Jaga Batasan

Akhirnya jam makan siang yang Langit tunggu telah tiba. Meskipun sebagai CEO dia bisa makan kapan saja, tapi dia tetap mematuhi aturan yang ada di perusahaannya. Ia adalah orang yang tepat waktu dan tidak suka membuang-buang waktu.

Segera Langit membuka bekal yang dibawanya. Nasi merah dengan tumis brokoli serta ayam kampung bumbu kuning. Rasa lapar yang membuncah hampir saja membuat air liurnya menetes.

Suapan demi suapan masuk ke dalam mulut Langit hingga menandaskan semua isi dalam kotak bekal itu. Dan mengakhirinya dengan segelas air putih yang selalu tersedia di atas meja.

"Sejak ada gadis itu sepertinya berat badanmu semakin bertambah!" seru Rendi yang sudah berdiri di depan meja tanpa Langit sadari kedatangannya.

"Uhuk! Uhuk!" Langit tersedak.

"Sialan lo! Hampir saja gue mati tersedak!" pekik Langit yang kesal.

"Santai aja boss ku!" ucap Rendi santai. Lalu tiba-tiba tertawa terbahak-bahak.

"Kenapa lo?! Tiba-tiba ketawa nggak jelas!" seru Langit tambah kesal.

Rendi menenteng tutup kotak bekal yang bergambar Frozen sambil memegang perutnya karena terpingkal.

"Sialan!" gumam Langit lirih.

"Let it go~ Let it go~", nyanyi Rendi sambil tangannya mengulur ke depan menirukan gaya Elsa di film Frozen.

"Sebaiknya lo membuat surat pengunduran diri mulai sekarang!" ancam Langit yang menahan malu.

"Oke, oke! Sorry!" Rendi mengangkat kedua tangannya. Namun tetap menahan tawa.

"Tapi lo tetap harus jaga jarak sama Aurora. Takutnya nanti kalo Renata balik, lo nggak bisa move on!" Rendi memperingatkan Langit. Karena sepertinya sikap Langit sudah mulai menampakkan perubahan.

"Rasa cinta gue sama Renata itu besar. Nggak mungkin gue jatuh cinta sama gadis ingusan dan kampungan kayak dia. Kita udah sepakat kerja sama sebagai atasan dan bawahan."

"Sombong bener! Jangan sampai lo menjilat air ludah lo sendiri!" seru Rendi.

Rendi meninggalkan dokumen yang ia bawa lalu pergi meninggalkan Langit.

Setelah memastikan Rendi benar-benar pergi, Langit segera meraih ponselnya dan membuka fitur kamera. Dia menilik pipi kiri, lalu pipi kanannya. "Kayaknya berat badan gue naik beneran deh!"

Tiba-tiba ponsel yang ia pegang bergetar. Langit mengernyitkan alis ketika melihat nama "Kakek Cakra" yang muncul dilayar.

"Halo, Kek. Apa kabar?" Langit berpura-pura setenang mungkin.

"Kakek akan pulang!" jawab Sang Kakek tanpa basa-basi.

"Baik, Kek. Nanti Langit jemput di Bandara."

"Tidak perlu! Supirku banyak! Kau datang saja ke mansion bersama istrimu!" Pekik Kakek di seberang sana.

"Tapi sepertinya istriku—"

"Kau jangan banyak alasan! Datang saja kalau ku suruh datang! Apa perusahaanmu ingin ku hancurkan?!" Ancam Kakek.

Kakek Cakra adalah pendiri perusahaan Cakrayudha Corporation. Sebuah perusahaan yang bergerak dalam beberapa sektor industri. Mulai pertambangan batu bara, timah, tembaga, dan pengolahan kelapa sawit.

Kakek punya dua orang anak. Anak pertama bernama Lucky Cakrayudha, ayah dari Langit. Anak keduanya bernama Sandra Devina Cakrayudha, tante Langit.

Masing-masing anak mewarisi beberapa perusahaan dan beberapa cabang. Begitu juga dengan cucu-cucunya mengikuti jejak orangtuanya.

Tapi tidak dengan Langit. Ia memilih mendirikan perusahaannya sendiri di usia muda. Sebuah perusahaan di bidang ekspor bahan pangan hasil laut.

Langit yang bersikeras ingin mandiri, membuat Kakek Cakra bangga. Dengan sedikit bantuan dari Kakek, Langit bisa mengembangkan perusahaan kecil yang berawal hanya mengandalkan penjualan dalam negeri, bisa melesat hingga menjadi perusahaan besar dengan banyak cabang dan mengekspor semua hasil produksinya.

Namun, yang Kakek sesalkan adalah Langit menjalin hubungan asmara dengan seorang model yang hanya memanfaatkan kesuksesan Langit. Dari 'kacamata' Kakek, Renata membawa pengaruh buruk pada cucunya.

Sejak mengenal Renata, Langit suka keluar-masuk klub malam, dugem dan berani menyentuh minuman beralkohol. Meski semua itu tak sampai mempengaruhi kinerja Langit di perusahaan, tapi itu membuat kakek geram. Pasalnya, Langit yang dulu bukanlah anak yang menyukai hal-hal semacam itu meski ia adalah anak konglomerat.

Karena alasan itulah, Langit terburu-buru menikahi Renata selama Kakek pergi ke luar negeri mengunjungi tantenya.

Renata yang sedang melanjutkan kuliah serta menjalankan profesi modelnya di Negeri Paman Sam tak bisa meninggalkan aktifitasnya, sehingga muncullah ide 'pengantin pengganti' sebagai pelancar usaha mereka untuk menikah.

Untuk mengelabui kakek agar tak melakukan pelacakan terhadap Renata, Aurora yang berperan sebagai 'pengantin pengganti' diharuskan tinggal satu atap untuk meyakinkan kakek bahwa mereka sudah benar-benar menikah.

Kembali ke saat ini.

Langit mengetuk-ketukan jarinya di meja, memikirkan cara untuk menghadapi sang kakek.

Tak lama kemudian ponsel Langit kembali bergetar. Pas sekali! Sebuah panggilan dari sang terkasih, Renata. Lalu muncullah ide dalam benaknya.

"Halo sayang." Renata membuka percakapan setelah panggilannya diterima oleh Langit.

"I miss you", sambung Renata dengan nada rendah berbisik.

"Miss you too", balas Langit dengan hangat dan mesra. Lalu dilanjutkan dengan obrolan santai seputar kesibukan Renata.

Setelah beberapa saat, Langit mengutarakan masalah kakek Cakra pada Renata. Begitu juga ide yang sudah terlintas di otaknya.

"Gimana, Nat? Ini sangat darurat sekali. Demi pernikahan kita juga." Langit mengharapkan Renata menyanggupi idenya.

"Baiklah, Kak. Aku akan membantumu." Kemudian Renata mengakhiri percakapan mereka.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Sesampainya di rumah, Langit sudah disambut dengan masakan yang masih hangat di atas meja makan. Rasa lelah dan penat memudar tatkala ia merasakan cita rasa dari masakan Aurora. Meski hanya menu rumahan yang sederhana, entah mengapa membuat perasaan jadi ikut hangat.

Tampak pula Aurora yang sudah menunggu. Langit segera naik ke kamarnya dan membersihkan diri, lalu ia akan segera turun makan malam bersama Aurora. Hal itu hampir menjadi kebiasaan sehari-hari sejak Aurora tinggal di rumahnya.

"Hari ini saya saja yang mencuci piringnya", seru Langit di sela-sela menikmati makan malamnya.

"Hah? Beneran nggak apa-apa, Pak?" tanya Aurora terheran sambil melotot ke arah Langit.

"Kamu mulai nyaman ya pakai bahasa tidak formal sama saya?" tegur Langit.

"Ma-maaf, Pak. Saya tidak sengaja." Aurora menundukkan kepalanya kembali.

"Huh! Dasar Om-om suku Eskimo!" umpat Aurora dalam hati.

"Kamu pasti sedang mengumpat atau menyumpahi saya dalam hati sekarang", ucap Langit dengan dingin. Sepertinya Langit bisa memprediksi apa yang ada dalam benak Aurora.

"Tidak, Pak. Saya mana berani begitu?" sanggah Aurora.

"Sialan! Dia kayak bisa baca pikiran orang aja". Batin Aurora makin kesal.

"Bagus kalau begitu. Saya harap kamu jangan terlalu nyaman dengan situasi saat ini. Saya nggak mau nantinya kamu salah paham dengan sikap saya yang lunak, maka dari itu jangan sampai melewati batasan yang telah kita sepakati. Kamu paham, kan?!" Langit memperingatkan.

"Baik, Pak."

Sepertinya tak ada celah maupun kesempatan untuk sekedar mengetuk hati Langit.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!