Pelaut Spanyol

Kini Al Bahri telah menguasai bahasa turki—bahasa tanah air Halime Hatun dengan fasih. Mereka sedang menaiki kapal pemberian Ayah Halime Hatun.

“Al Bahri, ambilah ini, mari kita berlatih!” Perintah Halime Hatun seraya melempar sebuah pedang kepada Al Bahri.

Dua janissary segera menjauh—menjadi juri. Al Bahri segera memungut pedang tersebut dan bersiaga. Halime Hatun menyerang terlebih dahulu. Ia menerjang dan menyabetkan pedangnya ke arah kepala Al Bahri. Al Bahri refleks menghindar sembari jongkok ke bawah. Al Bahri balas menusukan pedangnya ke arah perut Halime Hatun. Halime Hatun melompat—salto. Ke belakang Al Bahri.

Melewati Al Bahri dan hendak meletakan pedangnya di leher Al Bahri. Bocah berumur 10 tahun tersebut lebih dulu menangkis pedang Bibinya. Al Bahri berbalik dan balas menyerang. Al Bahri menebaskan pedangnya ke arah leher Halime Hatun. Halime Hatun membungkukkan badan sedikit ke belakang dengan kaki tetap di tempat. Dengan posisi kayang—Halime Hatun lanjut melakukan handstand. Kaki Halime Hatun menendang pergelangan tangan Al Bahri. Pedang Al Bahri terpental. Halime mengmbil posisi siaga.

Al Bahri tetap tidak menyerah, ia berguling ke depan—melalui sela di kedua kaki Halime Hatun. Lalu menendang kaki kanan Halime Hatun. Halime Hatun setengah terduduk. Al Bahri berganti menendang kaki kiri Halime Hatun. Halime Hatun masih bertahan dan memasang posisi kuda-kuda. Al Bahri menendang punggung Halime Hatun. Kali ini Halime Hatun terjatuh, Al Bahri bergegas mengambil pedang milik Bibinya dan mengacungkannya ke leher Halime Hatun.

“Aku menang Bibi! Apakah Bibi baik-baik saja?” Tanya Al Bahri riang.

“Maa syaa Allah kemampuanmu sudah berkembang pesat Al Bahri. Rasa sakit Bibi seketika hilang ketika melihatmu bahagia seperti ini.” Kata Halime Hatun sembari tersenyum. Namun saat mereka melanjutkan perjalanan menuju Aljazair.

Sebuah galleon berbendera Spanyol datang mengadang laju kapal milik Halime Hatun. Galleon adalah sebuah kapal perang yang berukuran besar. Seorang Pria dengan topi khas pelaut Spanyol dan seragam tentara Spanyol berdiri di buritan kapal.

“Menyerahlah kalian!”

“Siapakah kalian! Berani sekali mengadang kami! Aku adalah Valide Halime Hatun! Puteri dari penguasa Ottoman Empire.” Teriak Halime Hatun tegas.

“Kami tidak peduli! Kami hanya ingin kapal dan harta kalian!” Jawab Pria tersebut dengan congkak.

“Aku adalah Al Bahri Barbarossa Ocean Sultan! Putera dari Arthur III sang penguasa lautan! Jika kalian masih berani menghalangi kami, maka aku tidak akan segan untuk menenggelamkan kapal kalian!” Ancam Al Bahri tegas. Mendengar itu Para Pelaut Spanyol tertawa terbahak-bahak.

“Sebenarnya kami hanya menginginkan kapal dan harta kalian. Akan tetapi setelah mendengar ancaman anak itu, kami jadi ingin menenggelamkan kapal kalian!” Kata pelaut yang berdiri di buritan kapal sembari mencibir.

“Pasukan! Tembak kapal bocah sombong itu!!” Teriaknya. Seketika suara berdentum terdengar menggelegar. Pertanda meriam telah di nyalakan. Ledakan tercipta di beberapa bagian kapal milik Halime Hatun, tanpa sempat membalas.

Angin laut membawa aroma asin, sementara debu dan serpihan kayu terbang di udara akibat ledakan. Gelombang tinggi berkecamuk, menghantam sisi kapal Halime Hatun dengan keganasan. Dua Jannisary berusaha menjaga keseimbangan, sambil melawan teror ledakan dan percikan air laut yang membasahi dek. Suasana tegang memenuhi kapal, disertai deru meriam yang terus menghantam bagian-bagian vital kapal tersebut.

Dek kapal terasa getar setiap kali meriam musuh menyapa. Kedua belah sisi kapal Halime Hatun terhantam gelombang besar, membuatnya bergoyang seperti sehelai daun yang terombang-ambing di lautan yang marah. Serpihan kayu pecah dan terbang di udara, menyiratkan kehancuran di setiap dentuman meriam.

Angin laut membawa berbagai aroma, dari bau asap mesiu hingga keharuman air laut yang berkobar-kobar. Pengawal Halime Hatun terlihat bekerja keras memadamkan api yang menjalar akibat ledakan, sementara laut yang bergemuruh menantang mereka untuk tetap berdiri tegak di geladak yang licin. Suara teriakan perintah dan kepanikan tercampur, menciptakan simfoni kekacauan di tengah badai besi dan kayu yang melibas laut biru.

Gelombang tinggi yang terbentuk dari ledakan meriam membentur sisi kapal, menciptakan siraman air laut yang membasahi dek. Serpihan kayu terlempar ke udara seperti tari cahaya di bawah sinar matahari terbenam, mencerminkan kehancuran yang terjadi. Debu mesiu menyelimuti udara, menciptakan atmosfer yang penuh aroma metalik dan kehangatan yang aneh.

Halime Hatun dan kedua Jannisary nya beserta Al Bahri, yang wajahnya tersemat kekhawatiran dan tekad, berusaha menjaga keseimbangan di atas dek yang licin. Sementara itu, api merah menyala melalap bagian-bagian kapal yang terkena dampak, menciptakan bayangan yang menakutkan di tengah gelapnya malam. Suara dentuman meriam seperti simfoni kehancuran, memadukan ketegangan dan keberanian di atas perairan yang tak kenal ampun.

Dalam kehancuran yang meluas, kobaran api menjilat sisi kapal Halime Hatun dengan kelap-kelip api yang ganas. Asap hitam meloncat-loncat, menyelimuti dek seperti selubung gelap yang mengaburkan pandangan. Kapal, yang sebelumnya gagah berani, kini terlihat rentan dan terancam tenggelam oleh beban api yang melahap kayu-kayu yang sebelumnya kuat.

berjuang dengan keputusasaan untuk memadamkan api, tetapi tekanan laut yang tak kenal ampun semakin memperburuk situasi. Suara retakan kayu dan gemuruh ombak yang mendekat menciptakan atmosfer dramatis, menandakan bahwa kapal Halime Hatun mungkin segera menjadi korban.

Kobaran api melibas setiap sudut kapal Halime Hatun, menyala dengan warna-warna menyala terang. Kayu-kayu yang dahulu kokoh kini terurai menjadi bara dan kepulan asap hitam yang terombang-ambing di udara gelap. Asap itu menutupi langit-langit kapal, menciptakan panorama kacau yang menyatu dengan aroma hangus dan kepanikan.

Penghuni kapal, wajah mereka terlukis oleh bayangan merah menyala, berusaha dengan putus asa memadamkan api yang menjalar dengan cepat. Beberapa di antara mereka melompat ke laut yang gelap sebagai tindakan terakhir menyelamatkan diri. Air laut yang dingin menyambut mereka dengan kegelapan dan ketidakpastian.

Kapal Halime Hatun terombang-ambing di atas gelombang yang semakin marah, memasuki pangkuan lautan dengan penuh perlawanan terakhirnya. Suara retakan kayu dan gemuruh ombak yang menyeramkan menciptakan simfoni kehancuran, seolah-olah alam sendiri ikut berduka atas kepergian kapal tersebut ke dalam kedalaman laut yang gelap.

Kobaran api dan asap pekat memenuhi seisi kapal milik Halime Hatun. Kapal tersebut akan segera karam.

“Janissary, cepat minum ini!” perintah Halime Hatun. Seraya melempar dua botol ramuan yang dapat membuat manusia darat hidup di air, kepada dua Janissary tersebut. Halime Hatun sendiri mengambil botol yang sama dan bergegas meminumnya.

Kapal tersebut terus di hujani oleh tembakan dari meriam milik kapal Spanyol. Al Bahri terpental oleh sebuah ledakan yang tercipta di dekatnya. Ia tercebur ke dalam air. Namun anehnya, Al Bahri tidak terjatuh berdebam ke dasar lautan setelah jatuh ke air. Ia mengambang dan tenggelam secara perlahan.

Halime dan dua Janissary di atas sana berseru panik. Mereka menyusul melompat—bersamaan dengan kapal mereka yang seketika meledak. Namun mereka kesulitan untuk menemukan Al Bahri yang telah tenggelam hingga dasar lautan. Di atas kapal Spanyol, Para Pelaut Spanyol tertawa puas. Mereka menghina Para Penghuni Kapal yang baru saja mereka tenggelamkan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!