Pagi yang sangat cerah, namun tidak secerah hati Ramond. Sebuah info dari Manager Keuangan diperusahaannya membuat Ramond hampir jatuh tergeletak.
"Pak Ramond!" teriak salah seorang karyawan pria di bagian keuangan. Tangannya dengan sigap menangkap tubuh lunglai Ramond. "Ayo, duduk dulu Pak", ajaknya seraya menuntun Ramond duduk di kursi.
"Tolong ambilkan air minum!" pinta sang Manager pada karyawannya itu.
Dengan langkah cepat karyawan itu pergi menuju pantry dan membawakan segelas air. "Ini Bu", ucapnya.
Sang Manager meraih gelas dari tangan pria itu. "Ayo, di minum dulu Pak", tawarnya dengan mengarahkan bibir gelas mendekati bibir sang atasan.
Ramond meraih gelas dari tangan sang Manager dan ingin melakukannya sendiri. "Terimakasih, biar saya sendiri", katanya dengan menghela nafas panjang.
Setelah sedikit tenang Ramond menghubungi seseorang yang telah menjadi menantunya itu. Namun panggilan telepon darinya berkali-kali di reject. Dengan perasaan kesal dia hampir saja melempar ponsel ditangannya, jika ponselnya tidak tiba-tiba berbunyi.
Netra Ramond memerah kala membaca nama yang tertera di layar ponselnya. "Kenzo..." kata yang keluar dari mulut Ramond saat baru saja menggeser tombol hijau itu.
"Hubungan kita saat ini memang antara Mertua dan menantu, tapi jangan lupa semuanya itu terjadi karena keluargamu yang suka menipu!" tegas Kenzo dari seberang telepon. "Sekarang kita dalam hubungan rekan bisnis. Jadi jangan hanya memanggil namaku saja!"
Ramond mengepalkan tangannya saat merasa terhina dengan ucapan Kenzo. "Baiklah, Tuan Kenzo. Apa yang ingin Tuan katakan", sahutnya dengan menahan emosi.
"Anda pasti sudah tahu apa yang terjadi pada saham perusahaan anda!" jawab Kenzo.
"Ya, Tuan. Kenapa Tuan melakukan ini?"
Kenzo berdecih. "Anda masih bertanya kenapa? Atau Anda sedang berpura-pura tidak tahu?"
Pertanyaan menohok Kenzo membuat Ramond semakin kesal. "Saya benar-benar tidak tahu Tuan. Tolong katakan, apa kesalahan yang telah saya perbuat?"
"Periksa laporan keuangan yang di kirim asisten saya!" jawab Kenzo tegas. "Selebihnya anda akan tahu alasannya!"
Kenzo menutup sambungan telepon sebelum Ramond menyahut.
"Jika saja aku tidak membutuhkan dana darinya, maka tidak akan kubiarkan salah satu putriku berhubungan dengannya", gumam Ramond. Lalu dia meminta sekretarisnya membuka email dari Kenzo.
...---...
Di kampus.
Alexa yang biasanya pandai dalam menyebar gosip, kini menjadi bahan gosip di kampus. Berita tentang perusahaan Ayahnya yang hampir saja bangkrut, menyebar dengan begitu cepat.
Alexa langsung menghubungi Kenzo. Dia tahu hanya Kenzo yang dapat mengembalikan nama baik perusahaan Ayahnya.
Nomor yang anda tuju sedang sibuk. Terdengar suara operator yang menyahut. Alexa berdecak kesal sembari mengulangi kembali panggilan telepon itu. Tanpa menunggu lama operator kembali menyahut.
"Kenapa Kenzo sibuk terus?" gumamnya dengan rasa kesal. Lalu dia memutuskan untuk pergi ke kantor Kenzo, dan meninggalkan kuliahnya hari ini.
...---...
Di tempat berbeda yakni di dalam kamar Alana. Dia sedang mencoba menghubungi Ayahnya untuk memastikan kabar.yang dia tonton melalui media masa. Namun panggilan telepon darinya seakan diabaikan oleh Ayahnya.
Alana berjalan dengan gelisah, seraya memikirkan apa yang akan dia lakukan.
Tok. Tok.
Suara ketukan pintu mengusik perhatian Alana. Dia bergegas untuk membukakan pintu tanpa bertanya lebih dulu.
"Ya, ada apa Bi?" tanya Alana, kala pintunya sudah terbuka lebar.
"Ada yang mencari Nyonya di depan", ucap Kokom dengan sopan.
"Siapa, Bi?"
"Katanya orang tua Nyonya", jawab Kokom.
"Papa!" ucap Alana. Lalu dia menutup rapat pintu kamarnya dan bejalan dengan langkah cepat menuju ruang tamu. Netranya menatap sang Ayah yang sedang berdiri dengan gelisah.
"Papa...!" seru Alana.
Ramond membalikkan badannya dan menatap wajah cantik putrinya. Bayangan wajah sang istri seakan tampak di wajah putrinya itu.
"Ada apa Papa kemari?" tanya Alana dengan nada pelan. Karena ini adalah untuk pertama kali sang Ayah datang mencarinya. Selama Alana tinggal bersama Ayahnya itu, tidak pernah sekalipun sang Ayah menanyakan kabarnya atau sekedar menanyakan kuliahnya.
"Maafkan Papa, jika selama ini Papa tidak pernah berbincang denganmu", katanya dengan rasa penyesalan. "Papa tahu kamu pasti marah dan tidak terima dengan sikap Papa selama ini."
Alana tidak membuka suaranya. Perasaannya sedikit kacau saat Ayahnya meminta maaf padanya, hingga tanpa terasa bulir kristal itu jatuh dengan bebas.
"Papa tidak pernah menganggapmu sebagai anak pembawa sial", sambung Ramond. "Ibu tirimu yang telah menghubung-hubungkan kematian Mamamu dengan kamu, Nak. Dia mengatakan kalau kamulah penyebab Mamamu tiada."
"Papa seorang pemimpin di keluarga! Kenapa tidak punya jalan pikiran sendiri!" ucap Alana dengan nafas yang memburu. Sudah lama dia ingin mengatakan hal itu pada Ayahnya, namun baru hari ini dia bisa mengatakannya.
Ramond menghela nafas panjang. "Maafkan Papa kalau selama ini lebih mementingkan bisnis dari pada kalian putri-putri Papa." Ramond duduk di sofa sebelum meminta izin.
Alana pun duduk di sofa, namun ada jarak yang cukup jauh antara dirinya dan sang Ayah.
"Katakan tujuan Papa sebenarnya!" tukas Alana. Dia tahu kedatangan sang Ayah pasti ada kaitan dengan masalah perusahaan.
"Kau pasti sudah mendengar apa yang terjadi pada perusahaan kita", ucap Ramond dengan nada lirih. "Saat ini Papa hanya bisa meminta tolong padamu, Nak. Bujuk Kenzo, agar dia tidak mencabut semua dananya", lanjutnya memohon.
Alana merasa iba melihat wajah frustasi sang Ayah. Dia pun mendekati Ayahnya yang duduk dengan wajah sendu.
"Alana tahu saat ini Papa sedang bingung untuk menyelesaikan masalah perusahaan. Tapi Alana tidak yakin untuk melakukan sesuai permintaan Papa. Siapa Alana bagi Tuan Kenzo?"
"Kamu coba dulu, Nak. Papa yakin pernikahan kalian selama 2 bulan ini setidaknya punya arti bagi Kenzo."
Alana menatap Ramond sembari tersenyum tipis. "Jika Tuan Kenzo menganggap pernikahan kami ini sungguhan, maka hidupku pastilah yang paling beruntung. Tapi yang terjadi adalah sebaliknya, Pa."
Ramond terdiam sesaat. Jika Alana tidak bisa, apalagi Alexa. Kenzo marah karena Alexa yang tidak jadi menikah dengannya. Batin Ramond. Dia tidak mempercayai ucapan Alexa sebelumnya.
"Tapi akan Alana usahakan, asalkan Papa tidak menganggap Alana sebagai anak pembawa sial."
"Papa janji. Tidak akan ada yang mengatakan itu lagi padamu", sahut Ramond dengan tegas.
"Baik, Pa." Alana sedikit lega mendengar ucapan sang Ayah. Akhirnya dia lepas dari sebutan yang membuatnya sedih selama ini.
"Kalau begitu Papa kembali ke kantor. Banyak hal yang harus Papa selidiki di kantor, karena Kenzo menemukan angka yang mencurigakan pada laporan keuangan perusahaan", imbuhnya seraya bangkit dari sofa.
"Oke, Pa. Hati-hati di jalan", ucap Alana saat berjalan mengantar sang Ayah menuju pintu keluar.
Sepeninggal sang Ayah, Alana terus memikirkan ucapan Ayahnya itu mengenai laporan keuangan. Dia menaruh curiga pada seseorang, namun tidak ingin berasumsi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
FT. Zira
pas ada maunya doang
2023-10-05
1
ZasNov
Semoga Alana bisa membuktikan kecurigaannya, dan menyelamatkan perusahaan Papanya..
Agar keadaannya bersama Kenzo juga Papanya bisa membaik..
2023-08-29
0
Elisabeth Ratna Susanti
keren 😍
2023-07-26
0