Menjadi Pengantin Dokter Lumpuh
Seorang lelaki muda tengah duduk di atas kursi roda, sembari menatap langit cerah di atasnya. Dia sedang berada di balkon kamar, ditemani oleh semilir angin. Andri Ismoyo adalah nama yang diberikan oleh kedua orang tuanya.
Sudah dua bulan Andri bergantung pada kursi roda agar bisa berpindah tempat. Kondisinya ini membuat mental lelaki itu jatuh. Dia mendadak berubah menjadi lebih temperamen.
Lamunan Andri berhenti ketika mendengar ketukan pintu. Tak lama kemudian, seorang asisten rumah tangga masuk ke kamar dengan membawa makanan di atas nampan.
"Permisi, Mas Andri. Ini makan siangnya." Sumi tersenyum sekilas, kemudian memindahkan semua makanan ke atas meja yang ada di dekat balkon.
Andri tidak menjawab. Bahkan lelaki itu tetap cuek dan terus menatap langit luas di atasnya. Sumi menelan ludah kasar kemudian berpamitan.
Setelah terdengar pintu tertutup, Andri baru balik kanan. Dia langsung memutar rodanya menggunakan tuas yang tersedia. Lelaki itu berhenti tepat di depan meja dan langsung menatap nanar makanan yang terhidang di atasnya.
"Mereka pasti sedang makan bersama di bawah." Andri tersenyum getir ketika mengingat kedua orang tuanya yang pasti sedang menikmati makan siang bersama di meja makan.
Sebenarnya Andri berulang kali diminta untuk makan bersama. Namun, dia selalu menolaknya. Sekarang Andri lebih suka menyendiri dan menghabiskan waktu dengan berdiam diri di kamarnya.
Lelaki itu tiba-tiba berteriak frustrasi. Dia menyapu semua makanan yang ada di atas meja menggunakan lengannya. Andri terus berteriak untuk meluapkan kekesalannya akan takdir Tuhan yang dia anggap tidak adil.
Di sisi lain, seorang perempuan berusia 25 tahun sedang bersantai di depan televisi sambil menikmati salad buah buatan sang ibu. Dia adalah Yuan Siwi, salah satu perawat senior yang bekerja di Rumah Sakit Sumber Waras.
"Nduk, bisa bicara sebentar?" Siswoyo berjalan pelan ke arah sang putri yang masih sibuk memasukkan potongan buah ke dalam mulut.
"Ada apa, Pak? Kelihatannya serius sekali?" Yuan bergegas meletakkan mangkok ke atas meja.
Yuan mengusap bibirnya menggunakan tisu, lalu memutar tubuh sehingga kini berhadapan dengan sang ayah. Siswoyo menggenggam jemari lembut putri keduanya itu.
Yuan yang awalnya tersenyum, kini mulai mengulum kembali senyumannya. Dia paham betul kalau sang ayah akan mengucapkan sesuatu yang sangat serius. Yuan pun kembali bertanya mengenai apa yang hendak Siswoyo sampaikan.
Lelaki berumur 60 tahun itu tampak menghela napas panjang. Dia mendekatkan tubuh kepada anak gadisnya itu, lalu mengusap puncak kepala Yuan penuh cinta.
"Yuan, selama ini Bapak 'kan nggak pernah meminta hal aneh-aneh sama kamu ...." Ucapan Siswoyo menggantung di udara dan tatapannya menerawang ke langit-langit rumah.
Perasaan Yuan kali ini benar-benar tidak enak. Dia merasa ada hal buruk yang sepertinya akan disampaikan oleh sang ayah. Yuan menelan ludah kasar dan berusaha menarik ujung bibirnya ke atas meski terasa kaku.
"Memangnya ada apa, Pak?"
"Bapak terikat janji dengan sahabat karibku. Kamu tahu Pak Ismoyo, 'kan?"
Yuan langsung mengangguk cepat. Bagaimana dia tidak mengenal nama itu? Dia merupakan pemilik rumah sakit tempat dirinya sekarang bekerja.
"Memangnya ada apa dengan beliau, Pak?"
"Kamu akan menikah dengan salah satu putra beliau! Kamu tidak bisa menolak, karena ini merupakan salah satu perjanjian yang terucap di masa lalu." Siswoyo berusaha menyampaikan semuanya setenang mungkin.
Lain halnya dengan Siswoyo yang tampak tenang, kini hati Yuan sangat terguncang. Dia langsung terdiam karena tidak bisa berkata-kata lagi. Perempuan itu mulai mengumpulkan keberanian untuk mempertanyakan mengenai perjodohan tersebut.
"Kenapa harus aku, Pak? Bukannya ada Mbak Nesha? Bukankah seharusnya anak pertama yang menikah lebih dulu? Kenapa malah aku yang dinikahkan untuk memenuhi perjodohan itu?" Suara Yuan sedikit bergetar ketika mengucapkan semua pertanyaan tersebut
Siswoyo pun mengusap wajah secara kasar. Dia tahu betul sifat putri keduanya itu. Yuan merupakan gadis penurut jika dibandingkan dengan Nesha, putri pertamanya yang egois. Namun, dalam keadaan tertentu Yuan akan langsung berubah menjadi pemberontak seperti sekarang.
"Mbakmu sudah punya pacar, Yuan. Nggak mungkin Bapak ...." Ucapan Siswoyo berhenti karena Yuan kembali melayangkan protes.
"Aku juga punya pacar, loh, Pak! Kenapa harus aku?" protes Yuan.
Mata Yuan mulai berkaca-kaca. Dadanya terasa begitu sesak karena merasa sang ayah sudah bersikap tidak adil kepadanya. Sejak kecil, Yuan merasa harus menjadi pihak yang mengalah.
Kedua orang tuanya selalu memprioritaskan Nesha daripada Yuan. Meski pada akhirnya apa yang menjadi kebutuhan atau keinginannya juga dipenuhi, tetap saja hal itu membuat Yuan kesal. Dia merasa selalu dinomorduakan.
"Hah, giliran yang enak-enak Mbak Nesha yang didahulukan! Giliran nggak enaknya, aku yang suruh nanggung! Bapak sama ibu memang nggak pernah bersikap adil sama Yuan!" Yuan beranjak dari kursi kemudian meraih kunci motor yang tergeletak di atas meja.
"Yuan, kamu mau ke mana?" tanya Siswoyo setengah berteriak.
"Bapak nggak usah pedulikan Yuan!"
Perempuan itu terus berjalan cepat ke arah pintu. Dia membuka pintu, lalu membantingnya kasar. Yuan langsung menyalakan motor dan mengendarainya menuju rumah Burhan.
Air mata tidak mau berhenti mengalir membasahi pipi Yuan. Dia terus menangis sepanjang perjalanan menuju rumah Burhan. Setelah berkendara hampir 30 menit, akhirnya dia sampai di rumah sang kekasih.
Rumah berdesain mini malis itu tampak lengang. Namun, mobil Burhan terparkir rapi di halaman, menandakan sang pemilik sedang ada di rumah. Posisi pintu utama pun tidak terkunci, sehingga Yuan tidak perlu bersusah payah menekan bel.
"Mas Burhan," panggil Yuan untuk memastikan bahwa sang kekasih benar-benar ada di rumah.
Yuan terus melangkah masuk karena tidak mendapatkan jawaban dari Burhan. Mata perempuan itu kini tertuju pada pintu kamar atas yang sedikit terbuka. Dia yakin kalau sang kekasih pasti ada di sana.
Ruangan itu merupakan ruang kerja Burhan ketika sedang tidak berada di klinik hewan. Yuan pun perlahan menaiki anak tangga. Langkahnya berhenti tepat di depan pintu kamar.
Yuan meraih tuas pintu, lalu mendorongnya perlahan. Ketika pintu terbuka lebar, alangkah terkejutnya dia karena mendapati Burhan sedang bercumbu dengan seorang perempuan.
"Burhan!" teriak Yuan sehingga perempuan yang ada di depan sang kekasih menoleh.
Yuan kembali terkejut, saat mengetahui bahwa perempuan itu merupakan orang yang dia kenal. Dia adalah Riana, Manajer Personalia Rumah Sakit Sumber Waras.
"Aduh, kita ketahuan, Sayang!" seru Riana tanpa rasa malu sedikit pun.
Perempuan itu turun dari pangkuan Burhan, kemudian mendekati Yuan. Dia melipat lengan di depan dada seraya tersenyum miring.
"Bagaimana kejutannya? Menarik bukan?"
"Aku tidak butuh bicara dengan Anda, Bu Riana! Oh ya, rapikan dulu penampilan Anda!" Yuan menatap pakaian dalam Riana yang terlihat kacau karena kemeja yang berantakan.
Yuan berjalan melewati Riana dan sengaja menabrakkan bahunya dengan lengan perempuan itu. Dia berhenti tepat di depan Burhan. Yuan menatap tajam sang kekasih dengan rahang mengeras.
Yuan mengangkat tangan, lalu mendaratkannya ke atas pipi Burhan. Wajah lelaki itu sampai berpaling karena kerasnya pukulan yang diberikan oleh sang kekasih.
"Dasar brengsek! Aku mencurahkan seluruh perasaanku kepadamu! Tapi apa ini?"
Burhan tersenyum miring kemudian mengusap pipinya yang terasa panas. Dia perlahan menatap Yuan sambil menggerakkan tangan, berusaha membelai rambut panjang sang kekasih.
"Jangan pernah menyentuhku dengan tangan kotormu itu! Aku jijik!" Yuan menepis kasar lengan Burhan.
"Aku benar-benar merasa beruntung karena belum pernah disentuh sembarangan oleh tanganmu itu!" Yuan tersenyum miring sembari melipat lengan di depan dada.
"Dan aku juga merasa beruntung karena bisa merasakan surga duniawi berkat Riana."
Burhan menatap Riana, dan perempuan itu pun langsung menghampiri Burhan. Yuan tersenyum miring melihat kelakuan pasangan kekasih tersebut. Bukannya marah atau sedih, justru perempuan itu tertawa terbahak-bahak.
"Memang sudah sepantasnya sampah itu berjodoh dengan tong sampah. Sepertinya aku memang harus menjauh agar tidak terjangkit bakteri yang menempel pada kalian!" Yuan tersenyum miring kemudian balik kanan.
Perempuan itu langsung keluar dari ruang kerja Burhan. Dia menuruni anak tangga sambil menahan air mata. Meski terlihat tegar, sebenarnya hati Yuan sangat rapuh.
Perempuan itu berhenti ketika sudah berada di dekat motor. Dia berjongkok dan menenggelamkan wajah ke dalam telapak tangan. Tangisnya pecah seketika.
Isak tangis pun keluar dari bibir Yuan. Dia menumpahkan semua kesedihannya detik itu juga sambil memeluk dirinya sendiri. Kesedihan Yuan bertambah ketika menerima panggilan dari seseorang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
funny hamster
haiiii kak
2023-12-12
2
Bundanya Pandu Pharamadina
favorit
❤🙏
2023-10-16
1
Andi Fitri
mampir menyimak tpi menarik lanjut lah..
2023-09-29
0