Al Bahri : Ocean Sultan
Pagi yang sangat tenang dan sunyi di istana Atlantis. Sebuah Istana megah di Atlantis Kingdom, kerajaan besar di kedalaman samudera. Atlantis Kingdom berbentuk lingkaran dan di bagi menjadi 3 bagian. Dari luar, terdapat dinding setinggi 50 meter yang melingkari kerajaan. Lalu di belakang dinding terdapat barak dan pos penjagaan. Jarak antara dinding pertama dengan dinding kedua adalah 250 m. Bagian kedua ada dinding setinggi 70 meter. Di dalamnya terhampar kota yang indah dan permai. Kota Atlantis memiliki luas sebesar 5 km. Dan bagian ketiga adalah dinding setinggi 100 meter. Dinding itulah yang melindungi pusat kota. Dan istana Atlantis terdapat di pusat kota.
Seorang pria dengan perawakan gagah dan tampan, berambut biru kehitaman dan bermata hijau. Memakai pakaian kebesaran berwarna biru tua dengan tunik bergaris yang memanjang di dadanya, tanda kehormatan dengan simpul-simpul kain yang menjuntai di kedua bahunya dan lencana raja di dada kirinya, menandakan bahwa dirinya adalah seorang penguasa dan dengan sebuah mahkota indah berhiaskan zamrud hijau di tengah dan permata biru di sekelilingnya tersemat di kepalanya. Namun wajah tampannya nampak gelisah. Sorot mata yang biasanya tegas dan berwibawa terlihat mengkhawatirkan sesuatu.
Saat itu dia sedang berjalan mondar-mandir dengan gelisah di depan sebuah pintu kamar yang terasa istimewa baginya. Pintu kamar tersebut terbuat dari kristal berwarna biru tua dengan sebuah lambang kerajaan Atlantis yaitu dua ekor mosasaurus—buaya laut purba. Yang saling melingkar di atas dan di bawah dan di tengahnya terdapat sebuah mutiara perak. Terletak di bagian atas gagang pintu. Pinggir pintunya di hias oleh garis-garis putih yang membentuk seperti gelombang lautan.
Detik demi detik, di laluinya dengan gelisah dan tegang, wajahnya pucat, membuat kulitnya yang sudah pucat semakin bertambah pucat. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Hingga akhirnya, kesunyian itu pecah oleh tangisan seorang bayi. Pintu kamar tersebut terbuka dan keluar seorang wanita berumur 20 tahun-an, dengan gaun dan penutup kepala yang menjuntai hingga ke bawah berwarna merah muda. Sebuah ikat pinggang berwarna emas melilit di pinggangnya. Wanita tersebut keluar sembari menggendong seorang bayi laki-laki yang tampan, bayi tersebut di bungkus oleh kain putih lembut.
“Selamat Yang Mulia King Arthur III, anak Yang Mulia telah lahir dengan sempurna.” Ucap wanita tersebut dengan raut wajah gembira. Wanita tersebut adalah Valide Halime Hatun, putri seorang penguasa paling berpengaruh di daratan, Ottoman Empire dan juga Istri dari adik King Arthur, Prince Harits.
“Selamat ya kak!” Ucap Prince Harits, ia adalah seorang pemuda berusia sebaya dengan istrinya Halime Hatun, dengan perawakan yang hampir menyamai kakaknya, King Arthur, dan memakai pakaian kebesaran yang nyaris persis dengan King Arthur hanya saja tidak terdapat atribut selengkap yang ada di pakaian King Arthur, sebuah tiara biru muda tersemat di kepalanya.
King Arthur segera mengambil putranya dan mengecup dahinya lembut dan menghayati. Hatinya sangat bahagia karena puteranya lahir dengan selamat.
“Bisakah aku menemui Istriku sekarang Halime?” Tanya Arthur.
“Tentu saja bisa Yang Mulia, silahkan. Permaisuri Phalixena sudah menunggu ” Jawab Halime Hatun sembari bergeser sejengkal, memberi jalan. King Arthur masuk ke dalam kamar, kamar yang luas dengan berbagai perabotan Istana berwarna putih dengan hiasan emas. Terdapat sebuah kasur ukuran 200×200—size super king. Dengan ranjang indah terbuat dari perak. Namun keindahan tersebut tiada berarti jika melihat wanita yang tengah terbaring lemas di atasnya.
“Phalixena! Are you okay? Bagaimana keadaanmu?” King Arthur tergopoh-gopoh mendatang Isterinya yang cantik dan menawan.
“Pelan-pelan Arthur, kasihan anak kita nanti, aku baik-baik saja.” Jawab Phalixena sembari tertawa lemah. Arthur mengecup dahi Isterinya lembut dan lama.
“Terimakasih Permaisuriku yang cantik.” Kata Arthur.
“Sama-sama Rajaku yang perkasa.” Jawab Phalixena. Hari itu adalah hari paling bahagia bagi mereka.
Namun kebahagian tersebut tidak berlangsung lama, bahkan King Arthur belum sempat memberi nama puteranya, datanglah seorang prajurit dengan langkah tergesa-gesa.
“Yang Mulia! Hamba datang untuk melapor, saat ini kerajaan kita sedang di serang oleh kakak anda Prince Charles...dan lebih parahnya lagi, sebagian pasukan kita telah berkhianat!!” Lapor Prajurit tersebut.
“Bagaimana dengan General Richard?! Dimana dia?! Apa yang sedang dia lakukan sekarang?!!” Tanya King Arthur murka.
“Bahkan dia adalah dalang dari pengkhianatan sebagian prajurit kita!” Jawab Prajurit tersebut seraya menundukkan kepala, tidak sanggup lagi melihat raut wajah rajanya sekarang.
“Apaa!! Sepertinya tahtaku begitu menggiurkan, sehingga banyak yang mengkhianati ku!!” Teriak King Arthur murka—benar-benar murka. Lalu ia menoleh kepada adiknya, Prince Harits.
“Harits! Ku titipkan putraku, bawalah ia pergi dan besarkan ia di wilayah mu! Jangan pernah engkau biarkan tangan-tangan kotor menyentuhnya! Lindungilah ia dengan nyawamu! Sekarang segeralah pergi Harits!!” Perintah King Arthur. Dengan berat hati ia menyerahkan putranya kepada Halime Hatun. Sang anak menangis—tidak ingin lepas dari dekapan Ayahnya. Halime berusaha menenangkan Bayi tampan itu. Dia menatap wajah Phalixena yang berada di kamar. Wajah tegar itu hanya mengangguk letih.
“Bawalah dan jagalah Putraku Halime! Itu adalah amanah dariku.” Perintah Permaisuri lembut.
“Tapi Kak!” Prince Harits hendak membantah.
“Tidak Harits! Keselamatan Putraku ada di tanganmu!!”
“Kak, aku bisa mengirimkan seluruh pasukan Marmara Sultanate!”
“Tidak Harits! Itu hanya akan berakhir sia-sia. Charles sudah tidak seperti dulu lagi. Saat ini dia sangat kuat.” Jawab Arthur.
“Baiklah Kak!” Harits dengan berat hati beserta Istrinya bergegas pergi meninggalkan Atlantis Kingdom.
“Captain Stephen! Bawalah beberapa Prajurit yang masih setia untuk mengawal Adikku!” Perintah King Arthur menyebut nama dan jabatan Prajurit yang datang melapor tadi.
“Siap Yang Mulia! Mari Pangeran.” Jawab Stephen. Mereka bergegas beranjak pergi meninggalkan Atlantis Kingdom.
“Penjagaa!!! Dua orang jaga kamar Istriku! Yang lainnya ikuti aku. Kumpulkan semua orang yang masih setia kepadaku! Hari ini, kita akan membasmi seluruh penghianat keji itu!!!” Teriak King Arthur memerintah. Mereka menelusuri lorong demi lorong istana. Dan setiap penjaga yang bertemu mereka menggabungkan diri dalam barisan King Arthur. Hingga terkumpul seribu orang.
Ketika mereka sampai di halaman istana. Pemandangan yang sangat mengerikan terlihat. Bala tentara Prince Charles melakukan pembantaian di mana-mana. Kekacauan, kerusuhan, kehancuran.
“Charles! Kakakku terlaknat! Di mana kamu!” Teriak King Arthur menghina. Salah satu kerumunan pasukan Prince Harits tersibak. Munculah seorang pria tua namun masih tersisa gurat-gurat ketampanan di wajahnya. Dengan zirah besi terakota berwarna biru legam—menandakan dia sudah siap bertarung. Dengan menunggangi seekor gurita raksasa—yang juga di kenakan zirah besi.
“Charles!!” Gumam Arthur sembari menggertakkan giginya, penuh kebencian. Arthur menghunus trisulanya—Pusaka Atlantis Kingdom. Lalu bersiul, sebuah mosasaurus datang menghampirinya. Arthur melompat naik ke atas punggungnya. Prajurit di belakangnya mengikutinya, bersiul. Seribu mosasaurus datang. Satu persatu menunggangi mosasurus masing-masing.
“Pasukaaan!! Seraaaang!!!” Setelah di perintah, seribu orang di belakang Arthur maju. Prince Charles dan bala tentaranya yang menunggangi gurita dan mosasaurus juga maju. Satu banding seratus. Pasukan King Arthur kalah jumlah. Namun mereka tidak putus asa.
Hari itu, Prince Charles berhasil menggulingkan tahta sang adik dan membunuhnya. Bayi yang malang tersebut kehilangan kedua orang tuanya. Ayah dan Ibunya di bunuh secara keji oleh kakaknya sendiri, Tyrant King Charles II.
“Oh Harits, lihatlah anak yang malang ini! Matanya hijau dan rambutnya putih. Persis seperti Ayah dan Ibundanya.” Ucap Halime Hatun dengan sedih.
“Iya, kalau rambutnya yang biru kehitaman dan matanya yang berwarna hijau zamrud ini turun dari ayahnya, sedangkan garis wajahnya yang tangguh dan tampan ini, sudah pasti dari Ibundanya.” Sambung Prince Henry.
“Kira-kira, kamu mau memberinya nama siapa?” Tanya Halime.
“Akan ku namakan, Al Bahri Barbarossa Ocean Sultan.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments