Sayap Cinta Yang Patah

Sayap Cinta Yang Patah

Bab 1. Paksaan menikah

"Menikahlah dengan Mas Bumi. Aku ingin melihatmu bahagia bersama dia," ucap Deandra di ruang ICU setelah satu jam yang lalu tersadar pasca kemoterapi.

Dengan keras Senja menggeleng. Dia memang mencintai Bumi. Sayangnya, Bumi hanya mencintai Deandra. Ketiganya memang bersahabat sejak di bangku SMA. Persahabatan itu tidak sepenuhnya murni karena Bumi dan Deandra memutuskan menjalin hubungan yang lebih serius.

Sedangkan Senja, dia hanya bisa pasrah dengan rasa cinta terpendam di hati pada Bumi. Ya. Senja dan Deandra mencintai pria yang sama dan laki-laki itu merupakan sahabat keduanya.

"Lekaslah pulih. Hal itu tidak akan terjadi, De. Ada Arta yang menantimu untuk sembuh dan segera pulang," jawab Senja menolak dengan lembut.

Deandra terkekeh miris. "Waktuku tidak lama lagi, Nja. Jika seandainya aku tiada, menikahlah dengan Mas Bumi. Aku berharap, kalian bisa menjaga Arta bersama-sama."

"Kamu bicara apa sih! Kamu pasti akan sehat!" kesal Senja tidak suka melihat Deandra yang putus asa. Dimana gairah hidupnya yang dulu menggebu-gebu? Apalagi jika berbicara tentang Bumi, Deandra akan begitu bersemangat. Kini, mata yang dulu berbinar cerah itu telah meredup sayu.

"Aku serius. Tolong, jangan sampai Mas Bumi menikah lagi pada selain kamu. Aku tidak yakin mereka akan memperlakukan Arta sebaik kamu," mohon Deandra yang tak Senja hiraukan lagi.

Helaan napas kasar pun terdengar. "Aku pulang dulu, De. Kamu butuh banyak istirahat agar bicaramu tidak ke mana-mana. Besok pagi aku akan datang lagi," pamit Senja tak sanggup bila selalu didesak.

"Besok jangan tangisi aku terlalu lama! Segeralah makamkan aku jika besok tubuhku tak lagi bernyawa!" Pekikan Dea itu masih bisa Senja dengar. Namun, dia menolak percaya akan ucapan sang Sahabat.

Ketika menoleh, raut wajah Deandra tampak kecewa. Namun, Senja tidak bisa berbuat banyak. Dia tidak keberatan jika diminta untuk menjaga Arta. Hanya saja untuk menikah dengan Bumi, rasanya tidak mungkin. Malam itu, Senja benar-benar meninggalkan Deandra, membiarkan Bumi merawat Dea sepenuhnya.

Senja dan Deandra memang berkawan erat. Keduanya memiliki riwayat keluarga berantakan dengan Senja yang sejak dulu hidup di panti asuhan, sedangkan Deandra memiliki orang tua yang sudah bercerai.

Di tengah hubungan itu, Bumi hadir dan ikut menjadi bagian dari persahabatan Senja dan Dea. Semua berjalan sebagaimana mestinya. Sampai di usia yang sekarang, ketiganya masih dekat. Hanya Bumi yang memiliki julukan keluarga cemara. Hidupnya kaya raya dan penuh kehangatan.

Keesokan harinya, Senja dikagetkan oleh dering panjang yang berasal dari ponsel miliknya. Dia yang masih tertidur, membuka matanya malas untuk meraih ponsel yang tergeletak di atas nakas.

"Halo?" ucap Senja sesaat setelah telepon terhubung.

"Apa!" pekiknya seketika bangun dengan mata yang telah terbuka lebar.

Dari suaranya, Senja tahu jika beliau adalah asisten rumah tangga yang bekerja di rumah Deandra. Dengan kondisi jantung yang berdetak tak beraturan, Senja berlari ke kamar mandi untuk mencuci muka dan bergosok gigi. Dia tidak memiliki banyak waktu untuk mandi.

Bibi Tijah mengabarkan jika kondisi Deandra kembali memburuk. Beliau juga mengungkap tentang Deandra yang selalu menggumamkan namanya. "Kamu pasti bisa bertahan, De. Kamu ibu yang kuat," gumam Senja seakan sedang meyakinkan dirinya sendiri.

Dengan mengendarai sepeda motor, lima belas menit berlalu dan Senja tiba di rumah sakit dimana Deandra dirawat. Dia berjalan tergesa-gesa menuju ruangan yang kemarin dikunjungi.

Ketika telah tiba di lorong rumah sakit, langkah kaki Senja memelan dengan detak jantung yang berdentum. Dia melihat seluruh keluarga dari Bumi dan Dea telah berkumpul tak terkecuali Arta, putra Bumi dan Deandra.

Yang membuat Senja seperti kehilangan keseimbangan adalah, ketika melihat seluruh keluarga menangis, meraung, hingga terisak. 'Ini tidak seperti yang aku pikirkan bukan?' batin Senja ketakutan.

Ketika langkahnya sudah dekat, Senja bisa melihat ke dalam ruangan dimana Bumi tengah bersimpuh di samping brankar yang di depannya ada Deandra yang memejamkan mata dengan wajah pucat. Tangis Bumi terlihat pilu dan mengiris kalbu.

"Bu Dea sudah berpulang pada Tuhan, Bu," beritahu Bi Tijah yang paling sadar dan masih bisa mengontrol diri. Apalagi ketika ada Arta dalam gendongan beliau, membuat Senja membekap mulut seiring dengan air matanya yang jatuh.

Senja tak tega melihat wajah polos bocah berumur tiga tahun itu menatap bingung ke sekeliling. "Tolong jaga Arta dulu ya, Bi," pinta Senja kemudian berlari ke dalam ruangan. Dia berniat membangunkan Deandra yang telah tega meninggalkan putra dan suaminya.

"Dea! Bangun, De! Kamu harus bangun!" teriak Senja sambil mengguncang bahu Deandra pelan. Tangisnya sudah sesenggukan melihat bagaimana sahabatnya terbujur kaku dan sudah tak bernyawa.

"Apa-apaan ini. Aku datang pagi ini demi kamu. Namun, kamu justru pergi meninggalkan aku," racau Senja seperti tak ingin mempercayai kepergian Deandra.

Ingatan Senja berputar pada kejadian semalam dimana Dea memintanya untuk menikah dengan Bumi. Dea juga sempat mengatakan jika waktunya sudah tidak lama lagi. Sungguh. Senja menyesal karena tidak menemani Dea di waktu-waktu terakhirnya.

Tangis pilu dari Bumi berhasil mengalihkan perhatian Senja. Dia ikut terluka menyaksikan bagaimana Bumi memeluk sakitnya sendiri karena ditinggal oleh istri tercinta. Melihat itu, ingin sekali Senja merengkuh tubuh kekar milik Bumi. Namun, sekali lagi Senja selalu disadarkan oleh posisi.

"Bumi? Deandra harus segera dikebumikan. Arta biar aku yang urus," lirih Dea dengan berat hati. Dia mengingat akan pesan Dea untuk segera memakamkan jasadnya jika Senja menemukan tubuh Dea sudah tak bernyawa. Ternyata, Dea sudah bersiap untuk pergi dari dunia.

Bumi seketika menghentikan tangis dan menoleh demi bisa bertemu tatap dengan Senja. Tatapan yang datar hingga membuat Senja merasa janggal.

"Bumi?"

"Kenapa? Kamu pasti senang dengan kepergian Dea kan? Oleh karena itu kamu memintaku untuk mengubur Dea cepat-cepat? Kamu itu sejak dulu memang egois," ucap Bumi datar dan dingin.

Seperti ada batu besar yang menghantam dada Senja saat ini. Egois? Apa yang membuat Bumi sampai mengatakan hal tersebut?

"Maksud kamu? Egois bagaimana?" tanya Senja meminta penjelasan. Demi Tuhan tidak sedikitpun Senja bahagia atas kepergian Dea. Dia juga kehilangan salah satu orang yang paling peduli padanya.

"Sudah. Jangan berdebat lebih dulu. Apa yang dikatakan Senja memang benar. Kasihan bila jenazah Dea diabaikan terlalu lama," ucap suara berniat menengahi perdebatan. Beliau adalah ayah dari Bumi, Pak Adhi.

"Suster! Tolong urus jenazah menantu saya," pinta Pak Adhi lagi. Kesedihan tampak sekali menghiasi wajah paruh baya nya. Belum lagi bola mata yang memerah, seperti habis menangis. Wajar. Dea memang sudah dianggap seperti anak sendiri oleh Pak Adhi.

Senja pun menyingkir untuk memberikan kesempatan seluruh keluarga berpisah dengan Dea, termasuk Arta. Setelah berada di luar, Senja mulai bertanya-tanya akan ucapan Bumi yang mengatakan dirinya egois. "Apa benar jika aku egois? Lalu, karena apa?"

Terpopuler

Comments

𝕥𝕄⁰⁹

𝕥𝕄⁰⁹

egois gimana maksud bumi...bahkan senja rela memendam rasa cinta dlm hati demi kebahagiaan deandra sahabatnya.

2023-08-18

1

𝕥𝕄⁰²

𝕥𝕄⁰²

aneh ini bumi,,, maksudnya senja egois apa siihhh..???

2023-08-14

0

𝕥𝕄⁰²

𝕥𝕄⁰²

betul...walaupun tidak menikah dgn bumi pasti senja akan menjaga dan menyayangi arta dgn tulus.

2023-08-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!