Menjadi Pengantin CEO Buta
Alana, gadis cantik berambut lurus itu sedikit berjingkat kala mendengar dentuman benda keras yang dihempaskan ke lantai.
"Eh, copot copot!" latahnya. Jantungnya hampir saja copot, saat terdengar suara hentakan keras untuk kedua kalinya.
"Apa yang terjadi?" gumam Alana seraya berhenti mencuci piring, lalu dia membasuh tangannya. Dengan langkah yang terburu-buru Alana berjalan menuju ruang keluarga. Dia berdiri di sudut dekat pintu, agar tidak terlihat oleh siapapun.
"Kenapa Papa tampak marah sekali?" tanyanya bergumam kala melihat sang Ayah berjalan mendekati Alexa yang sedang berdiri dengan tubuh gemetar.
"Alexa tidak mau menikah dengan pria buta, Pa!" Terdengar suara teriakan Alexa disertai tangisan.
"Cukup Alexa! Jangan menguji kesabaran Papa!" tukas Ramond dengan menatap tajam Alexa.
Sally pun ikut berjalan menghampiri putrinya yang sedang berdiri dengan isak tangis. "Alexa sayang", ucap Sally dengan lembut seraya mengusap pipi Alexa. "Kenzo itu kan tunanganmu, Nak. Kau juga sangat mencintainya. Jadi kenapa kau tidak bisa menerima kekurangannya?" tanya Sally dengan menatap wajah sendu putrinya.
"Alexa punya impian sama seperti wanita lainnya, Ma! Alexa ingin punya suami yang sempurna, tidak hanya punya kekayaan tapi juga fisik yang sempurna", imbuhnya.
"Papa ingatkan sekali lagi, jika kamu tidak mau menikah dengan Kenzo, maka silahkan angkat kaki dari rumah ini", ancam Ramond. Dia tahu persis putrinya itu sangat dimanjakan oleh Ibunya. Berbeda dengan Alana yang selalu mandiri, walau tanpa Ibunya.
"Baik!" jawab Alexa dengan tatapan menantang.
Ramond mengeraskan rahangnya, menatap emosi Alexa yang sedang berdiri dihadapannya. Hampir saja tangan kekarnya mendarat tepat di pipi mulus Alexa jika tidak dihalangi oleh istri Ramond.
"Papa, kenapa kasar?" tanya Sally saat melepas tangan sang suami. "Alexa itu putri Papa!" bela Sally seraya mengingatkan suaminya.
"Lihat hasil didikanmu ini! Dia berani membantah ucapanku, beda dengan Alana!" Ramond seketika sadar perbedaan kedua putrinya itu.
"Tapi Alexa bukan anak pembawa sial!" sergah Sally. "Dia bahkan disukai pria kaya seperti Kenzo. Sedangkan Alana hanya anak pembawa sial yang selalu menjadi beban di keluarga ini", imbuhnya.
Ramond merasa sedih jika diingatkan tentang putri dari mendiang istri pertamanya. Walaupun sudah 12 tahun berlalu, namun ingatan tentang sang istri tidak pernah lekang oleh waktu.
"Jangan coba mengalihkan pembicaraan! Papa sudah memutuskan bahwa pernikahan Alexa dengan Kenzo tidak akan pernah dibatalkan!" tegas Ramond.
"Tapi Pa -- "
Ramond menaikkan jari telunjuknya meminta Alexa berhenti bicara.
"Bukan kamu yang mengambil keputusan di sini. Tapi Papa!" tegas Ramond. Kemudian dia berjalan menuju sofa dan menjatuhkan bobot tubuhnya di sana.
Alexa merengek meminta sang Ibu membelanya. "Apa Mama tidak malu menceritakan menantu buta Mama pada semua orang khususnya teman sosialita Mama?"
Sally tampak berfikir sejenak. Dia pun tidak rela putri semata wayangnya harus hidup bersama pria buta. Bahkan dia tidak sanggup hanya untuk sekedar membayangkannya.
Sally berjalan mendekati sang suami, lalu duduk disampingnya. "Coba Papa pikirkan lagi, ya", bujuk Sally yang berusaha membuat Ramond melunak. "Apa Papa tidak kasihan melihat Alexa kita tinggal bersama suami yang buta? Bagaimana dia bisa menjalani hari-harinya bersama pria seperti itu?"
Ramond mulai jengah melihat sikap sang istri. "Apa Mama lupa siapa yang sudah menanamkan modal yang besar di perusahaan kita?" Ramond membuang nafas ke udara untuk mengurangi rasa sesak didadanya.
Sally mendelik. Ucapan suamiku ada benarnya juga, kalau semua dana di ambil oleh Kenzo, itu artinya perusahaan suamiku akan bangkrut dan kami jatuh miskin. Tidak... Tidak... Aku tidak mau hidup miskin lagi. Rutuknya di dalam batin. Lalu dia kembali menghampiri Alexa.
"Alexa sayang, turuti saja apa kata Papamu, Nak. Kamu tidak boleh membatalkan pernikahan ini", ucapnya dengan menggenggam kedua tangan putrinya.
"Tidak mau, Ma!" tolak Alexa seraya menghempas tangan Sally. "Alexa tidak akan menikah dengan Kenzo, walau Papa mengusir Alexa sekalipun!"
Ramond semakin tersulut emosi. Dia bangkit dari tempat duduknya dan menarik paksa tangan Alexa menuju ke lantai atas.
"Jangan kasar, Pa", bujuk Sally sembari mengikuti langkah sang suami.
"Papa lepaskan!" berontak Alexa.
Namun Ramond mengabaikan ucapan Alexa dan sang istri. Dia menyentak pintu kamar Alexa dan mendorong tubuh Alexa masuk ke dalam kamar, lalu dia menguncinya dari luar. "Jangan ada siapapun yang membiarkannya keluar dari kamar ini!" tegas Ramond seraya melirik ke arah sang istri.
Duk. Duk.
"Papa, buka pintunya! Alexa tidak mau menikah dengan pria buta!" teriak Alexa dari balik pintu seraya menggedor kuat pintu kamarnya. Namun Ramond acuh pada ucapan Alexa. Dia malah melangkahkan kakinya menjauhi pintu kamar Alexa.
Sally yang masih berdiri di depan pintu kamar Alexa seolah sedang memikirkan sesuatu di otak kecilnya.
"Kenapa masih berdiri di situ?" tanya Ramond saat berbalik badan.
Sally berlari kecil dan menghampiri sang suami. "Jangan suka marah-marah, sayang", ucap Sally lembut. "Lihat tuh kerutan di wajah! Sudah kayak punya banyak cicit saja!" canda Sally. Namun Ramond hanya membalas dengan tatapan tajam.
"Aku tidak akan mengampuni siapapun yang berani membiarkan Alexa keluar!" ancamnya.
"Siapa yang mau mengeluarkan Alexa. Mama cuma mau kasih saran saja, Pa. Bagaimana kalau kita menikahkan Alana dengan Kenzo?" usul Sally.
Ramod kembali menatap Sally seraya menautkan kedua alisnya. "Apa Mama lupa Kenzo itu orang seperti apa, ha?" tukas Ramond. "Dia pasti tidak akan memaafkan kita, karena telah menipunya dengan mengganti pengantin wanitanya", imbuhnya.
Sally tidak bisa melanjutkan ucapannya. Dia berjalan mengikuti langkah sang suami menuju kamar mereka masih dengan memikirkan cara untuk membatalkan pernikahan Alexa.
Alana masuk ke dalam ruang keluarga setelah semuanya ke luar dari dalam. Dia berjongkok dan membersihkan pecahan asbak dan kaleng roti milik perusahaan Ayah Alana yang berserakan di lantai.
Setelah dia selesai membersihkan lantai, dia pun kembali ke dapur untuk menyelesaikan cucian piring yang sempat tertunda.
Tidak butuh waktu yang lama Alana sudah menyelesaikan pekerjaannya. Dia berjalan menuju kamar sempit bekas ARTnya yang kini menjadi kamarnya. Alana merebahkan tubuhnya seraya menatap nanar langit-langit kamarnya. Ucapan Ayahnya yang begitu keras pada Alexa kembali terngiang dalam pikirannya. Walaupun dia tidak begitu menyukai saudara tirinya itu, namun dia juga tidak pernah membencinya.
"Kasihan Alexa", ucapnya seraya bangkit dari tempat tidur. Dia berjalan mondar-mandir dengan perasaan gelisah.
"Apa sebaiknya aku membantu Alexa? Tapi kalau ketahuan Papa bisa bahaya. Malah Papa akan semakin membenciku", ucapnya bermonolog.
Alana berjalan menuju pintu ke luar, namun langkahnya berhenti saat mengingat sesuatu. "Aku lupa!" ucapnya seraya menepuk jidat. "Aku kan tidak punya kunci", lanjutnya bermonolog. Lalu dia mencoba mencari kunci cadangannya, karena kamar yang ditempati Alexa adalah kamar Alana sebelumnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Fajar Ayu Kurniawati
.
2024-01-16
0
Sri Peni
awal cerita yg bagus
2024-01-15
1
Andi Fitri
krn buta menolak giliran nnt udh bahagia terus bisa melihat baru dtg dgn byk alasan dan jdi pelakor..
2023-11-02
2