Di dalam sebuah kamar hotel, Steve yang penuh emosi, melempar asal ponsel miliknya, setelah memutuskan sambungan telepon.
"Dia pikir bisa lari begitu saja!" kesal Steve pada kekasihnya itu. Lebih tepatnya salah satu dari kekasihnya, karena satunya lagi sedang berbaring tepat disampingnya.
"Jangan marah-marah, sayang", ucap wanita yang sedari tadi berada dalam kungkungannya.
"Hanya kau seorang yang mengerti aku, sayang!" ucap Steve lembut seraya mengecup singkat bibir kekasihnya itu. Lalu mereka kembali saling memadu kasih.
...---...
Sementara di dalam kamar Alexa. Tampak Alexa yang sedang sibuk mengganti nomor ponselnya. Dia tidak ingin berhubungan kembali dengan pria yang menurutnya tidak bisa mengimbangi harta kekayaan Kenzo.
"Akhirnya aku akan menjadi Nyonya Kenzo!" Alexa membayangkan dirinya memiliki kekuasaan tanpa batas dan hidup dengan bergelimang harta.
Drrt. Drrt.
Tiba-tiba ponsel Alexa bergetar, namun Alexa ragu umtuk menjawabnya. "Kenapa sudah ada yang menghubungiku? Ini kan masih nomor baru", gumamnya. Dengan gugup dia meraih ponsel yang ada di atas nakas. "Steve", ucapnya saat melihat nama kontak diponselnya.
Walaupun dia tidak suka berbicara dengan pria yang pernah menjadi kekasihnya itu. Dia tetap menjawab panggilan telepon darinya.
"Hallo, sayang", ucap suara pria dari seberang telepon.
Alexa diam, tanpa ingin membalas ucapan dari kekasihnya itu.
"Sayang, kok diam sih? Apa suamimu sedang di rumah?" tanya pria itu yang membuat Alexa mendelik.
"Ada hubungan apa kau dengan Ibuku?" tanyanya dengan nada emosi. Dia tidak menyangka kalau Ibunya bermain api dengan kekasihnya sendiri.
"Maaf salah sambung", sahut pria itu sembari memutus sambungan telepon.
Alexa menghubungi kembali pria itu, dan ingin memastikan siapa dia sebenarnya. Panggilan telepon darinya tidak terhubung. Alexa yang sudah emosi, buru-buru mengganti kembali nomor ponselnya. Dia ingin mencocokkan nomor itu dengan nomor ponsel Steve.
Tok. Tok.
Alexa mengabaikan suara ketukan pintu. Dia masih berkutat dengan ponselnya itu. Nomor yang sebelumnya dia tukar, kini dia pakai kembali.
"Siapa, sih?" kesal Alexa seraya berjalan menuju pintu.
"Mama!" ucapnya saat pintu baru saja terbuka sebagian. "Kebetulan sekali Mama datang." Alexa menarik tangan sang Ibu, lalu menutup rapat pintu kamarnya.
"Ada apa? Kenapa kau menarik tangan Mama?" Sally sedikit kesakitan saat tangannya di tarik paksa oleh Alexa.
"Mama katakan dengan jujur! Siapa Steve bagi Mama?" tanya Alexa dengan wajah serius.
"Apa maksudmu? Steve siapa?"
"Mama jangan bohong! Akui saja siapa Steve bagi Mama? Alexa janji tidak akan memberitahu hal ini pada Papa."
"Omonganmu semakin ngawur! Apa kau sedang mengalami mimpi buruk?"
"Mama jangan berkhilah lagi! Ini Alexa terima dari Mama. Di dalamnya ada kontak Steve."
Sally menerima kartu berukuran mini itu dari tangan Alexa. "Iya ini Mama yang berikan. Tapi apa hubungannya dengan Steve?"
Alexa menceritakan apa yang baru saja terjadi. Sally mendengarkan sembari menganggukkan kepalanya. "Bukankah kau akan kembali pada Kenzo. Kenapa masih memikirkan Steve", sahut Sally yang mencoba mengalihkan perhatian Alexa, agar tidak lagi memikirkan kartu itu.
"Mama benar. Terserah Steve dekat dengan wanita manapun asal tidak sama Mama!" tegas Alexa.
"Kamu benar, Nak", balas Sally dengan sedikit canggung. Entah apa yang sedang dia pikirkan saat ini. Yang pasti Alexa mulai curiga dengan Ibunya itu.
...---...
Malam semakin larut, namun Kenzo dan Roni masih berkutat dengan lembaran kertas dan laptop dihadapan Kenzo.
"Ketemu!" seru Kenzo kala netranya fokus pada satu angka fantastis yang tidak jelas alokasinya.
Roni menelisik sumber angka yang di tunjuk oleh Kenzo. Lalu dia menganggukkan kepalanya saat menemukan kecocokan data. "Kalau begitu biar saya yang rekap, Tuan", pinta Roni.
"Oke, tapi jangan terlalu dipaksakan! Besok kita masih ada meeting dengan investor asing", ucap Kenzo seraya bangkit dari posisinya. "Saya mau istirahat dulu." Kenzo melangkah menuju pintu keluar, meninggalkan Roni di ruang kerjanya.
Saat Kenzo sudah berada di luar ruangan, dia pun berjalan menuju kamarnya tanpa tongkat yang biasa dia pakai saat berjalan seorang diri. Alana yang sedang berjalan menuju pantry, melihat hal itu.
"Tuan Kenzo sudah berani menunjukkan kalau dia tidak buta", gumam Alana. Lalu dia membalikkan badannya dan berjalan untuk mengambil gelas.
Sementara Kenzo yang baru tersadar dengan apa yang dia perbuat, kini dia berjalan seolah dia tidak bisa melihat.
...---...
Mentari pagi bersinar lagi di ufuk Timur jendela kamar Alana. Dengan mengerjap Alana mencoba membuka lebar matanya.
"Pagi ini aku tidak perlu ke kampus", ucap suara paraunya seraya bangkit dari atas tempat tidur. Lalu dia bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Hanya dalam waktu 15 menit dia menyelesaikan ritual mandinya. Seperti pagi sebelumnya Alana memakai pakaian santai saat akan pergi ke meja makan.
Langkah Alana terhenti kala melihat sosok yang dia kenal sedang berada di meja makan. "Kenapa Tuan Kenzo ada di sana? Bukankah setiap pagi dia minta sarapannya di bawa ke dalam kamar", ucapnya bergumam. Dia seakan enggan untuk melangkah.
"Pagi, Nyonya", sapa Kokom yang datang dari arah belakang Alana.
Alana berjingkat. "Ah, Bibi ngagetin aja." Dia yang dibuat kaget oleh Kokom, harus mengelus dada menetralkan jantungnya.
"Kenapa Nyonya berdiri di sini?" tanya Kokom. Kenzo mendengar ucapan Kokom. Dia meminta Alana ikut makan bersama dengannya.
Awalnya Alana ragu, namun setelah berfikir, dia pun memutuskan ikut makan bersama Kenzo. Dia menarik salah satu kursi yang kosong, lalu duduk.
"Pagi Tuan" sapa Alana. Netranya menelisik kala Kenzo menyuapi mulutnya. Kenapa dia pura-pura buta? Apakah dia ingin membalas dendam pada seseorang? Batin Alana bertanya-tanya.
"Pagi!" jawab Kenzo singkat dengan jeda waktu yang cukup lama.
Alana masih terus memperhatikan setiap gerak Kenzo. Dia menunggu pria itu tidak sengaja untuk membongkar kebohongannya. Namun saat Alana sudah mengisi piringnya dengan roti bakar, Kenzo masih saja bersikap layaknya seseorang yang tidak dapat melihat
"Apa kau ingin mengatakan sesuatu?" Terdengar suara bariton Kenzo memecah kebisuan di antara mereka.
"Tidak ada Tuan. Aku hanya memperhatikan, barangkali Tuan akan membutuhkan sesuatu nantinya."
"Aku tidak butuh apapun. Pelayan di rumah ini sudah membantuku sedari tadi", jawab Kenzo. Lalu dia bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menggunakan tongkatnya menuju ke lantai atas. Namun Roni yang tiba-tiba datang, ikut berpura-pura menuntun Kenzo.
Alana hanya bisa menatap punggung Kenzo yang semakin menjauh dan menyisakan bayangannya. Dia menikmati sarapan paginya yang mulai dingin dengan sedikit kesal.
"Dia pernah memujiku di kampus, saat menjadi nara sumber, tapi entah kenapa sikapnya berbeda saat kami berada di rumah, dia bersikap seolah tidak mengenalku", gumam Alana. Dengan susah payah Alana menelan roti yang sudah dia kunyah. Lalu meneguk segelas air, hanya untuk meredam rasa kesalnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Meriana Erna
knp cerita Alana & Kenzo TK ad kemajuan y KK?
knp kesan ny diem di tempat
2024-01-16
2
FT. Zira
telatt🤣🤣
2023-10-03
0
FT. Zira
🤣 salah smbung? udah ketahuan msih ngeles?🤦♀️
2023-10-03
0