Pagi yang sangat tenang dan sunyi di istana Atlantis. Sebuah Istana megah di Atlantis Kingdom, kerajaan besar di kedalaman samudera. Atlantis Kingdom berbentuk lingkaran dan di bagi menjadi 3 bagian. Dari luar, terdapat dinding setinggi 50 meter yang melingkari kerajaan. Lalu di belakang dinding terdapat barak dan pos penjagaan. Jarak antara dinding pertama dengan dinding kedua adalah 250 m. Bagian kedua ada dinding setinggi 70 meter. Di dalamnya terhampar kota yang indah dan permai. Kota Atlantis memiliki luas sebesar 5 km. Dan bagian ketiga adalah dinding setinggi 100 meter. Dinding itulah yang melindungi pusat kota. Dan istana Atlantis terdapat di pusat kota.
Seorang pria dengan perawakan gagah dan tampan, berambut biru kehitaman dan bermata hijau. Memakai pakaian kebesaran berwarna biru tua dengan tunik bergaris yang memanjang di dadanya, tanda kehormatan dengan simpul-simpul kain yang menjuntai di kedua bahunya dan lencana raja di dada kirinya, menandakan bahwa dirinya adalah seorang penguasa dan dengan sebuah mahkota indah berhiaskan zamrud hijau di tengah dan permata biru di sekelilingnya tersemat di kepalanya. Namun wajah tampannya nampak gelisah. Sorot mata yang biasanya tegas dan berwibawa terlihat mengkhawatirkan sesuatu.
Saat itu dia sedang berjalan mondar-mandir dengan gelisah di depan sebuah pintu kamar yang terasa istimewa baginya. Pintu kamar tersebut terbuat dari kristal berwarna biru tua dengan sebuah lambang kerajaan Atlantis yaitu dua ekor mosasaurus—buaya laut purba. Yang saling melingkar di atas dan di bawah dan di tengahnya terdapat sebuah mutiara perak. Terletak di bagian atas gagang pintu. Pinggir pintunya di hias oleh garis-garis putih yang membentuk seperti gelombang lautan.
Detik demi detik, di laluinya dengan gelisah dan tegang, wajahnya pucat, membuat kulitnya yang sudah pucat semakin bertambah pucat. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Hingga akhirnya, kesunyian itu pecah oleh tangisan seorang bayi. Pintu kamar tersebut terbuka dan keluar seorang wanita berumur 20 tahun-an, dengan gaun dan penutup kepala yang menjuntai hingga ke bawah berwarna merah muda. Sebuah ikat pinggang berwarna emas melilit di pinggangnya. Wanita tersebut keluar sembari menggendong seorang bayi laki-laki yang tampan, bayi tersebut di bungkus oleh kain putih lembut.
“Selamat Yang Mulia King Arthur III, anak Yang Mulia telah lahir dengan sempurna.” Ucap wanita tersebut dengan raut wajah gembira. Wanita tersebut adalah Valide Halime Hatun, putri seorang penguasa paling berpengaruh di daratan, Ottoman Empire dan juga Istri dari adik King Arthur, Prince Harits.
“Selamat ya kak!” Ucap Prince Harits, ia adalah seorang pemuda berusia sebaya dengan istrinya Halime Hatun, dengan perawakan yang hampir menyamai kakaknya, King Arthur, dan memakai pakaian kebesaran yang nyaris persis dengan King Arthur hanya saja tidak terdapat atribut selengkap yang ada di pakaian King Arthur, sebuah tiara biru muda tersemat di kepalanya.
King Arthur segera mengambil putranya dan mengecup dahinya lembut dan menghayati. Hatinya sangat bahagia karena puteranya lahir dengan selamat.
“Bisakah aku menemui Istriku sekarang Halime?” Tanya Arthur.
“Tentu saja bisa Yang Mulia, silahkan. Permaisuri Phalixena sudah menunggu ” Jawab Halime Hatun sembari bergeser sejengkal, memberi jalan. King Arthur masuk ke dalam kamar, kamar yang luas dengan berbagai perabotan Istana berwarna putih dengan hiasan emas. Terdapat sebuah kasur ukuran 200×200—size super king. Dengan ranjang indah terbuat dari perak. Namun keindahan tersebut tiada berarti jika melihat wanita yang tengah terbaring lemas di atasnya.
“Phalixena! Are you okay? Bagaimana keadaanmu?” King Arthur tergopoh-gopoh mendatang Isterinya yang cantik dan menawan.
“Pelan-pelan Arthur, kasihan anak kita nanti, aku baik-baik saja.” Jawab Phalixena sembari tertawa lemah. Arthur mengecup dahi Isterinya lembut dan lama.
“Terimakasih Permaisuriku yang cantik.” Kata Arthur.
“Sama-sama Rajaku yang perkasa.” Jawab Phalixena. Hari itu adalah hari paling bahagia bagi mereka.
Namun kebahagian tersebut tidak berlangsung lama, bahkan King Arthur belum sempat memberi nama puteranya, datanglah seorang prajurit dengan langkah tergesa-gesa.
“Yang Mulia! Hamba datang untuk melapor, saat ini kerajaan kita sedang di serang oleh kakak anda Prince Charles...dan lebih parahnya lagi, sebagian pasukan kita telah berkhianat!!” Lapor Prajurit tersebut.
“Bagaimana dengan General Richard?! Dimana dia?! Apa yang sedang dia lakukan sekarang?!!” Tanya King Arthur murka.
“Bahkan dia adalah dalang dari pengkhianatan sebagian prajurit kita!” Jawab Prajurit tersebut seraya menundukkan kepala, tidak sanggup lagi melihat raut wajah rajanya sekarang.
“Apaa!! Sepertinya tahtaku begitu menggiurkan, sehingga banyak yang mengkhianati ku!!” Teriak King Arthur murka—benar-benar murka. Lalu ia menoleh kepada adiknya, Prince Harits.
“Harits! Ku titipkan putraku, bawalah ia pergi dan besarkan ia di wilayah mu! Jangan pernah engkau biarkan tangan-tangan kotor menyentuhnya! Lindungilah ia dengan nyawamu! Sekarang segeralah pergi Harits!!” Perintah King Arthur. Dengan berat hati ia menyerahkan putranya kepada Halime Hatun. Sang anak menangis—tidak ingin lepas dari dekapan Ayahnya. Halime berusaha menenangkan Bayi tampan itu. Dia menatap wajah Phalixena yang berada di kamar. Wajah tegar itu hanya mengangguk letih.
“Bawalah dan jagalah Putraku Halime! Itu adalah amanah dariku.” Perintah Permaisuri lembut.
“Tapi Kak!” Prince Harits hendak membantah.
“Tidak Harits! Keselamatan Putraku ada di tanganmu!!”
“Kak, aku bisa mengirimkan seluruh pasukan Marmara Sultanate!”
“Tidak Harits! Itu hanya akan berakhir sia-sia. Charles sudah tidak seperti dulu lagi. Saat ini dia sangat kuat.” Jawab Arthur.
“Baiklah Kak!” Harits dengan berat hati beserta Istrinya bergegas pergi meninggalkan Atlantis Kingdom.
“Captain Stephen! Bawalah beberapa Prajurit yang masih setia untuk mengawal Adikku!” Perintah King Arthur menyebut nama dan jabatan Prajurit yang datang melapor tadi.
“Siap Yang Mulia! Mari Pangeran.” Jawab Stephen. Mereka bergegas beranjak pergi meninggalkan Atlantis Kingdom.
“Penjagaa!!! Dua orang jaga kamar Istriku! Yang lainnya ikuti aku. Kumpulkan semua orang yang masih setia kepadaku! Hari ini, kita akan membasmi seluruh penghianat keji itu!!!” Teriak King Arthur memerintah. Mereka menelusuri lorong demi lorong istana. Dan setiap penjaga yang bertemu mereka menggabungkan diri dalam barisan King Arthur. Hingga terkumpul seribu orang.
Ketika mereka sampai di halaman istana. Pemandangan yang sangat mengerikan terlihat. Bala tentara Prince Charles melakukan pembantaian di mana-mana. Kekacauan, kerusuhan, kehancuran.
“Charles! Kakakku terlaknat! Di mana kamu!” Teriak King Arthur menghina. Salah satu kerumunan pasukan Prince Harits tersibak. Munculah seorang pria tua namun masih tersisa gurat-gurat ketampanan di wajahnya. Dengan zirah besi terakota berwarna biru legam—menandakan dia sudah siap bertarung. Dengan menunggangi seekor gurita raksasa—yang juga di kenakan zirah besi.
“Charles!!” Gumam Arthur sembari menggertakkan giginya, penuh kebencian. Arthur menghunus trisulanya—Pusaka Atlantis Kingdom. Lalu bersiul, sebuah mosasaurus datang menghampirinya. Arthur melompat naik ke atas punggungnya. Prajurit di belakangnya mengikutinya, bersiul. Seribu mosasaurus datang. Satu persatu menunggangi mosasurus masing-masing.
“Pasukaaan!! Seraaaang!!!” Setelah di perintah, seribu orang di belakang Arthur maju. Prince Charles dan bala tentaranya yang menunggangi gurita dan mosasaurus juga maju. Satu banding seratus. Pasukan King Arthur kalah jumlah. Namun mereka tidak putus asa.
Hari itu, Prince Charles berhasil menggulingkan tahta sang adik dan membunuhnya. Bayi yang malang tersebut kehilangan kedua orang tuanya. Ayah dan Ibunya di bunuh secara keji oleh kakaknya sendiri, Tyrant King Charles II.
“Oh Harits, lihatlah anak yang malang ini! Matanya hijau dan rambutnya putih. Persis seperti Ayah dan Ibundanya.” Ucap Halime Hatun dengan sedih.
“Iya, kalau rambutnya yang biru kehitaman dan matanya yang berwarna hijau zamrud ini turun dari ayahnya, sedangkan garis wajahnya yang tangguh dan tampan ini, sudah pasti dari Ibundanya.” Sambung Prince Henry.
“Kira-kira, kamu mau memberinya nama siapa?” Tanya Halime.
“Akan ku namakan, Al Bahri Barbarossa Ocean Sultan.”
Hari demi hari silih berganti, tahun demi tahun telah berlalu.
Sepuluh Tahun Kemudian
Al Bahri kecil kini sudah berusia sepuluh tahun. Di saat ia sedang bermain bersama teman-teman lautnya, pamannya—Prince Harits yang kini telah menjadi seorang sultan karena kakaknya telah wafat, datang dengan menunggangi seekor hiu putih dan di kawal oleh beberapa orang pentingnya.
“Bagaimana dengan perbatasan, Thariq Pasha?” Tanya Sultan Harits kepada orang di sebelah kanannya.
“Akhir-akhir ini, tekanan dari Tyrant King sudah mulai memudar.”
“Lalu bagaimana dengan kesiapan prajurit kita, Nuruddin Pasha?” Sultan Harits berganti menoleh dan bertanya kepada orang di sebelah kirinya.
“Sebagian besar prajurit kita telah pulih dan barak-barak yang kosong sudah kembali terisi.”
“Bagus! Tingkatkan terus latihan fisik dan mental mereka!” Sambung Sultan Harits memerintah.
“Siap Sultan!” Jawab Nuruddin Pasha.
“Setelah itu, Bagaimana kabar hiu-hiu dan peralatan tempur Khairuddin Pasha?” Tanya Sultan Harits kepada orang di belakangnya, yang di panggil bergegas maju ke depan, melewati Nuruddin Pasha.
“Semuanya sudah di siapkan, para pandai besi terus-menerus mengasah dan menempa trisula kita, sedangkan para ahli hiu yang kita miliki terus melatih hiu-hiu agar menjadi tangguh dan ganas.” Kata Khairuddin Pasha menjelaskan laporan tugas yang telah ia selesaikan.
“Bagus sekali! Terimakasih banyak, kalian telah melakukan segalanya dengan baik. Sekarang bubarlah!” Perintah Sultan Harits.
“Baik Sultan!!” Kata mereka bertiga secara serentak. Lalu mereka semua bubar dan kembali ke tugas mereka masing-masing. Tanpa mereka sadari, bahwa Al Bahri sedari tadi memperhatikan percakapan mereka dengan seksama. Setelah mereka bubar, Al Bahri berlari mendekati pamannya.
“Pamanku tersayang, Dimana trisula yang paman janjikan kepadaku?” Tanya Al Bahri antusias.
“Oh, keponakanku tersayang, sebentar ya!” Harits merogoh kantong di pelana hiu dan mengeluarkan sebuah trisula mini berwarna perak. Ada tiga zamrud hijau di tiga belahannya dan sisik-sisik putih di gagangnya. Trisula tersebut berkilauan di terpa sinar matahari.
“Waah, terimakasih banyak Paman. Aku akan memakainya untuk berlatih berburu gurita, aku akan semakin bersungguh-sungguh dalam berlatih! Aku janji!” Jawab Al Bahri senang. Dia menimang-nimang trisula barunya dengan bahagia.
“Oh iya Paman, Apakah Paman berencana ingin merebut singgasana milik Ayahku kembali? Aku takut kehilangan Paman seperti aku kehilangan Ayah! Tyrant King sangat berbahaya dan menakutkan!!” Sambung Prince Al Bahri merajuk sembari memeluk kaki Sultan Harits.
“Tentu tidak Nak, karena engkau sendiri yang kelak akan merebutnya, Pamanmu ini hanya mempersiapkan segala hal yang kelak akan engkau butuhkan untuk merebut dan bertahta kembali di singgasana Atlantis!” Jawab Sultan Harits sembari tersenyum, ia mengelus kepala Al Bahri dengan penuh kasih sayang seperti anaknya sendiri.
“Nah, baiklah Al Bahri, sekarang pergilah berburu gurita dan senantiasa berhati-hatilah! Captain Stephen akan menemanimu!! Turuti nasihat darinya!” Kata Sultan Harits. Captain Stephen adalah satu-satunya pejabat yang tersisa dan masih setia kepada King Arthur III. Sepuluh tahun yang lalu, ia dengan tubuh terluka parah demi mengawal Sultan Harits dan Istrinya menuju kediaman Sultan Harits.
“Tetapi Paman, aku tidak ingin di temani, aku ingin mencoba berburu sendiri!!” Kata Al Bahri seraya tertunduk lesu.
“Tidak Nak, itu berbahaya! Bagaimana jika nanti Tyrant King menangkap mu?!” Bantah Sultan Harits.
“Bukankah dia juga Pamanku? Pasti dia juga akan menyayangiku sebagaimana Paman menyayangiku!” Jawab Al Bahri polos.
“Tidak seperti itu Nak, begitu banyak hal-hal yang belum dapat kamu pahami!” Kata Sultan Harits tegas.
“Nah sekarang pergilah! Paman Stephen pasti sudah menunggumu di Istal!” Sambung Harits sebelum Al Bahri membuka mulutnya.
“Baiklah...” Jawab Al Bahri lesu.
...〰️AL BAHRI : OCEAN SULTAN〰️...
Di Istal, Captain Stephen sudah menunggu, siap untuk berangkat menemani Crown Prince berburu.
“Apakah Paman Stephen menunggu lama?” Tanya Al Bahri polos dengan wajah yang menggemaskan.
“Tentu saja, aku dan Whisark kesayanganmu telah menunggu sedari tadi.” Jawab Stephen gemas.
“Oh maaf, Paman, Apakah kita bisa berangkat sekarang?” Tanya Al Bahri tidak sabaran.
“Tentu saja Pangeran kecilku, mari kita berangkat!” Sahut Stephen.
...〰️AL BAHRI : OCEAN SULTAN〰️...
Mereka mulai berangkat menyusuri lautan, hingga tiba di tempat yang mereka tuju.
“Nah Al Bahri, sekarang burulah lima Gurita dan bawalah kepadaku!” Perintah Captain Stephen.
“Ingat! Jangan terbalik antara Gurita, Cumi-cumi dan Ubur-ubur!!” Sambung Cap. Stephen.
Al Bahri tidak menyia-nyiakan kesempatan emas tersebut untuk kabur.
“Siap Paman!” Jawab Al Bahri.
Al Bahri memegang erat-erat trisulanya dan memacu kencang Whisark, Hiu putih kesayangannya. Dan Stephen sama sekali tidak curiga. Dan ketidak curigaan tersebut yang nantinya akan membuat Stephen menyesal.
Tanpa berpikir panjang, Al Bahri segera memacu kencang Whisark menuju kerumunan makhluk bertentakel tersebut yang menyebabkan hewan-hewan tersebut kaget dan mengeluarkan senjata alami mereka. Tiga ekor Cumi-cumi menyemburkan tintanya tepat di wajah Al Bahri.
Al Bahri yang tidak dapat melihat apapun karena pekatnya tinta—menusukan trisulanya dengan sembarangan. Trisula tersebut menancap pada seekor Ubur-ubur yang langsung mengeluarkan sengatannya.
“Aaakh, Paman Stephen! Tolong aku!!” Teriak Al Bahri kesakitan, karena sengatan Ubur-ubur tersebut, Hiu putih milik Al Bahri menjadi buas dan ganas. Hiu itu melempar Al Bahri ke sembarang arah. Al Bahri yang masih terkejut karena sengatan ubur-ubur tersebut, segera terlempar dan menubruk bayi-bayi Gurita.
...〰️AL BAHRI : OCEAN SULTAN〰️...
Samar-samar teriakan Al Bahri terdengar oleh Stephen. Namun ia tidak dapat melihat Al Bahri dimanapun.
“Gawat, ini berbahaya, aku bisa di hukum mati oleh Pamannya jika terjadi sesuatu pada Al Bahri!” Rutuk Stephen dalam hati. Stephen beranjak naik ke punggung Mosasaurus miliknya dan menerobos kerumunan makhluk bertentakel tersebut.
...〰️AL BAHRI : OCEAN SULTAN〰️...
''Wuuuk'' Sebuah tentakel gurita raksasa mengincar Al Bahri. Sontak Al Bahri refleks menghindar.
''Braak'' Tentakel sebesar ular sanca tersebut menghantam sebuah karang dan membuatnya hancur berkeping-keping.
''Wuuk'', ''Wuuuk'' Kali ini tidak hanya satu namun dua tentakel mengincar tubuh mungil Al Bahri. Sepertinya dia marah sekali, karena Al Bahri telah melukai anak-anaknya.
''Huup'' Al Bahri melompat—menghindari sebuah tentakel, namun tentakel yang lainnya telak menghantam tubuh Al Bahri, membuatnya terlempar menghantam karang. Trisulanya entah terlempar kemana.
“Siapa kau Nak? Beraninya menyakiti anak-anakku!” Ucap Gurita tersebut. Al Bahri terkejut, selama ini ia tidak pernah melihat hewan dapat berbicara.
“Ka..kau dapat berbicara?!” Tanya Al Bahri heran.
“Dilihat dari pakaian yang kamu kenakan dan hiu putih tadi, sepertinya kamu berasal dari marmara sultanate. Dan juga seorang bangsawan.” Gumam Gurita raksasa tersebut yang mengacuhkan pertanyaan Al Bahri.
“Ya, aku adalah keponakan Sultan Harits dan putera dari King—” Sebelum Al Bahri menyelesaikan kalimatnya, terdengar sebuah raungan kencang makhluk penguasa lautan periode purba, mosasaurus dan Captain Stephen di atasnya, menunggang dengan gagah seraya menghunus trisula telah tiba.
“Al Bahri!! Menjauh Lah dari Gurita tersebut!!” Teriak Stephen. Namun teriakan tersebut tidak di pedulikan oleh Al Bahri.
“Kamu bilang apa tadi? Keponakan Harits dan putera Arthur” Tanya Gurita tersebut sembari menyeringai licik.
“Al Bahri!!” Teriak Stephen. Al Bahri bingung dan takut, ia tidak bisa lari kemanapun. Tentakel Gurita tersebut kini sudah mengepungnya.
“Yang Mulia Charles pasti akan senang menerima hadiah dariku. Hahaha!!” Salah satu tentakel Gurita tersebut telah menangkap tubuh Al Bahri. Ketika Gurita tersebut hendak membawanya pergi—
''Wuuuk'', ''Craaash'' Sebuah trisula menancap pada tentakel yang membawa Al Bahri, sontak Gurita tersebut melempar Al Bahri dengan keras. Stephen telah datang, ia melompat dari punggung Mosasaurus untuk mengambil trisula miliknya.
“Al Bahri! Pergilah!! Aku tahu kamu tidak suka di perintah oleh Captain sepertiku, namun untuk kali ini, pergi—” Sebelum Stephen menyelesaikan kalimatnya, sebuah tentakel menghantam kepalanya—membuat tubuhnya terjungkir balik dan menghantam karang dengan keras. Lalu merosot dan tidak bangkit kembali untuk selamanya.
“Paamaaan!!” Tangisan pertama Al Bahri dan setelah ini dia akan menangis terus-menerus. Al Bahri hanya bisa meronta ketika Gurita itu membawanya pergi.
“Tidak! Paman bangunlah! Tolong aku!!” Teriak Al Bahri.
“Ssst, diam lah! Tidak akan ada yang datang untuk menolong mu!!” Bentak sang Gurita kesal.
...〰️AL BAHRI : OCEAN SULTAN〰️...
Keesokan harinya, datang utusan dari Tyrant King di kediaman Sultan Harits.
“Sultan! Telah datang utusan dari Charles. Apa yang akan kita lakukan padanya?” Tanya Nuruddin Pasha.
“Suruh dia masuk!” Jawab Harits tegas.
“Baik Sultan!” Nuruddin Pasha beranjak menuju pintu.
“Penjaga! Biarkan dia masuk!!” Perintah Nuruddin Pasha.
Derap langkah kaki sang utusan mulai terdengar dan terlihatlah sosok General Richard di ambang pintu.
“Kau, Masih punya nyali untuk menginjakkan kaki disini setelah mengkhianati kakakku?!!” Geram Sultan Harits, dia bangkit dari singgasananya.
“Aku tidak hanya mengkhianatinya namun aku juga yang membunuhnya!” Richard menyeringai tajam.
“Apaa!!” Sontak semua yang berada di dalam menghunus trisula kecuali Richard.
“Ooh, oh, jangan pada terburu-buru begitu, aku bahkan belum sempat mengatakan bahwa kini anaknya berada dalam genggamanku!” Sambung Richard seraya menyunggingkan senyum mengejek.
“Kau...sialan, Dimana Al Bahri?!” Bentak Harits marah.
“Bocah cengeng itu bernama Al Bahri?” Richard tertawa lepas.
“Kau akan menyesal telah mengucapkan kalimat tersebut ketika trisulanya menusuk lehermu nanti!” Ancam Sultan Harits.
“Oh iya, mungkin sebelum itu King Charles telah membunuhnya, dan akulah yang akan membunuhmu!” Ejek Richard.
“Bagaimana mungkin kamu akan membunuhku jika kamu tertangkap olehku?!” Sultan Harits tersenyum licik. Pengawal di sekitar Richard segera menangkap isyarat tersebut, mereka mengepung dan menangkap Richard.
“Ambil suratnya dan bawa dia ke penjara! Kita akan menjadikannya alat tawar-menawar.”
Atlantis Kingdom yang semula sebuah kota yang indah dan megah kini terlihat suram. Puing-puing bangunan berserakan, gelandangan menyebar di setiap sudut kota, bangkai-bangkai bekas peperangan di biarkan dan ikan-ikan mengerikan dari segitiga bermuda di datangkan. Istana Atlantis sendiri sudah sangat tidak terawat
Disana telah tiba rombongan Sultan Harits, yang datang untuk membebaskan Crown Prince Atlantis. Al Bahri. Bahkan Valide Halime Hatun yang tinggal di daratan sampai rela menceburkan diri kembali ke dunia laut. Dia meminum ramuan yang membuatnya dapat bernapas di dalam air. Sultan Harits dan rombongannya yang pernah ke Atlantis terkejut dan merasa miris dengan keadaan Atlantis Kingdom yang berubah 180°—seratus delapan derajat, saat ini.
Sultan Harits telah sampai di gerbang istana. Gerbang tertinggi dan terkuat di Atlantis Kingdom. Gerbang Istana terbuka lalu mereka masuk. Halaman Istana terlihat penuh dengan prajurit King Charles. Sepertinya King Charles memperketat keamanan Istana—karena ada tahanan yang sangat berharga.
Para Prajurit itu menatap Rombongan Sultan Harits tajam. Memastikan tidak ada sesuatu yang mencurigakan. Beberapa Prajurit mendekati Sultan Harits dengan trisula teracung. Waspada.
“Aku Sultan Harits. Adik dari King Arthur dan Charles. Aku ingin bicara dengan Rajamu! Bukakan pintunya!” Perintah Sultan Harits sembari tetap melangkah maju—tidak mempedulikan trisula-trisula yang teracung kepadanya.
“Berhenti disitu!! Sultan Harits!” Teriak Seorang Prajurit berseragam sisik besi berwarna hitam pekat. Berbeda dengan prajurit King Charles lainnya.
“Siapakah kau, Berani memerintahku, Hah!!” Bentak Sultan Harits.
“Aku adalah seorang prajurit yang diberi wewenang menjabat sebagai Kepala Penjaga disini.” Ucap Kepala Penjaga itu tegas.
“Namaku Mark, dan aku akan meminta izin terlebih dahulu kepada Rajaku. Sebelum aku membiarkanmu masuk!!!” Lanjut Mark menegaskan. Sultan Harits hanya terdiam. Wajahnya terlihat menahan geram. Seperti sumbu peledak yang telah disulut. Sewaktu-waktu dapat meledak.
...〰️AL BAHRI : OCEAN SULTAN〰️...
''Draap draap draap'' Terdengar langkah tegap Sultan Harits beserta rombongannya yang terdengar menggema di lorong Istana, namun ketika ia sampai di depan pintu ruang singgasana, hanya Ia dan Halime yang diperbolehkan masuk. Tentu saja hal tersebut lebih dari cukup untuk membuat Harits geram—dia dan istrinya bisa saja di jebak dalam perundingan itu. Harits memerintahkan seluruh prajurit yang bersamanya untuk membunuh siapapun yang menghalangi mereka.
...〰️AL BAHRI : OCEAN SULTAN〰️...
Di ruang singgasana Atlantis. Ruangan berbentuk segi enam dengan pintu besar di sisi datarnya. Di setiap sudut ruang terdapat tiang-tiang raksasa perak berpelitur emas. Ukiran emas dan perak yang saling bertautan khas atlantis menghiasi dinding-dinding ruang singgasana Atlantis.
Dan berhadapan dengan pintu. Terdapat tiga tanjakan berbentuk segi lima. Setiap tanjakan memiliki selisih luas 100 meter. Di setiap tanjakan terdapat lima pengawal pribadi raja yang berdiri di setiap sudut tanjakan. Di puncak tanjakan, sebuah singgasana berdiri kokoh. Dan diatasnya duduklah penguasa Atlantis Kingdom masa kini. King Charles, Tyrant King.
Pintu ruang singgasana terbuka. Seorang penjaga berpakaian baju tempur Atlantis terlihat. Dia berjalan dengan tergesa-gesa menuju kediaman Tyrant King.
“Yang Mulia, saat ini Sultan Harits sedang berusaha merengsek masuk dengan seluruh pengawalnya.” Lapor penjaga tersebut.
“Apakah kalian melihat General Richard?” Tanya Charles.
“Iya, dia di kawal oleh lima orang.” King Charles menyeringai, lima orang bukanlah hal yang sulit bagi Mantan Jenderal Atlantis Kingdom.
“Nah, sekarang siapkan perlengkapan gantung, namun jangan gantung anak itu sebelum aku memberikan perintah!” Perintah Tyrant King. Perlengkapan gantung yang dimaksud adalah kursi dan simpul tali yang menggantung. Korban yang akan di eksekusi gantung di paksa menginjak kursi dan oleh algojo di pasang simpul tali di lehernya. Lalu algojo akan menendang kursi dan korban akan tergantung.
''Braak, buugh, aakkh.'' Baru saja menyelesaikan kalimatnya mendadak pintu ruang singgasana terjengkang menganga lebar dan penjaga di sekitarnya terpental mati bergelimpangan.
“Charles! Dimana kamu! Serahkan Keponakanku!” Teriak Harits. Yang diteriaki hanya menanggapi dengan senyuman. itu bukanlah sebuah senyuman tulus tapi sebuah senyuman licik.
“Mengapa kau begitu marah Harits? Al Bahri bukan hanya Keponakanmu, dia juga Keponakanku.” Jawab Charles santai.
“Kau telah membunuh Ayah dan Ibunya lalu membuatnya sangat menderita, tapi kamu masih berani mengakuinya sebagai Keponakanmu?!” Bentak Harits murka.
“Tenanglah Adikku—”
“Aku bukan Adikmu lagi! Sejak kau protes kepada Ayahanda karena Kak Arthur yang dinobatkan menjadi raja Atlantis Kingdom, lalu menekan dan membuat Ayah membagi wilayah kekuasaannya kepada kita! Sekaligus membuat Atlantis Kingdom menjadi terpecah belah!!” Sergah Sultan Harits.
“Tidak selesai disitu, pasca wafatnya Ayahanda. ketamakkanmu membuatmu merasa tidak cukup memiliki wilayah di segitiga bermuda saja dan menyerang Atlantis!” Sambung Sultan Harits murka.
“Aku anak pertama, Harits! Kamu tahu sendiri, dalam sistem monarki. Anak pertamalah yang menjadi pewaris tahta kerajaan. Seharusnya aku yang berhak memiliki tahta! Kamu tidak pantas! Kamu tidak berhak!! Mengatakan aku tidak puas dan sebagainya! Sadarilah posisimu!” King Charles berteriak. Membentak.
“Mau anak pertama, anak kedua, itu tidak penting Charles! Ayah kita sangat tahu siapa yang lebih pantas mewarisi kerajaan. Dan kamu....” Sultan Harits terdiam sejenak, sengaja memberi jeda pada kalimatnya. Dia menggeleng-geleng sembari berdecak.
“Ck..ck...ck, Track record mu saja sangat buruk. Kamu tidak pernah becus dalam menjalani tugas dan selalu mengeluh!”
“Jangan menjadi munafik Harits! Jangan pernah!!Justru karena hal tersebut kamu juga mendapat keuntungan? Kamu juga senang kan? Kamu jadi mampu mendirikan kerajaan berciri khas agama manusia darat. Apa namanya? Ah iya, Marmara Sultanate.” Kata Charles. Namun mendadak nada suaranya berubah.
“Engkau tidak lagi menyembah dewa-dewa lautan, engkau bahkan bersekutu dan menikahi anak penguasa daratan!” Sambung Charles geram.
“Siapakah kamu mengingatkanku tentang sikap munafik!? Hah!! Siapa kamu?! Coba kau lihat dirimu dahulu! Sebelum kau nilai kurangnya diriku!!” Balas Sultan Harits.
“Mari kita sudahi segala perdebatan yang tidak berujung ini, Adik ku tersayang! Sekarang serahkan Richard dan kekuasaanmu jika kamu ingin anak ini—” Kata Charles sembari menunjuk Al Bahri yang dalam posisi ingin digantung. Dan bersamaan dengan itu, mendadak pintu ruang singgasana terbuka. Masuklah ratusan prajurit Tyrant King. Pengawal Pribadi Tyrant King disekitar singgasana juga tururt mendekat dengan trisula teracung.
“Istrimu, dirimu dan seluruh pengikutmu ingin selamat!” Kata Charles yang membuat Harits dan seluruh pasukannya terkejut—ternyata sedari tadi mereka telah di kepung dari depan dan belakang.
“Kamu sangat jahat dan keji, Charles! Apakah kamu ingin menghabisi seluruh keluargamu! Setelah King Arthur dan istrinya! Kini kamu ingin menghabisiku dan istriku! Kamu hanya bisa berbuat kerusakan! Kamu hanya bisa menciptakan perang saudara!! Aku membencimu Charles!!!” Teriak Sultan Harits benar-benar murka. Tentu saja dia tidak akan menyerahkan pengkhianat dan kesultanannya.
Tyrant King terdiam. Sultan Harits juga terdiam. Cukup lama, dia sedang mengulur-ulur waktu karena saat itu Halime Hatun diam-diam berenang dan memotong tali gantungan Al Bahri. Setelah tali yang mengikat leher Al Bahri putus, Halime sigap memapah badan Al Bahri yang sedang pingsan. Namun tali yang terpotong perlahan jatuh dan mengenai kepala King Charles, membuatnya tersadar dan menatap ke atas—ke Halime Hatun.
“Perempuan sialan! Kemari kau! Lepaskan anak itu!!” King Charles melompat untuk menyerang Halime yang mengambang di atas. Namun tidak sampai karena dia manusia yang tinggal di lautan, sehingga hukum gravitasi berfungsi padanya saat di lautan.
“Duaak" King Charles mengentakkan kaki ke lantai istana dengan keras dan penuh amarah.
“Cih, pasukan segera tunggangi Gurita dan Mosasaurus kalian! Tangkap perempuan itu dan bawa anaknya kepadaku!!” Perintah Charles kesal dan geram. Dia hanya dapat melihat Halime yang bergerak semakin menjauh dari ruang singgasana.
Ketika King Charles sedang lengah, Sultan Harits melompat dan menyerangnya. Menerjangnya dengan kekuatan penuh. Diikuti secara serentak oleh seluruh pasukan yang di bawanya.
“Allahu Akbar! ” Teriak Sultan Harits dan para pasukan Marmara Sultanate yang ikut bersamanya. Saat itu mereka bersedia mengorbankan nyawa mereka—syahid, agar Al Bahri dan Halime dapat lari dengan selamat.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!