Alana berjalan menjauhi pintu ruangan Kenzo dengan terburu-buru. Dia seakan tidak sabar untuk memberitahu sang Ayah bahwa Kenzo mengabulkan permintaannya.
"Malam, Nyonya", sapa Kokom saat Alana baru saja menuruni anak tangga.
"Malam, Bi", sahut Alana dengan melewati Bi Kokom.
"Nyonya..." panggilnya kembali.
"Ya, ada apa Bi?"
"Hem, saya mau menanyakan tentang makan malam. Apa Nyonya mau makan sekarang?"
"Belum, Bi. Sekitar 15 menit lagi saya ke ruang makan", jawab Alana. "Saya ke kamar dulu ya, Bi", lanjutnya seraya berjalan menuju kamarnya.
"Baik, Nyonya", sahut Kokom dengan ramah. Lalu dia berjalan menuju lantai atas dan meneruskan langkahnya menuju ruang kerja Kenzo.
...----...
Di kediaman Ramond, suasana rumah itu tampak sedikit mencekam. Raut wajah Ramond yang penuh emosi di tambah dengan wajah kusut Sally setelah mendapat teguran keras dari sang suami, membuat suasana rumah sedikit menegangkan.
Sementara Alexa mengambil tindakan dengan mengurung diri di dalam kamarnya. Dia tidak mau jadi sasaran amukan sang Ayah.
Ramond yang sedang duduk di sofa dengan nafas memburu, mengabaikan ponselnya yang sedari tadi berbunyi. "Siapa sih?" tanya Ramond berdecak kesal. Namun tangannya tetap tidak bisa diam. Diraihnya ponsel itu dari dalam saku celananya.
"Alana", ucapnya dengan mata berbinar. Dengan cepat jarinya menggeser tombol hijau di layar ponselnya.
"Halo, sayang", ucap Ramond yang membuat Alana terdiam beberapa saat. "Halo", ulang Ramond kala tidak mendengar Alana menyahut ucapannya.
"Halo, Pa", terdengar suara Alana yang sedikit bergetar dari seberang telepon.
"Kenapa, Nak? Apa kau sedang menangis?" Ramond mulai panik. Dia khawatir Alana akan menyampaikan kabar buruk padanya.
"Alana tidak menangis, Pa. Alana cuma merasa bahagia karena Tuan Kenzo menuruti permintaan Alana."
"Apa Papa tidak salah dengar?" tanya Ramond memastikan ucapan Alana.
"Tidak, Pa. Kemungkinan dalam beberapa hari ini Kenzo.akan mengembalikan dananya. Papa pasti sudah tahu bagaimana prosedurnya."
"Kau persis Mamamu", sahut Ramond dengan nada lirih. "Jika Papa ada masalah di perusahaan, Mamamu yang selalu membantu Papa." Ramond menghembuskan nafasnya hingga suaranya memenuhi telinga Alana.
Alana terdiam sejenak. Perasaannya kembali sedih kala mengingat Ibunya. "Papa lebih cinta pada Mama atau Bibi?" pertanyaan itu berhasil lolos dari mulut Alana.
Kali ini Ramond yang terdiam, karena Sally berada tepat disampingnya.
"Ternyata Papa tidak bisa menjawabnya. Sekarang Alana jadi tahu."
"Bukan seperti yang kau pikirkan, Nak", sahut Ramond. "Papa akan menjelaskan pertanyaan itu saat kita bertatap muka", lanjutnya.
"Tidak perlu dijelaskan lagi, Pa. Sudah dulu ya, Pa. Alana mau istirahat", balas Alana buru-buru.
"Baiklah, Nak. Sekali lagi Papa berterimakasih padamu."
"Jangan sungkan, Pa. Alana tetap putri Papa."
Lalu panggilan telepon pun berakhir.
Ramond mengusap kasar wajahnya. Dia seakan sadar bahwa selama ini telah menyakiti hati Alana yang kurang dia perhatikan sejak Ibunya Alana tiada.
"Bagaimana, Pa?" tanya Sally dengan tidak sabar
"Kenzo setuju", jawabnya seraya bangkit dari sofa dan berjalan tanpa melanjutkan ucapannya.
"Pa... Papa..." panggil Sally. Dia pun bangkit dari sofa dan mengikuti langkah sang suami.
Ramond mengabaikan sang istri yang terus mencecarnya dengan pertanyaan, karena dia masih marah pada istrinya itu.
...---...
Alana berjalan ke luar kamarnya. Lalu melangkah menuju ruang makan. Netranya terbelalak kala melihat Kenzo duduk seorang diri, tanpa ada satu orang pelayan pun di sana.
"Malam, Tuan", sapa Alana dengan ramah.
"Malam", sahut suara bariton Kenzo.
Lalu Alana menarik salah satu kursi dan menjatuhkan bobot tubuhnya di sana. Netranya menatap piring kosong Kenzo.
"Kau akan ikut perjalanan dinas bersamaku, jadi kita harus membiasakan diri makan bersama dan berbincang bersama, agar kolega bisnisku tidak ada yang curiga."
Alana menganggukkan kepalanya. "Baik, Tuan", jawab Alana.
"Satu lagi, jangan memanggilku dengan sebutan Tuan!"
Alana mengernyitkan keningnya seraya menatap Kenzo. "Maksud Tuan?" tanyanya bingung.
"Kau bisa memanggilku dengan sebutan suamiku atau yang lainnya yang menurutmu nyaman, tapi bukan dengan sebutan Tuan!"
Alana merasa khawatir lidahnya akan sulit untuk membiasakan diri memanggil Kenzo dengan sebutan yang berbeda hanya dalam satu hari.
"Hem, kalau begitu aku akan memanggil Tuan dengan sebutan suamiku."
Kenzo manggut-manggut. "Boleh", sahutnya. "Kalau begitu mulai malam ini istriku harus memanggilku dengan sebutan itu."
Alana merasakan ada yang aneh pada hatinya saat Kenzo menyebut kata istriku. Namun dia harus terbiasa menyebutkannya walau hanya untuk satu minggu. "Baik, suamiku", sahut Alana dengan canggung.
"Istriku, suamimu ini tidak suka makanan pedas. Jadi jangan sampai kau berikan suamimu ini makanan pedas."
"Baik suamiku", sahut Alana yang merasa geli dengan ucapannya sendiri.
"Oke, sekarang sajikan makanan untuk suamimu ini", pinta Kenzo yang ingin dilayani oleh Alana.
Dengan sigap Alana meraih piring kosong Kenzo dan mengisinya dengan nasi dan lauk pauk. "Ini suamiku, selamat makan", ucapnya dengan tersenyum.
Kenzo pun membalas dengan tersenyum. Dia seakan menyesal selama ini tidak pernah mau makan bersama Alana. Sikap dan tutur kata Alana membuat Kenzo merasakan adanya kehangatan sebuah keluarga yang diberikan oleh Alana.
Gerak gerik dan senyuman Alana sangat berbeda bila dibandingkan dengan Alexa. Sebenarnya dia mencintai Alexa, hanya karena dia mengira Alexa adalah gadis kecil yang dia cari selama ini. Tapi dari hasil penyelidikan Roni, Alexa bukanlah gadis kecil itu melainkan Alana.
Meskipun belum terbukti sepenuhnya, namun saat Kenzo berada dekat dengan Alana, dia seolah merasakan kembali kehangatan seperti waktu 12 tahun yang lalu, makanya dia yakin bahwa Alana adalah gadis kecil itu.
"Ayo, di makan suamiku", ucap Alana kala melihat makanan di piring Kenzo seakan tidak tersentuh.
"Oke", jawab Kenzo seraya menyuapi mulutnya.
Andai saja hubungan suami istri ini bertahan selamanya, seperti pasangan lainnya. Maka aku akan memberikan perhatian sepenuhnya pada suamiku ini. Ucap Alana di dalam batinnya. Dia tersenyum menatap wajah tampan Kenzo yang sedang menikmati suapan demi suapan makanan dipiringnya.
"Kenapa istriku menatap seperti itu?"
Alana merasa grogi saat tertangkap basah sedang memperhatikan Kenzo. "Hem, bukan apa-apa", jawab Alana tersipu malu.
Bisa-bisanya aku ketahuan sedang memandangi suamiku. Entah apa yang akan dipikirkannya tentangku saat ini? Batin Alana. Dia khawatir Kenzo akan berfikir bahwa Alana sedang menarik perhatiannya.
"Aku minta makanan penutup", ucap Kenzo saat makanan di dalam piringnya masih menyisakan setengah.
"Habiskan dulu makanannya suamiku. Mubazir itu dosa", kata Alana dengan lembut.
Kenzo mengusap perutnya yang kemungkinan sixpack, karena Kenzo termasuk pria yang gemar berolahraga. "Aku sudah kenyang", jawab Kenzo.
"Oke, berarti lain kali istrimu ini akan memberikan porsi sedikit saat suamiku hendak makan", imbuh Alana dengan tersenyum.
Kenzo mengangguk sebagai jawaban. "Berikan makanan penutupnya!" pinta Kenzo.
Alana meraih puding di atas meja, lalu dia memberikannya pada Kenzo. "Silakan suamiku", ucap Alana.
Baru saja Kenzo menerima puding pemberian Alana, ponselnya tiba-tiba berbunyi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Wiwin Winarni
👻👻👻👻👻
2024-07-21
0
Enung Samsiah
jdi ikutan geli bacanya, wkwkwk
2023-12-03
1
FT. Zira
aku yg baca aja jadi ketawa lho😅
2023-10-09
1