Falling In Love With Boss
“Sekarang 10.30, bagus sekali kamu baru muncul 3 jam setelah hari kerja dimulai,” ucap Harry.
“Aku memang salah, Dad. Semalam aku pulang larut malam,” balas Laura.
Laura yang baru sampai di firma, langsung diikuti oleh ayahnya sampai masuk ke ruangannya.
“Sudah Daddy bilang, jangan panggil Dad selama kita di firma, Laura,” ucap Harry.
“Maaf, Harry.”
“Ha-Ha- apa?”
“Secara teknis, Daddy bukan pengacara disini. Jadi, aku tidak bisa memanggil Daddy dengan Pengacara Harry.”
“Tapi kamu bisa memanggil Daddy dengan Direktur.”
“Kalau begitu, aku juga tidak ingin dipanggil Laura.”
“Tapi itu ‘kan memang namamu?”
“Harry juga nama Daddy.”
Harry memang tidak bisa menang melawan anak tunggalnya. Harry memang membesarkan Laura dengan kemampuan khusus di mulutnya yang mampu memproduksi kalimat yang mematahkan argument lawan. Tapi siapa sangka Harry terkena senjatanya sendiri.
“Baiklah, baiklah. Wawancaramu telah ditetapkan besok,” ucap Harry.
“Apa? Kenapa kita tidak langsung mengambil ‘pecundang’ dari universitas AAA saja? Kita hanya membutuhkan orang yang bisa berpikir dan bertindak cepat,” balas Laura.
(*Universitas AAA dikenal sebagai universitas dengan lulusan hukum terbaik peringkat 1)
“Kamu dari AAA,” balas Harry.
“Aku pengecualian,”
“Carikan Daddy satu lagi yang sepertimu,”
“Dad, bisakah aku tidak usah melakukan ini? Aku merasa lebih baik kalau aku bekerja sendiri,”
“Bisa, Laura. Kalau kamu bersedia menjadi partner junior. Semua partner senior harus memiliki associate. Ini aturannya,”
“Apa? Itu artinya? Aku akan diangkat menjadi senior partner?!”
Laura tidak dapat berkata-kata lagi. Dia terpaksa mengikuti kemauan ayahnya untuk mencari bawahan/asisten.
HARI REKRUTMEN.
“Selamat pagi, Bu. Sudah siap dengan rekrutmen hari ini?” tanya Bradley, sekretaris Laura.
“Sejujurnya tidak. Ada berapa kandidat, Brad?”
“Total ada 25 orang yang berhasil lolos penyaringan,”
“Apa?! Brad, kita harus menyaringnya lagi. Demi efektivitas dan efisiensi, berikan aku kode dengan kedipan mata saat kamu menemukan orang yang tepat,”
“Ok. Orang seperti apa yang tepat, yang ibu cari?” tanya Bradley.
“Yang seperti saya.” Laura tersenyum lalu masuk ke dalam ruangan yang telah disiapkan perekrutan.
“Richard Allison. Richard Allison?” Bradley memanggil nama kandidat.
Lalu muncullah seorang pria dengan setelan jas dan tas koper di tangannya. Napasnya begitu terengah-engah, dan begitu waspada dengan memperhatikan sekitarnya.
“Pak Richard, anda terlambat 5 menit. Apakah ada alasan mengapa saya harus membiarkan anda masuk?” ucap Brad.
“Sa-saya… saya hanya menghindar dari polisi. Saya benar-benar tidak peduli anda mengizinkan saya masuk atau tidak,”
Brad mengedipkan matanya ke Laura yang tengah berada di dalam ruangan.
“Bu Phoenix akan menemui anda di dalam,” ucap Brad.
“Hah?”
“Apa ada yang bisa aku ambilkan? Air putih? Atau kopi?”
“Halo, saya Richard Allison,”
“Saya Laura Phoenix, senang bertemu dengan anda. Silakan duduk,”
Tas yang dibawa oleh pemuda itu tiba-tiba saja terbuka dan barang di dalamnya jatuh berceceran.
Laura pun menyaksikannya. Bubuk putih halus yang sudah dibagi ke dalam beberapa bungkus plastic kecil.
“Whoa, apa ini?” tanya Laura.
Seorang berseragam cleaning service tiba di dekat ruangan perekrutan dan berusaha mencuri pandang ke dalam ruangan. Bradley segera menghampirinya.
“Ada yang bisa saya bantu?” tanya Brad.
“Tidak,” jawabnya lalu pergi.
“Bagaimana anda tahu kalau mereka polisi?” tanya Laura.
“Saya sering menonton drama tentang ini saat masih sekolah dasar,”
“Anda menonton drama saat masih sekolah dasar,”
“Kenapa? Saya suka menonton.”
“Apa firma ini menjadi titik pertemuan peredaran nark*ba?” tanya Laura.
“Saya masuk untuk mengalihkan. Saya hanya kebetulan lewat dan melihat firma hukum besar. Polisi mana yang berani menggeledah firma hukum besar hanya untuk mencari sebuah tas yang berisi 5,25 kg ganja, bukan?”
“Kita harus memperkerjakanmu. Saya akan memberikan 25 juta sebagai bonus penandatanganan kontrak,” ucap Laura.
“Saya bersedia menerima tawaran itu.”
“Sayangnya, kita hanya merekrut dari AAA saja. Dan anda tidak saja bukan lulusan fakultas hukum AAA, anda pengedar nark*ba. Anda juga tidak sekolah hukum,” ucap Laura.
“Bagaimana kalau saya bilang saya memiliki pengetahuan melebihi dari siapa pun yang pernah anda temui dan saya pernah mengikuti ujian advokat?”
“Saya akan menjawab ‘Mulut anda sangat besar’,” balas Laura.
“Itu buku the rule of law, bukan? Buka saja halaman berapa pun,”
Laura membuka asal buku yang berada di atas meja.
“Apa yang disebut aturan keadilan alami adalah untuk menuntut, yang pertama,-”
“Bahwa pikiran pembuat keputusan tidak boleh dinodai oleh bias atau kepentingan pribadi. Seseorang tidak boleh menjadi hakim untuk kepentingannya sendiri. dan, kedua, bahwa siapa pun yang bertanggung jawab untuk membuat keputusan yang merugikan untuknya harus memiliki hak untuk didengar.”
Laura mendengar jawaban pemuda tersebut dan membaca buku. Kata demi kata yang disampaikan laki-laki itu persis dengan apa yang tertulis di buku. Hal ini membuat Laura heran.
“Bagaimana anda tahu?” tanya Laura.
“Saya pernah membacanya untuk belajar ujian.”
Laura menutup buku yang dipegangnya dan menaruh buku tersebut di atas meja.
“Ini hal yang menarik. Tapi sayangnya saya harus kembali bekerja. Saya pastikan cleaning service di firma saya tidak akan mencarimu,” ucap Laura lalu berjalan menuju pintu.
Begitu Laura membuka pintu, dia melihat belasan orang sedang duduk di depan menunggu giliran wawancara. Laura segera menutup pintu kembali.
“Anda memiliki pengetahuan yang cukup, kenapa anda tidak mengambil kuliah hukum?” tanya Laura.
“Saat saya masih kuliah, mimpi saya adalah menjadi pengacara. Saya butuh uang dan Karel, temanku memberiku pekerjaan. Menjadi joki ujian matematika dan menjual soalnya. Kita menjual ke anak Dekan. Beasiswa saya dicabut, dan dikeluarkan dari kampus. Saya terpental ke kehidupan yang berbeda. Dan di setiap detiknya, saya selalu ingin kembali ke saat itu.”
“Saya ingin memberitahu anda sesuatu. Firma ini bukan sekolah dasar. Melainkan kerja keras, penuh tekanan, lembur. Saya butuh orang yang tangguh,” ucap Laura.
“Jika anda memberi saya kesempatan ini, saya akan bekerja keras seperti lulusan AAA dan menjadi pengacara terbaik yang pernah anda temui.”
“Saya berniat memberi anda kesempatan. Saya akan email kantor, saya telah menemukan orang yang tepat. Baiklah, anda akan mulai minggu depan. Dimulai dari Senin. Yang harus anda perhatikan, pertama, tidak ada lagi gan*a. Kami ada tes nar*oba. Berhenti merok*k.”
“Bagaimana anda tahu?”
“Anda menonton drama, saya menonton orang. Dan penjual gan*a pasti merok*k gan*a. dan, siapa nama anda?”
“Ya?”
“Richard Allison bukan nama anda, jadi siapa nama anda?”
“Jack. Jack Andrew.”
Sesampainya di rumah, Jack segera menyembunyikan tas kopernya yang berisi gan*a itu di antara tumpukan boks yang berantakan di dalam rumahnya yang hanya sepetak.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments