Pencarian

2 BULAN KEMUDIAN

“Raizana, tidakkah kita berhenti mencari Al Bahri sekarang? Kita sudah menyusuri banyak tempat! Bahkan hingga ujung dataran es yang berbatasan dengan lautan—tempat yang berbahaya, tempat kalian pertama kali bertemu.” Tanya Harina sembari menepuk pundak Raizana pelan. Saat itu mereka berada di tepi laut. Tempat Al Bahri dan Raizana pertama kali bertemu. Mereka bahkan telah menyusuri lorong-loring dinding es. Namun hasilnya nihil.

Raizana menekuk lutut, ambruk, terduduk. Wajahnya lesu.

“Bukankah kita telah bertekad untuk mencarinya hingga ketemu?” Kata Raizana lirih sembari menundukkan kepala. Harina tidak menjawab, Pearl telah berhenti berteriak sedari tadi. Hanya menatap Raizana iba.

“Harina, Pearl, bukankah ini tujuan petualangan kita? Apakah kalian ingin meninggalkanku sendirian disini?” Lanjut Raizana, ia menengadah menatap Pearl di hadapannya lanjut menoleh kepada Harina. Mendengar itu Harina hanya menghela napas. Dia merasa bersalah. Suasana menjadi canggung diantara ketiga Sahabat tersebut. Akan tetapi itu tidak bertahan lama.

“Kalau begitu bangkitlah Raizana! Apalagi yang kita tunggu! Semakin cepat, semakin baik!” Teriak Pearl semangat. Dialah yang memecahkan suasana canggung tersebut. Raizana tersenyum tipis, dia menganggukan kepala lalu beranjak bangkit.

"Gadis itu masih sama seperti dulu, penuh semangat dan aktif." Gumam Raizana dalam hati sembari tersenyum. Sembari mengepalkan tangan penuh tekad. Raizana berseru.

“Baiklah teman-teman. Tujuan akhir kita, Grandice!”

“Raizana, tapi tempat itu sangat berbahaya! Ada lima ekor beruang kutub yang ganas dan mampu mengendalikan sihir!” Bantah Pearl was-was. Wajah penuh semangat tadi mendadak sirna. Digantikan oleh ketakutan.

“Kita semua tahu itu Pearl namun itu adalah satu-satunya tempat yang belum kita telusuri!” Kata Raizana tegas. Harina maju selangkah. Dan menaruh tangan kanannya di bahu kanan Raizana.

“Aku juga setuju dengan Raizana! Itu adalah satu-satunya tempat yang belum kita kunjungi.” Kata Harina. Dua lawan satu. Pearl memutuskan mengalah.

Mereka bertiga berlarian, sembari tertawa satu sama lain. Menikmati sensasi petualangan. Memanjat dinding-dinding es, melompati jurang yang dalam. Setengah jam berlari tanpa henti, akhirnya mereka sampai di Hutan Semi Tropis. Lalu dengan napas tersengal-sengal, mereka berjalan menuju rumah pohon. Tempat mereka biasa berkumpul.

Setibanya disana Raizana langsung menggelar peta di atas meja.

“Teman-teman, Kita akan melalui jalan yang sangat panjang menuju Grandice.” Kata Raizana sambil menunjuk bagian dalam peta. Telunjuknya bergeser dari simbol rumah pohon mereka hingga Grandice. Mereka bertiga merancang rencana untuk berpetualang ke Grandice. Mengingat disana adalah daerah yang sangat berbahaya. Setelah mempersiapkan segalanya. Mereka berangkat menuju Grandice.

Grandice adalah sebuah dataran tinggi es yang curam dan menjulang setinggi sepuluh meter dan memanjang sepanjang 5 meter. Lalu untuk mencapai Grandice, mereka harus melewati sungai es selebar 31 meter. Belum lagi segala marabahaya dan rintangan di sepanjang perjalanan mereka.

...〰️AL BAHRI : OCEAN SULTAN〰️...

Mereka bertiga hampir keluar dari Hutan Semi Tropis ketika ada Trisula meluncur dan menancap tepat pada salah satu pohon yang berjejer—seakan menjadi pembatas antara Hutan Semi Tropis dengan Dataran Es membentuk sebuah perbatasan. Membuat batang pohon merekah.

"Wuuuk! Crrrap!!"

Raizana dan Pearl terkesiap, sedangkan Harina tetap santai namun penuh waspada. Dia yang pertama menghunus senjata, sebuah kapak es sebesar roda gerobak kuda. Sepertinya dia sudah terbiasa menghadapi situasi seperti ini.

“Ternyata selama ini kalian bersembunyi di hutan seperti ini. Teman-teman, Habisi mereka!!” Seru seseorang berpakaian zirah besi bersisik. Mendadak di belakangnya muncul enam prajurit Atlantis lainnya. Total jumlah mereka menjadi tujuh orang. Tanpa Raizana dan kawan-kawannya sadari. Sejak mereka berada di ujung kutub utara. Tujuh prajurit yang sedang berpatroli, tidak sengaja memergoki mereka bertiga. Lalu mereka mengikuti Raizana, Pearl dan Harina hingga Grandice. Termasuk ketika mereka merencanakan strategi di rumah pohon. Yang lokasinya tidak jauh dari suku Vikingard.

Raizana dan Pearl menghunus senjata masing-masing.

“Hei kamu, kembalilah! Beritahu Tyrant King lokasi persembunyian mereka!” Perintah ketua salah satu regu patroli Atlantis tersebut kepada salah satu anak buahnya. Yang di perintah mengangguk. Kini tersisa enam orang yang siap menghabisi Raizana, Harina dan Pearl.

“Pearl!!! Tembak Prajurit itu! Jangan biarkan ia memberitahu lokasi suku kita!!” Teriak Raizana memerintah.

“Dengan senang hati Raizana!” Jawab Pearl seraya membidik Prajurit yang hendak pergi dari tempat itu.

Sebuah proyektil crossbow meluncur melesat dari crossbow es milik Pearl. Proyektil crossbow adalah sebuah besi yang runcing ujungnya lebih pendek dari anak panah. Hanya saja milik Pearl terbuat dari es. Namun itu bukan sembarang es. Itu adalah es khusus yang dibuat oleh puluhan pengendali dan pandai besi es. Kami biasa menyebutnya anak crossbow.

"Craaat!!" Proyektil itu menancap pada tengkuk Prajurit Atlantis yang hendak kembali. Dia tidak sempat menjerit karena setelah itu lehernya membeku akibat efek dari proyektil crossbow es milik Pearl.

Melihat itu Ketua regu patroli tersebut menggeram. Dia dan anak buahnya yang tersisa menyerang Tim Raizana.

Pearl mengangkat tangannya ke depan. Proyektil crossbow yang menancap pada tengkuk Prajurit tadi tertarik kembali ke arah Pearl. Pearl dengan sigap menangkap. Dia buru-buru mengisi ulang crossbownya.

Harina lebih dulu melesat, mengirimkan kapak-kapak es kecil yang melesat menghantam dada dan wajah dua Prajurit Atlantis sekaligus.

Raizana menendang bola esnya kearah Ketua Regu. Sang Ketua menangkis bola es Raizana—yang langsung pecah berkeping-keping, dengan trisula miliknya. Trisulanya sedikit bergetar karena hantaman bola es tersebut. Namun itu hanyak serangan pembuka. Raizana segera mengirimkan puluhan bola es yang langsung mencul begitu saja.

Ketua regu tersebut terjungkal dengan wajah hancur. Setelah trisulanya terlepas dari genggamannya karena beberapa bola es. Sebuah bola es yang berukuran lebih besar dari yang lainnya menghantam telak wajahnya. Sepertinya Raizana telah mengukur. Dan mengeluarkan serangan pamungkas, Ultimate. Di saat yang tepat.

Setelah mengalahkan Ketua Regu Patroli Atlantis tersebut. Raizana baru menyadari bahwa dua prajurit yang tersisa telah sedari tadi dihabisi oleh Pearl dan Harina.

...〰️AL BAHRI : OCEAN SULTAN〰️...

Raizana dan kedua sahabatnya, dengan hati-hati melangkahkan kaki di sungai beku ini. Sebagai pribumi di tempat ini. Mereka sudah sangat berpengalaman ketika harus menghadapi kondisi seperti ini. Langkah tidak boleh terlalu cepat, walaupun tidak terpeleset. Sungai bisa retak dan keretakannya akan menjalar lebih cepat dari langkah kita—dan itu berbahaya, karena banyak predator air yang menunggu di bawah sana.

Setengah jam berlalu, Mereka bertiga telah mencapai seberang sungai. Mereka bergegas menghunus senjata andalan masing-masing, kecuali Raizana, senjatanya bola es unlimited dan dia hanya menghunus sebilah pisau. Harina dengan kapak besarnya dan Pearl dengan proyektil crossbownya. Mereka mulai mendaki dataran tinggi es tersebut. Bersusah payah, dengan saling bahu-membahu. Mereka berhasil mencapai puncak dataran tinggi tersebut. Mereka bertiga takjub dengan pemandangan indah dari atas Grandice. Walaupun lahir di Kutub Utara. Mereka sama sekali tidak pernah dan tidak diperbolehkan mengunjungi tempat ini. Puncak Grandice itu adalah selaput es tipis. Di beberapa bagian di selimuti salju.

Pearl yang begitu bersemangat dan antusias. Berlari sambil melompat-lompat.

“Pearl! Jangaan!!” Teriak Raizana. Bersamaan dengan itu selaput es yang diinjak Pearl pecah.

“Huuup!” Raizana masih sempat menangkap pergelangan tangan kanan Pearl. Akan tetapi ia kehilangan keseimbangan dan ikut terjatuh. Harina yang melihat kejadian itu ikut loncat. Mereka bertiga meluncur jatuh dengan deras. Raizana mengeraskan rahang, Pearl menjerit keras dan Harina menutup matanya. Bersiap untuk menghantam keras es di bawah sana. Detik demi detik berlalu menengangkan. Keringat dingin yang mengucur langsung berubah menjadi bunga salju. Setengah meter lagi mereka menghantam daratan es.

"Zraaash." Mendadak dari kedua telapak tangan Harina menyembur salju. Salju mengalir dengan deras hingga membentuk tumpukan salju. Mereka terjatuh menimpa salju tersebut.

“Waah ini empuk Harina, Sejak kapan kamu bisa mengendalikan kekuatan esmu?” Sahut Pearl girang.

“Sejak Ibuku meninggal, 6 bulan yang lalu!” Jawab Harina ketus. Pearl mendelik, dia menyesal karena salah berbicara.

“Maafkan kami Harina, kami lupa soal itu.” Kata Raizana. Di kutub Utara, tidak semua orang dapat mengendalikan es. Hanya darah tertentu yang bisa melakukan itu. Dan itu hanya bisa di dapat dari sistem pewarisan.

“Harina...tapi..Mengapa kamu tidak menggunakannya sedari tadi? Terutama saat kita mendaki sisi dataran tinggi yang curam?” Lanjut Raizana bertanya.

“Itu tidak mudah Raizana, minimal membutuhkan waktu setahun untuk mengendalikannya dengan baik. Tadi itu refleks saja.” Jawab Harina sembari melihat kedua telapak tangannya. Masih tersisa bekas salju.

“Dan...jika kamu tidak mengajakku berpetualang, mungkin aku sudah dapat mengendalikannya sekarang.” Lanjut Harina tertawa dan mencubit pipi Raizana. Dia adalah gadis yang tegar.

“Aww, Harina, tanganmu dingin sekali!” Jerit Raizana. Mereka tertawa bahagia.

"Jedduaaaak" Pearl terlempar dan nyaris menghantam mereka berdua. Mereka tertegun. Siapa yang melakukannya? Terdengar raungan kencang.

"Grrooaaaargh" Seperti raungan beruang kutub.

“Harina, Apa itu beruang kutub yang melegenda?” Tanya Raizana seraya memeluk lengan Harina.

Ternyata sedari tadi, Pearl telah membuka dinding es yang melegenda tersebut. Dan kini diambang pintu itu berdirilah sosok yang sangat mereka kenali. Rambut biru kehitaman dengan wajah tampan yang khas, perawakan gagah yang menambah aura berwibawa dan sepasang bola mata berwarna biru samudera.

“AL BAHRI?” Teriak Raizana senang. Dia berlari menghampiri sosok yang di yakininya sebagai Al Bahri.

“Raizaanaa tunggu!” Teriak Harina waspada.

Raizana menghentikan langkahnya. "Ada yang janggal" bisik Raizana dalam hati. "Bola mata biru? Perawakan gagah? Siapakah dia? Namun dia berwajah Al Bahri. Tapi dia tidak memakai pakaian compang-camping seperti biasanya. Pakaiannya terbuat dari kulit beruang kutub. Dengan setelan bulu beruang di kerah lehernya."

“Harina...Siapakah dia? Mengapa dia menyerang Pearl?” Tanya Raizana ketakutan.

“Aku juga tidak tahu Raizana. Tapi sepertinya pilihan terakhir kita adalah menghunus senjata dan bertahan hidup melawannya!”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!