Hamba Allah

5 Jam Kemudian

Al Bahri terbangun karena samar-samar suara dengungan yang terus bersahut-sahutan. Perlahan dia berusaha bangkit. Dia mengawasi sekelilingnya, berusaha mencari tahu darimana sumber dengungan tersebut. Al Bahri memperhatikan sekelilingnya dengan hati-hati, mencari tahu asal-usul dengungan misterius yang terus bersahut-sahutan. Langkahnya pelan, tetapi perasaannya waspada.

Al Bahri semakin mendekati sumber suara, menyingkap keindahan benda misterius tersebut. Perlahan suara dengungan tersebut terdengar semakin jelas. Ternyata, di kedalaman lautan, ia menemui kerang raksasa yang berkilauan seperti permata. Suara dengungan berasal dari getaran halus kerang itu, seolah menyuarakan keindahan tersembunyi di dasar laut.

Warna-warni cahaya memantul dari permukaan kerang, menciptakan tarian sinar yang menakjubkan. Al Bahri terpesona oleh kemilau dan keindahan alam bawah laut yang terungkap di hadapannya. Sementara itu, dengungan terus mengalun, memberikan nuansa menegangkan namun menenangkan pada penemuan tak terduga ini.

Bahri yang penasaran pun beranjak berjalan mendekati sumber dengungan. Dengungan tersebut terdengar semakin jelas.

“Subhanallahu wa bi hamdihi, Subhanallah il adzim.” Suara dengungan di dalam kerang raksasa tersebut kini telah terdengar sangat jelas di telinga Al Bahri. Al Bahri melangkah semakin dekat dengan kerang.

“Apakah ada orang di dalam?” Tanya Al Bahri sembari mengetuk kerang raksasa tersebut. Suara dzikir yang bersahut-sahutan tersebut berhenti.

“Siapakah Tuhanmu?” Tanya sebuah suara dari dalam kerang.

“Sama sepertimu Allah.” Jawab Al Bahri.

“Lalu siapakah Nabimu?” Mendengar itu Al Bahri terdiam sejenak. Dia berusaha mengingat yang sudah di ajarkan Halime dan Harits. Selang beberapa detik kemudian, Al Bahri berhasil mengingatnya.

“Muhammad.” Jawab Al Bahri mantap. Setelah Jawaban terakhir Al Bahri terucap, kerang tersebut terbuka. Tampak seorang Pemuda sedang duduk bersila di dalamnya. Ia menatap Al Bahri.

“Sudah kuduga, kamu pasti bukan Sulaiman alaihis salam. Karena ia sendiri adalah seorang Nabi. Namun yang tidak kusangka, ternyata engkau adalah seorang anak kecil.” Kata Pemuda tersebut terheran-heran. Tercium aroma sedap dan lezat saat kerang tersebut terbuka. Membuat Al Bahri merasa lapar.

“Siapakah Paman? Apakah Paman memiliki makanan untukku? Aku lapar sekali.”

“Aku? Bukanlah siapa-siapa. Hanya seorang anak yang berbakti kepada ibunya. Jika kamu lapar, makanlah ini. Insya Allah setelah memakannya kamu tidak akan merasa lapar lagi—untuk selamanya.” Kata Pemuda tersebut sembari menyerahkan sebuah mutiara. Mutiara tersebut lembut dan kenyal. Al Bahri segera menerima dan memakan mutiara tersebut dengan lahap.

“Sepertinya kamu sudah tidak ada keperluan lagi, Nak. Jika kamu ingin kembali ke permukaan, maka ucapkan kalimat yang tadi ucapkan. Insya Allah tubuhmu akan perlahan naik.” Saran Pemuda tersebut. Setelah itu kerang kembali menutup. Al Bahri mulai mencoba saran Pemuda asing barusan.

“Subhanallahu wa bi hamdihi, Subhanallah il adzim.” Tubuh Al Bahri perlahan terangkat. Mengambang menuju permukaan air.

Dalam kekaguman dan kesucian hati, Al Bahri mengucapkan kata-kata pujian, "Subhanallahu wa bi hamdihi, Subhanallah il adzim." Tubuhnya terangkat perlahan, melayang menuju permukaan air. Seperti diselubungi keajaiban, ia merasakan ringan dan kedamaian dalam setiap gerakan mengapungnya.

Saat Al Bahri melayang menuju permukaan, ia merenung dalam keheningan, meresapi pengalaman luar biasa di dasar laut. Kilauan kerang yang memancarkan cahaya seperti berlian menari di pikirannya. Ia memikirkan keajaiban alam yang tersembunyi di kedalaman laut, tempat di mana kehidupan laut dan keindahan yang begitu tak tersentuh oleh mata manusia.

Dalam ketenangan dan kekhusyukan, Al Bahri mengucapkan doa-doa syukur, mengagumi kebesaran ciptaan Allah yang tampak begitu dekat di bawah permukaan ombak. Saat tubuhnya semakin mendekati pantai, dia merenungkan betapa kecilnya manusia di hadapan kebesaran Allah, Pencipta alam semesta. Kesadaran ini memenuhi hatinya dengan rasa kagum dan hormat yang mendalam terhadap kehidupan laut yang terus berkembang di bawah permukaan biru yang luas.

Di atas, cahaya matahari membelai wajahnya, menembus lautan, hendak menyambutnya kembali ke dunia permukaan dengan kekaguman yang masih membayangi pertemuannya dengan kerang raksasa di dasar laut.

Dalam ketenangan dan kekhusyukan, Al Bahri mengucapkan doa-doa syukur, mengagumi kebesaran ciptaan Allah yang tampak begitu dekat di bawah permukaan ombak. Saat tubuhnya semakin mendekati permukaan laut, dia merenungkan betapa kecilnya manusia di hadapan kebesaran Allah, Pencipta alam semesta. Kesadaran ini memenuhi hatinya dengan rasa kagum dan hormat yang mendalam terhadap kehidupan laut yang terus berkembang di bawah permukaan biru yang luas.

Saat Al Bahri mencapai permukaan air, matahari menyinari wajahnya yang dipenuhi dengan kekaguman. Dari kejauhan terlihat samar-samar sebuah titik hitam yang semakin membesar. Ternyata itu adalah sebuah galleon. Al Bahri menghela napas lega ketika melihat bendera di kapal tersebut sama dengan bendera milik Bibinya.

Dari kejauhan, Kapal bibinya muncul dengan megah di cakrawala, sebuah perahu layar yang gemulai menghadapinya. Perlahan, layarnya berkibar di angin laut, menciptakan bayangan indah di atas permukaan ombak yang tenang. Kapal itu didesain dengan elegansi, kayu yang bersih dan berkilauan di bawah sinar matahari.

Ketika kapal mendekati Al Bahri, suara angin yang berbisik di antara tali-tali layar menambahkan melodi yang menenangkan. Perahu itu meluncur lembut di atas ombak, menyisakan jejak putih yang berkilau di belakangnya.

“Bibi! Engkaukah itu?” Teriak Al Bahri. Terlihat dua-tiga kepala bertonjolan. Mereka terlihat sedang berbicara dengan satu sama lain, lalu mereka pergi. Tidak lama kemudian terlihat 4 sosok manusia. Halime dan kedua Janissary yang senantiasa mengawalnya dan setia, juga seorang Pria tampan dan berbadan tegap di samping mereka.

Kapten kapal, Bibi Al Bahri, dan dua Jannisary memandanginya dengan senyum penuh kehangatan, sementara awak kapal yang lain bersiap-siap untuk membantu Al Bahri naik ke atas dek.

Dalam momen yang penuh keindahan, Al Bahri menyadari betapa kapal itu bukan hanya sebuah kendaraan, tetapi juga simbol persatuan keluarga dan keindahan perjalanan. Dengan penuh kegembiraan, ia naik ke atas kapal, disambut oleh hangatnya pelukan keluarga yang selalu setia.

Al Bahri merasa anugerah kedamaian saat kapal itu mendekat, membawa harum angin laut dan suara deburan ombak

“Bibi Halime!” Teriak Al Bahri girang. Dari kapal tersebut terulur sebuah tali yang memanjang dari atas kapal hingga ke hadapan Al Bahri. Al Bahri bergegas memanjat melalui tali yang di ulurkan.

“Oh Anakku, Al Bahri. Bibi khawatir sekali hingga harus memanggil Laksamana Heyreddin untuk mencarimu.” Halime memeluk erat Al Bahri, seperti anaknya sendiri.

Kapal itu seperti pelukan hangat dari dunia luar setelah petualangan di kedalaman laut. Al Bahri disambut oleh bibinya yang tersenyum lembut, dan kehangatan keluarga menyapanya di atas dek kapal. Di sini, di atas permukaan air, ia membawa cerita dan kekagumannya akan keindahan lautan yang tersembunyi, membagikan pengalaman yang tak terlupakan dari dunia di bawah laut.

“Mohon maaf Valide, bukankah kamu menemuiku agar memintaku untuk mengajarinya berenang? Lalu bagaimana caranya sampai di permukaan jika tidak dapat berenang?” Tanya Laksamana Heyreddin heran.

“Aku hanya berdzikir dan tubuhku perlahan mengambang ke atas.” Jawab Al Bahri.

“Ey !, Masya Allah nak, sesuai namamu, Al Bahri. Lautan itu sendiri adalah dirimu sendiri! Lalu siapakah nama lengkapmu?” Tanya Heyreddin dengan raut wajah kagum.

“Al Bahri Barbarossa Ocean Sultan.” Jawab Al Bahri mantap.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!