9

“Aku tidak yakin, tapi dokumen perjanjian ada di ujung lorong sebelah kanan,” jawab Jack lalu kembali berbalik, berkutat pada dokumennya.

“Tempat ini tidak seburuk itu…” ucap Laura.

“Apa kamu pernah menonton film dewasa bertemakan kantoran?” tanya Jack tanpa berbalik badan.

“Tidak. Film dewasa bertemakan kantoran? Klise sekali,” jawab Laura.

“Berarti kamu tidak tahu,” ucap Jack.

“Tidak tahu apa?”

Jack berbalik badan. “Ruangan ini menjadi latar tempat adegan film dewasa,”

Laura mencuri pandang ke sekitarnya.

“Benarkah?” tanya Laura.

“Ruang yang sempit, penuh dengan barang, tiang rak yang tinggi menjulang, di malam hari, apa kamu tidak merasakan sesuatu?” ucap Jack.

Laura menelan salivanya.

“Hm, yeah, tempat ini memang cocok untuk adegan dewasa. Namun, selain tempat, lawan mainnya juga harus cocok, ‘kan?” balas Laura.

“Ini,” Laura menyodorkan selembar kertas pada Jack.

“Terkadang, saat seseorang menodongmu, pistolnya tidak berpeluru sama sekali,” tambah Laura.

“Apa ini?” tanya Jack.

“Salinan hasil tes narkobamu,” jawab Laura.

“Tapi disini hasilnya menyatakan aku lulus,”

“Benar.”

“Raphael memperlihatkan yang palsu padaku? Aku harus bicara dengannya,”

“Jangan terlalu keras padanya,”

“Jangan harap,”

“Good boy.”

RUANGAN RAPHAEL.

Tak.

Jack meletakkan selembar kertas hasil narkoba yang diberikan Laura padanya di hadapan Raphael yang sedang duduk minum the di meja kerjanya.

“Kamu menunjukkan hasil tes narkoba yang palsu,” ucap Jack.

“Bagaimana kamu bisa tahu?”

“Jadi, semacam inilah pekerjaanmu? Mengancam, membahayakan pekerjaanku?”

“Jack, stop. Kita berhasil, ‘kan? Klien baru akan membuat kita kaya, Harry akhirnya melirimu. Kita sama-sama untung.”

“Kamu benar. Sekarang dia melirikku. Maka dia akan dengar kalau aku memberitahunya apa yang sebenarnya terjadi,” ucap Jack lalu berjalan hendak meninggalkan ruangan Raphael.

“Baik, sebelum kamu melakukan itu, waktunya kita melakukan lagi,” ucap Raphael.

“Melakukan apa?”

“Kencing di cup,”

Raphael mengeluarkan sebuah cup dari lacinya, lalu berjalan ke arah Jack untuk menyerahkan cup itu.

Jack menerima cup pemberian Raphael, dan berjalan ke meja kerja Raphael. Menuang sisa teh Raphael ke dalam cup tersebut.

“Aku sudah membaca kebijakan Phoenix Carpenter tentang tes narkoba. Ternyata kamu harus menunggu tiga bulan sebelum kamu melakukan tes lagi. Ini hal kecil yang mungkin kamu lewatkan. Jadi, minumlah,” ucap Jack lalu berjalan keluar.

Tiba di pintu, Jack teringat sesuatu. “Oh, ya. Robert Huntler sudah mengatakannya padaku, menurut dia, dia akan senang sekali jika dia ditangani oleh aku dan Laura. Dia mungkin akan menghubungimu besok,” ucap Jack.

Episode 9:

KLUB MOBIL GOLD SUN.

Di antara mobil-mobil, berdirilah Laura melirik jam tangannya dengan tatapan kesal.

“Maaf, tadi aku-” ucap Jack saat tiba di sebuah tempat yang diberikan Laura pada note.

“Kamu sudah melihat mobil-mobilnya?” tanya Laura.

“Iya. Luar biasa. Semuanya keren sekali,” jawab Jack.

“Itu semua masih jelek jika dibandingkan dengan yang ini,” ucap Laura sambil berjalan menuju sebuah spot.

“Mesin mobil ini dibuat oleh Porthers Motors. Mesin ini banyak digunakan untuk ajang perlombaan. Mereka telah memenangkan banyak kejuaraan dibandingkan mesin lainnya,” tambah Laura.

“Bagaimana kamu tahu semua itu?” tanya Jack.

“Ethan Porthers adalah klien pertamaku di firma. Dia meninggal 2 bulan yang lalu,” jawab Laura.

“Astaga, turut berduka,”

“Bukan itu masalahnya. Mesin Porthers dan perusahaannya punya satu kesamaan denganku. Menang. Karena itu, aku diangkat menjadi senior partner dan kamu akan mengurus semua dokumen mereka. Aku ingin mengajakmu bertemu dengan Laurence Jones, CEO yang baru. Dia agak kikir terhadap uang,” ucap Laura.

“Mark, Jack kenalkan ini Mark Bowler, pria dibalik desain dan produksi mesin ini. Mark, ini rekan kerja baruku, Jack Andrew,” Laura mengenalkan Jack pada Mark.

“Laurence Jones, kuperkenalkan rekan kerja baruku, Jack Andrew,” ucap Laura.

“Oh, halo. Kami mungkin tidak sama membayarnya,” ucap Laurence.

“Tidak apa-apa, tapi aku jamin dia bisa diandalkan,” balas Laura.

“Buktikan padaku,”

“Aku sudah menyuruhnya membaca kontrak perusahaanmu 2 minggu yang lalu. Tanyakan apa saja padanya,” ucap Laura.

“Itu dokumen hampir 500 halaman,”

Laura tersenyum dan mengangkat sebelah alisnya.

“Baik, apa persyaratannya?” tanya Laurence.

Jack berbicara kecil di telinga Laura. “Aku tidak tahu apa yang kalian bicarakan,”

“Dokumen penyewa dari perusahaan induk, Bound Enterprises,” bisik Laura.

“Pengambilalihan bangunan setinggi 250 kaki di jalan Edelweis nomor 9 dapat dieksekusi dalam 30 hari,” ucap Jack menjawab pertanyaan Laurence.

“Siapa yang menandatanganinya?”

“Anda.”

“Apa nama tengahku?”

“Anda tidak memiliki nama tengah,”

“Apa yang terjadi saat perusahaan bubar?”

“Itu tidak ada di kontrak.”

“Bagaimana kamu bisa yakin?”

“Karena kontrak yang aku baca bukan hampir 500 halaman, tapi 504. Dan bisa aku beri tahu isi setiap halaman, tapi aku tidak diperbolehkan,”

“Luar biasa. Dia bisa mengerjakan kesepakatan baru,” ucap Laurence.

“Kesepakatan baru?” tanya Laura.

“Ada pembeli yang mau membayar 2 triliun untuh tanah di pabrik utama.”

“Kemana kamu pindahkan pabriknya?” tanya Laura.

“Ya, begitulah. Aset asli Porthers Motors adalah namanya. Kita pindah ke luar negeri. Kita hemat banyak. Pembayaran di muka dan menjaga nama, dan arus kas kedepannya.”

“Jenius. Baiklah, kami akan mengurusnya,” Laura dan Laurence berjabat tangan.

Laura dan Jack pun berpisah dengan Laurence.

“Ya Tuhan, aku tahu dia kikir tapi tidak tahu dia bodoh,” ucap Laura sambil berjalan.

“Apa maksudmu?” tanya Jack yang mengikuti Laura.

“Aset aslinya Porthers Motors adalah kualitasnya, bukan nama. Pindah ke luar negeri akan memusnahkan orang yang menghasilkan mesin bagus,” ucap Laura.

“Sebentar. Aku kira kamu tidak terikat emosional dengan klien.”

“Aku emosional dengan diriku. Aku bertaruh perusahaan ini akan bertumbuh dan bayaranku akan tumbuh pula. Aku punya dua kartu AS dan dia ingin mengorbankannya.”

“Lalu? Apa yang akan kamu lakukan?”

“Bukan aku. Kamu akan periksa dokumen dan temukan jalan untuk singkirkan Laurence,”

“Aku? Aku tidak bisa. Aku harus menjenguk nenekku,”

“Huh? Dia sekarat?”

“Tidak.”

“Batalkan.” Laura pergi meninggalkan Jack.

Jack terbangun dan mendapati dirinya tidur di sofa dengan kertas-kertas yang menyelimuti tubuhnya. Dia melakukan peregangan kecil sebelum akhirnya ponselnya berbunyi.

“Apa kamu sudah menemukan sesuatu untuk membantu menyingkirkan Laurence?” tanya Laura di telepon.

“Hm, ya. Aku rasa begitu.”

“Kalau kamu tidak ada saat aku butuh, apa manfaatnya untukku?”

“Apa? Ini jam 7 lewat 15-”

Panggilan berakhir. Laura langsung mengakhirinya.

Jack segera bergegas bersiap-siap, membawa semua berkas dokumen ke firma tanpa berganti pakaian.

“Wow. 7,45. Aku bangga kamu datang. Oh, ya. Raphael Meyer mencarimu,” ucap Olivia saat melihat kedatangan Jack.

“Ada urusan apa?”

“Aku tidak tahu. Oh, ya. Kalau kamu tidur dengan pakaian itu, sebaiknya kamu menyimpan satu di kantor,” ucap Olivia.

“Apa seburuk itu?”

“Ya, seburuk itu.”

Hal ini dikarenakan Jack tidak sempat untuk mandi dan berganti pakaian. Dia terjaga hingga jam 5 pagi karena Laura.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!