5

“Itu hanya bagian kecil kalau dibandingkan anda akan kehilangan perusahaan. Saya tidak peduli anda tidur dengan semua wanita di kota ini. Berikan saja dia saham itu,”

“Ayahmu bilang anda akan mempesonaku untuk mengelola bisnisku,”

Laura tersenyum. “Aku tidak tertarik mengelola bisnismu. Aku tertarik untuk menjaganya.”

DI RUANGAN LAURA.

Jack duduk di atas sofa ruangan Laura dengan kasar dan menarik napas panjang.

“Aku tahu dimana mereka menyembunyikannya,” ucap Jack.

“Apa kamu menyelesaikan semua data itu semalam?” tanya Laura.

“Aku bisa saja lebih cepat, tapi aku memesan pizza.”

“Apa yang kamu temukan?”

“Ada PHK tanggal 2 Februari 2015. Tapi data karyawan tersebut hilang,”

“Itu wanitanya,”

“Aku tahu itu. aku arahkan ke hukuman yang menampar untuk pengacara mereka, kemungkinan dipenjara.”

Laura mengangkat gagang telepon kantornya.

“Ini Laura Phoenix. Apa kamu ada hubungan dengan data tanggal 2 Februari 2015 yang belum disampaikan? Kalau itu ada disini sebelum jam 12 siang, aku tidak akan mengajukan sanksi,” ucap Laura lalu menaruh kembali gagang teleponnya.

“Ancaman sanksi jauh lebih baik daripada pengajuan sanksi,” ucap Laura pada Jack.

“Mengancam, ya… bukan mengajukan. Ngomong-ngomong, apa kamu sering melakukannya?” tanya Jack.

“Setelan itu cocok di tubuhmu,” ucap Laura mengalihkan.

“Oh, ya. Seseorang membayariku 5 juta untuk satu setelan ini,”

“Apa orang itu juga harus menyuruhmu untuk bercukur?”

“Bagaimana kalau aku tidak mau bercukur?”

“Aku yang akan mencukurimu,”

“…” Jack terdiam.

“Apa itu sudah terdengar seperti ancaman?”

“Tidak. Itu terdengar seperti pengajuan.”

“Kamu tahu ada berapa associate disini?”

“Aku tidak tahu persisnya, mungkin 500?”

“Dan berapa yang laki-laki?”

“Karena aku sering melihat laki-laki disini, 300? Mungkin?”

“Cukup banyak tapi tidak ada 1 pun yang aku pacari. Kamu tahu kenapa?”

“Kamu tidak tertarik dengan associate…?”

“Pintar. Aku memang tidak salah memilih orang.”

“Sayang sekali. Padahal aku tertarik dengan wanita yang jabatannya tinggi. Sangat mengagumkan.”

“Kita memang mengagumkan, tapi associate tidak mengagumkan sama sekali di mata kita,”

Tok. Tok. “Bu, datanya sudah sampai,” ucap Bradley.

“Berikan pada dia,” ucap Laura yang merujuk pada Jack.

“Lorraine Kyle,” Jack membaca datanya.

“Temui dia dan bujuk dia agar mau bersaksi,” ucap Laura.

JAM 7 MALAM.

Laura sedang fokus di mejanya dengan ruangannya yang sudah gelap, hanya lampu di meja kerja sebagai satu-satunya sumber pencahayaan. Jack ingin masuk ke dalam ruangan Laura, namun dia terus ragu.

Jack akhirnya memberanikan diri. Perlahan dia mengetuk pintu ruangan Laura sebelum akhirnya masuk ke dalam.

“Bagaimana dengan saksinya?” tanya Laura.

“Uh… aku takut.”

Laura langsung menampilkan ekspresi wajah yang kecewa.

“Aku dapat pengakuannya!” ucap Jack.

“Kamu harus tahu, aku sudah mencoba semuanya. Aku menunggu di depan rumahnya, mengejarnya, berjalan, mengikutinya, tapi itu semua tidak berhasil. Dan kemudian aku sadar. Aku bertanya, bagaimana jika hal ini terjadi pada putrinya. Dia luluh. Dan kamu tahu bagaimana aku bisa terpikirkan itu? Aku peduli padanya,” ucap Jack kemudian.

Laura tersenyum. “Kamu bukan peduli padanya. Kamu peduli dengan dirimu sendiri. Bagaimana mungkin kamu peduli terhadap orang yang baru temui dan putrinya yang belum kamu temui? Bung, kamu tidak mau kalah dalam kasus ini. Maka dari itu kamu terus melakukan berbagai cara sampai berhasil membujuknya. Pada akhirnya, kamu juga mementingkan dirimu sendiri, Tuan Andrew,”

“Pulang dan tidurlah. Sampai bertemu di deposisi besok,” ucap Laura kemudian.

(*deposisi: bukti saksi atau ahli yang didasarkan atas sumpah yang dilakukan diluar pengadilan.)

Saat Jack hendak keluar, dia berpapasan dengan Harry yang ingin masuk ke dalam ruangan Laura. Jack pun segera meninggalkan ayah dan anak itu.

“Laura. Bagaimana kelanjutan pro bono?” tanya Harry.

Laura bangkit berdiri dari kursinya. “Aku baru saja berbicara dengan saksi mengenai bersaksi,”

“Benarkah? Siapa nama saksinya?” tanya Harry dengan senyum yang merekah dan berkacak pinggang.

“Daddy bukan idiot. Kamu melemparkan kasusnya,” ucap Harry kemudian.

“Daddy, aku sedang menangani kasus profil tinggi-”

“Apa kamu ingat betapa kacaunya kamu dulu? Kamu tidak memiliki arah. Daddy membayar pendidikanmu di AAA, yang mana kamu selalu bertingkah selama kuliah dan Daddy masih mempekerjakanmu,”

“Dan Daddy telah diuntungkan sejak saat itu. Aku baru saja menutup kasus Donald. Berapa yang Daddy dapatkan dari Donald?”

“Ok. Kamu sudah berjanji pada Daddy, kamu mengingkarinya, kamu juga membohongi Daddy. Ini bukan professional, ini personal. Dan Daddy beritahu padamu. Kamu sudah memasang taruhanmu, sebaiknya kamu menang.” Harry keluar dari ruangan Laura.

“Pro bono si*lan. Kenapa aku harus mengerjakan kasus kecil itu di saat kasus profil tinggiku menggunung!” Laura kesal.

Setibanya di rumah, Jack terkejut saat melihat rumahnya berantakan. Dia segera berlari ke tumpukan kardus untuk memastikan keberadaan tas koper itu. untungnya, tas koper tersebut masih ada berikut juga isinya.

Segera Jack menelepon temannya, Karel.

“Aku mau tas koper itu kembali,” ucap Karel.

“Oh, jadi sebenarnya semuanya soal itu, huh? Kamu sama sekali tidak peduli dengan persahabatan kita.”

“Kamu adalah temanku yang terlama dan kamu tahu itu. tapi sepertinya kamu tidak peduli dengan itu. dan, ya, aku ingin kopernya kembali.”

“Aku sudah membuangnya saat melarikan diri dari polisi yang kamu jebakkan padaku.”

Jack menutup teleponnya.

Keesokan harinya, Jack berpikir dengan membawa tas koper itu ke firma, koper itu akan aman dari Karel. Dia pun membawa koper itu ke firma. Dengan perasaan yang penuh waswas, dia berjalan memasuki firma.

“Jack, mau kemana?” tanya Raphael yang tiba-tiba menghampirinya.

“Ke bilikku,” jawab Jack.

“Tidak. waktunya kencing di gelas,” balas Raphael.

“Maaf, apa?”

“Tes narkoba, ikut aku,” ucap Raphael.

“Aku menaruh tasku dulu di bilik,”

“Sekarang,”

Jack pun tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti Raphael dengan menenteng tas berisi gan*a.

“Oh, omong-omong, sepupuku tahun yang sama denganmu di AAA, dan aku bertanya padanya apa dia mengenalmu. Tapi lucu sekali, dia tidak mengenalmu,” ucap Raphael.

“Siapa namanya?”

“Michelle Jane,”

“Aku juga tidak mengenalnya. Itu kampus yang besar,”

“Waktunya kencing,” ucap Raphael.

Laura pergi ke ruangan tempat Jack bekerja, ruangan yang super ramai, dan saat Laura menghampiri bilik Jack, Jack tidak ada di tempatnya. Dia segera mengangkat gagang telepon di meja Jack.

“Ini saya, Laura. Saya harus mendapatkan berkas Paulo. Dimana Jack?”

“Saya tidak tahu.”

Laura menaruh gagang teleponnya dan pergi dari sana.

Sementara Jack harus mengikuti tes narkoba. Saat ingin memasuki toilet, seorang dokter menyuruhnya untuk meletakkan tasnya di luar.

“Kenapa?”

“Kalau kamu membawa tas itu masuk, saya harus memeriksa tas itu apakah kamu membawa sampel urin lain atau tidak,”

Mau tidak mau Jack menaruh tasnya di luar. Setelah mengisi gelas kosong dengan urinnya, Jack pun keluar dan pergi membawa tasnya. Jack menyimpan tasnya di dalam laci dan menguncinya.

“Darimana saja kamu?” tanya Laura yang mengejutkan Jack.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!