya Syahnaz dengan raut wajah yang lesu.
Ia tidak pernah menyangka hari pernikahannya berubah menjadi malapetaka. Bahkan ia datang ke rumah sakit masih lengkap dengan riasan dan baju pengantinnya.
Dokter Rafa terlihat tak tega untuk menyampaikannya. “Ibu Anda ternyata mengalami kebocoran jantung.”
“Apa? Itu tidak mungkin, Dok!” tepis Syahnaz. “Selama ini Ibu tidak pernah mengeluh sakit apapun. Mungkin diagnosis Dokter salah.”
“Ini bisa saja ada kaitannya dengan syok atau trauma yang dialami sehingga memunculkan penyakit tersebut. Memang stadiumnya masih tergolong ringan, jadi lebih baik ditangani secepat mungkin. Ibu Anda membutuhkan operasi,” kata Dokter.
Seketika Syahnaz merasa kepalanya pusing. Ia hampir limbung, untung saja Aditya menahan tubuhnya dari belakang.
“Lakukan apa saja, Dok, untuk menyelamatkan ibu saya,” kata Syahnaz pasrah.
“Kalian bisa memikirkannya kembali, mengingat biaya yang dibutuhkan cukup besar. Kalau memang siap, kalian bisa mendaftarkan operasi ke bagian administrasi.”
“Berapa biaya yang dibutuhkan, Dok?”
“Saya tidak tahu pastinya. Mungkin berkisar 200 sampai 300 juta.”
Mendengar perkataan dokter semakin membuat Syahnaz tak berdaya. Ia benar-benar merasa hidupnya dipenuhi kemalangan yang bertubi-tubi. Anak mana yang tidak sedih ketika mengetahui orang tuanya sakit?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
αуαηgηуα кαкαѕнι
see you again mom😆
2024-02-12
0
🍾⃝ᴍͩᴇᷞʟͧʟᷠɪᷧᴀ𝐀⃝🥀
kayak kisah nyata aja/Sob/
2023-11-09
1
Indah Milayati
coba baca
2023-11-08
0