Bab 20. Hati yang Terbuka

"Ambulans sudah siap, Pak!" ujar Mudi.

"Kalau begitu ayo bantu saya bawa Andri ke mobil!" perintah Anton.

Anton dan Mudi pun bergegas mengangkat tubuh lelaki tersebut. Mereka memindahkan Andri ke dalam mobil ambulans. Yuan ikut masuk ke ambulans dan duduk di samping sang suami.

Air mata Yuan terus meleleh membasahi pipi. Isak tangisnya pecah karena banyak pikiran buruk yang hinggap di kepala. Kondisi Andri sebelumnya baik-baik saja.

Namun, entah kenapa suami keras kepala dan dinginnya itu kini justru tampak lemas hari ini? Seharusnya Andri tidak pingsan jika hanya terbentur meja. Yuan yakin ada sesuatu yang salah pada sang suami.

"Mas, kamu kenapa?" tanya Yuan dengan suara lirih di antara isak tangis.

Mobil Ambulans terus melaju kencang membelah jalanan kota yang mulai padat. Sementara itu, Anton mengikuti ambulans tersebut dengan cepat. Di dalam mobil, Drini pun sudah menangis tersedu-sedu di dalam pelukan Riana yang tampak meneteskan air mata.

"Bu, tenang, ya? Riana yakin Mas Andri baik-baik saja!" seru Riana sembari mengusap punggung sang ibu.

"Ibu merasa ada sesuatu yang aneh, Ri. Nggak biasanya masmu begini!"

"Kita doakan yang terbaik buat Mas Andri, yuk, Bu."

Drini pun terus mengucapkan doa-doa terbaiknya dalam hati. Dia berharap anak keduanya itu tidak memiliki indikasi kesehatan yang buruk. Keterbatasan gerak yang dialami Andri memiliki risiko komplikasi penyakit lain.

Drini tidak mau hal buruk itu terjadi pada Andri. Sebisa mungkin Drini membujuk sang putra untuk menjalani terapi. Selain untuk memperlambat efek dari Polio, dengan latihan fisik Andri akan bisa sedikit lebih bugar.

Akan tetapi, putra kesayangan Drini tersebut terus menolak untuk melakukan beberapa terapi yang disarankan oleh dokter. Andri terus menutup diri dengan dunia luar. Dia tidak mau keluar dari rumah sejak mengalami kelumpuhan.

"Pak," panggil seorang dokter kepada Anton.

Anton pun bergegas mendekati sang dokter. Lelaki tersebut mendengarkan penjelasan dengan saksama. Raut wajah Anton terlihat cemas.

"Baiklah, saya akan berusaha mencari pendonor."

Sang dokter mengangguk penuh hormat, kemudian meninggalkan Anton. Setelah dokter tersebut pergi, Drini langsung mendekati sang suami. Anton mengusap wajah kasar ketika hendak menjawab pertanyaan sang istri.

"Kita butuh pendonor untuk Andri. Dia mengalami kekurangan sel darah merah yang cukup banyak."

"Anemia? Bagaimana bisa? Dia sudah cukup mendapatkan nutrisi untuk tubuhnya!" seru Drini.

"Hasil laboratorium menyatakan hemoglobinnya hanya 7 gram per desiliter. Supaya cepat pulih, dia harus segera melakukan donor darah," jelas Anton.

Yuan yang mendengarkan penjelasan dari sang ayah mertua pun segera mendekat. Dia menatap penuh tanya ke arah Anton dan Drini secara bergantian.

"Golongan darah Mas Andri apa, Pak?" tanya Yuan.

"O positif."

"Aku mau mendonorkan darahku jika memungkinkan!" seru Yuan tanpa ragu sedikit pun.

Anton dan Drini pun saling bertatapan. Sorot mata keduanya seakan sedang berkomunikasi satu sama lain menggunakan telepati. Tak lama berselang, tiba-tiba Drini memeluk tubuh sang menantu.

Setelah memeluk Yuan selama beberapa detik, Drini melepaskan pelukan kemudian merangkum wajah sang menantu. Dia tersenyum lembut dengan mata berkaca-kaca. Yuan pun mengerutkan dahi karena tidak mengerti kenapa ibu mertuanya bersikap demikian.

"Kenapa ibu sedih?" tanya Yuan polos, seraya mengusap butir bening yang keluar dari mata Drini.

"Ibu bukan bersedih, Yuan. Ibu sangat terharu. Kamu benar-benar malaikat yang diturunkan oleh Tuhan ke dalam keluarga kami! Bagaimana bisa kamu tetap bersikap sebaik ini sementara Andri terus menyakitimu?" Suara Drini bergetar ketika mengucapkan rangkaian kalimat itu.

"Ibu ini ngomong apa? Yuan ikhlas, dan ini merupakan kewajiban Yuan sebagai seorang istri. Yuan harus membantu Mas Andri dalam keadaan susah." Yuan tersenyum lembut.

Hati Drini dan Anton benar-benar tersentuh mendengar apa yang dikatakan Yuan. Mereka terus mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan. Mendapatkan menantu sebaik dan setulus Yuan merupakan suatu hal yang membuat keduanya merasa sangat beruntung.

Lain halnya dengan Anton dan Drini, Riana yang sejak awal tidak menyukai Yuan menatap sinis kakak iparnya tersebut. Dia melipat lengan di depan dada seraya terus mengumpat dalam hati. Riana masih menganggap Yuan menikah dengan kakak kesayangannya untuk membalas dendam karena dia sudah merebut kekasih Yuan, layaknya seperti cerita yang ada di novel-novel.

"Lihat saja, aku akan mengungkapkan kebusukanmu suatu saat nanti, Yuan!" ujar Riana dalam hati.

Yuan pun segera diantar ke sebuah ruangan untuk diperiksa sebelum mendonorkan darahnya. Setelah dia dinyatakan dapat menjadi penderma karena golongan darah cocok serta hemoglobin cukup, perawat segera memasangkan selang pada pembuluh darah Yuan.

Yuan pun menikmati proses pengambilan darah yang dilakukan kurang lebih selama 45 menit. Setelah itu mereka menunggu pemrosesan darah agar bisa ditransfusikan kepada Andri. Yuan terus mendampingi Andri yang masih belum membuka mata.

Jam menunjukkan pukul 10:00 ketika perawat membawakan kantong darah ke ruang rawat Andri. Para perawat langsung mengalirkan darah dari kantong ke tubuh Andri melalui selang infus. Yuan pun mengamati semua yang dilajukan mantan rekan kerjanya.

"Jadi kangen kerja lagi," gumam Yuan dalam hati sembari tersenyum tipis.

"Sudah, Mbak. Kami permisi," pamit salah seorang perawat.

"Iya, makasih, ya?" Yuan tersenyum lembut dan dibalas anggukan oleh perawat tersebut.

Setelah kedua perawat keluar dari ruangan, Yuan menarik kursinya. Dia menggenggam jemari sang suami dan menatap sendu lelaki yang kini tengah terbaring lemah itu. Jemari Yuan gemetar manakala melayang ke udara dan hendak mendaratkannya ke atas kening Anri yang dibalut dengan kain kasa dan plester.

"Cepat pulih, ya, Mas? Aku nggak bisa melihat kamu terlihat lemah begini. Mana sikap sombong dan keras kepalamu itu?" Yuan tersenyum getir ketika teringat sikap menyebalkan suaminya itu.

Meski menyebalkan, Yuan yang sudah terbiasa dengan sikap buruk sang suami justru merasa kurang, jika sehari saja tidak melihat kelakuan Andri yang keras kepala dan temperamen. Mendadak mata Yuan terasa begitu berat. Dia meletakkan kepala di atas tangan sebagai bantal.

Perempuan tersebut menguap lebar hingga mengeluarkan sedikit air mata. Perlahan mata Yuan mulai tertutup. Yuan pun berpindah ke alam mimpi dalam waktu kurang dari satu menit.

Setelah dengkuran halus mulai terdengar, Andri membuka mata. Kepalanya masih pusing, tetapi tidak sehebat sebelum pingsan. Tatapannya langsung tertuju pada jemari Yuan yang menggenggam erat tangannya.

"Ngapain, sih, pegang-pegang!" gerutu Andri dengan suara lirih.

Sedetik kemudian, Andri kembali teringat akan memori terakhirnya sebelum kehilangan kesadaran. Dia masih melihat wajah panik serta tangisan Yuan yang menyayat hati sebelum oingsan. Hati Andri mendadak berbunga-bunga.

Andri baru menyadari kalau Yuan memang benar-benar tulus mencintainya. Perlahan Andri mengangkat lengan yang dipasangi selang infus. Dia membelai lembut puncak kepala sang istri.

"Terima kasih, Yuan. Maaf sudah menyakitimu berulang kali. Aku benar-benar menyesal."

Setelah Andri mengucapkan kalimat tersebut Yuan perlahan bergerak. Andri yang panik pun akhirnya memejamkan mata. Dia berpura-pura masih tertidur.

Terpopuler

Comments

Alanna Th

Alanna Th

jngn" ada yg celakain andri? kq tb" ngdrop?

2023-10-28

0

auliasiamatir

auliasiamatir

hummmmmm, baru nyadar bro

2023-10-18

0

auliasiamatir

auliasiamatir

isss songong

2023-10-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!