Teringat 2

Raizana hanya terdiam, matanya tertuju pada bayangan siluet di belakang singgasana Ibunya. Siluet berbentuk orang yang sedang berdiri dan tidak bergerak sama sekali. Ia tidak lagi memperhatikan kalimat-kalimat yang meluncur dari mulut Ibunya. Hingga sebuah kalimat menyentaknya.

“Kamu paham Raizana!” Fokus Raizana kembali ke Ibunya.

“Eh, Iya yang mulia! Sepertinya ini telah larut malam. Saya mohon pamit kembali ke tenda.” Balas Raizana sembari mengundurkan diri dengan sopan.

“Silahkan Putriku!”

Mendengar balasan dari Ratu Elish. Raizana beranjak meninggalkan Tenda Utama dengan sopan. Namun bukan karena telah larut malam atau ingin beristirahat di dalam tenda. Raizana ingin memastikan siapakah pemilik siluet yang dilihatnya tadi. Ia bergegas menuju belakang Tenda Utama yang sangat besar itu. Sesampainya di belakang Tenda Utama. Ia tidak menemukan siapapun!

...〰️AL BAHRI : OCEAN SULTAN〰️...

Al Bahri berlari menyusuri hutan semi tropis. Menghindari batang pohon, melompati akar-akar pohon yang menjalar, anak sungai, hingga beberapa kali harus membelokan langkahnya agar tidak menabrak pohon muda yang tidak terlihat di dalam kegelapan malam.

Dalam keheningan malam, hutan semi tropis menyajikan suasana yang hening dan senyap. Suara desiran angin melalui dedaunan menciptakan melodi lembut, sementara heningnya dihiasi oleh gemercik air dari anak sungai yang mengalir perlahan. Bayangan pepohonan menari di bawah cahaya rembulan, menciptakan pola yang menggoda di tanah yang ditutupi dedaunan kering. Tidak ada suara kehidupan malam yang mencolok, hanya sentuhan alam yang memeluk dengan ketenangan.

Di dalam keheningan malam yang dalam, hutan semi tropis menyajikan pemandangan yang memukau. Gemuruh lembut angin menyusup di antara daun-daun, menciptakan serenade alam yang merdu. Setiap langkah Al Bahri di atas dedaunan kering menghasilkan kerikil kecil yang melengking, menyatu dengan desiran angin dan memperkaya simfoni malam.

Bayangan pepohonan membentuk siluet yang menarik di bawah cahaya rembulan, mengukir seni yang tak terlihat pada dinding hutan. Suara gemericik air dari anak sungai menambahkan lapisan kedamaian, seperti alunan lagu tenang yang mengalir melalui rongga-rongga pepohonan.

Kegelapan malam menyelimuti segalanya, namun mata Al Bahri terlatih menangkap pergerakan kecil. Ia harus waspada terhadap akar-akar pohon yang menjalar seperti jalinan rahasia di bawah langkahnya, dan beberapa kali, ia harus merubah arah langkahnya dengan hati-hati agar tidak menabrak pohon-pohon muda yang muncul di kegelapan malam.

Suasana senyap yang dipenuhi dengan keindahan alam membentuk lanskap yang tenang, memberikan pengalaman eksplorasi yang penuh dengan misteri di bawah sorotan rembulan yang pucat.

Terdengar langkah kaki Al Bahri memecah keheningan malam saat ia berlari kencang, menyusuri hutan semi tropis. Cahaya rembulan menyinari jalannya, sementara dedaunan kering yang tersapu oleh langkah-langkahnya menghasilkan serangkaian suara ringan yang menyatu dengan desiran angin.

Dedaunan kering yang tertampung di bawah kakinya yabg tidak terlindungi apapun remuk dengan suara kecil, seperti persembahan hutan bagi penjelajahnya. Hembusan angin semakin kencang, menerbangkan helai-helai daun yang terdampar di tanah.

Ketika Al Bahri membelokkan langkahnya untuk menghindari rintangan, bayangan pepohonan berubah-ubah, menciptakan ilusi gerakan yang membingungkan di bawah cahaya rembulan. Setiap serat ototnya terasa bekerja secara bersamaan, mengejar waktu yang berlari seiring langkah-langkahnya yang gesit.

Dalam kecepatan dan ketangkasannya, Al Bahri menerjang kegelapan hutan, menunjukkan tekadnya yang kuat untuk mencapai tujuannya. Suara alam menjadi latar belakang yang konstan.

Dengan setiap langkah yang diambilnya, Al Bahri semakin menjauh dari suku Ratu Elishard. Hutan semi tropis menyimpan jejak langkahnya yang cepat, dan cahaya rembulan menjadi satu-satunya panduan di tengah kegelapan malam. Di balik langkah-langkahnya yang berani, mungkin terdengar suara gemuruh alam yang menyaksikan pemuda itu mengejar kebebasan, menjauh dari Suku tersebut sejauh mungkin.

Al Bahri merentangkan langkahnya dengan tekad yang kuat, meninggalkan suku tersebut jauh di belakang. Setiap jejaknya di tanah lembut hutan semi tropis menjadi penanda keberanian yang menggema dalam malam yang sepi. Cahaya rembulan yang lembut menjadi satu-satunya sumber cahaya, menerangi jalannya yang tidak terlihat.

Bayangan pepohonan dan rintangan yang ditinggalkannya memberikan lanskap yang semakin asing. Al Bahri merasakan getaran tanah di bawahnya, menciptakan hubungan yang lebih dalam dengan alam yang baru ia hadapi. Namun, di balik ketidakpastian ini, ada keberanian dan keinginan untuk menemukan nasibnya sendiri di luar batas sukunya.

Dua belas menit sebelumnya. Al Bahri memutuskan untuk kabur meninggalkan Suku Vikingard. Ia sudah muak dengan sikap Sang Ratu terhadap dirinya. Awalnya Ratu mengecewakannya, lalu membuatnya sedih, bahkan ketika ia sudah masuk Tenda Tahanan, Ratu Elish masih saja mempermalukan dirinya.

"Apa yang tadi dia katakan? "Raizana! Itu hanyalah masa lalu. Kini bangsanyalah yang menyerang kita! Apakah kamu tidak sadar! Bagaimana mungkin Dia tega melawan bangsanya sendiri? Lagipula apakah kamu berharap dengan pemuda yang bahkan tidak memiliki otot di tubuhnya. Bahkan wanita paling lemah di suku ini jauh lebih gagah dan perkasa dibanding dirinya!" Huuh, sejak kapan Aku yang dilatih Paman Stephen dengan sangat keras soal fisik sedari kecil di katakan seperti itu!" Keluh Al Bahri dalam hati.

Dia berhenti sejenak lalu menggeram sembari memukul dahan pohon di depannya yang melintang menghalangi jalurnya. Al Bahri meringis kesakitan karena pukulannya sendiri. Sejenak Dia tersadar. Fisiknya sudah tidak sama seperti dulu. Kepalan tangannya tidak sekeras dulu, badannya tidak sekokoh dulu. Dan rerantingan pohon yang bergoyang memberi celah bagi sinar rembulan menerpa badannya, membuatnya semakin sadar. Perkataan sang Ratu sepenuhnya benar. Tidak ada otot yang menonjol seperti dulu di sekujur tubuhnya.

Al Bahri sedikit limbung. Dia tidak paham bagaimana ini dapat terjadi. Lalu dia teringat, saat Dia terpisah dengan Bibinya, Halime Hatun. Saat di kapal, sebuah bunga api menjalar di udara. Menghanguskan dan melemparkan tubuhnya ke udara. Lalu perlahan tubuhnya hancur dan setelah itu Dia tidak dapat mengingat yang terjadi setelahnya. Al Bahri berusaha mengingat apa yang terjadi setelahnya, namun itu membuat kepalanya sakit dan perlahan pandangannya memburam. Gelap.

...〰️AL BAHRI : OCEAN SULTAN〰️...

Al Bahri tersadar. Dia berada di tempat yang sangat tidak asing baginya. Kedalaman lautan. Dia melihat sebuah mutiara yang pernah Ia makan. Mutiara itu masih berwujud bulat, dan mengumpulkan air di sekitarnya. Menciptakan gelombang-gelombang. Gelombang air itu menyatu membentuk wujud anak kecil berumur sepuluh tahun. Anak kecil yang baru saja terbentuk itu melayang—di dalam air. Membelakanginya. Al Bahri mendekati anak tersebut. Juga sambil melayang.

Seolah menyadari ada yang mendatanginya. Anak itu membalik badan. Al Bahri sangat terkejut. Anak itu. Sangat mirip dengan dirinya. Berpakaian persis dengan apa yang dikenakannya saat itu. Pakaian Ottoman yang diberikan Bibinya kepadanya. Namun ada yang berbeda, bola mata anak itu berwarna biru samudera dan badannya tidak segagah dirinya saat berumur sepuluh tahun.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!