Bab 19. Insiden yang Meluluhkan Hati

Setelah Mutiara sedikit lebih tenang, Yuan pun berpamitan. Mereka bertiga berniat untuk menjalin pertemanan dengan saling bertukar nomor ponsel. Mutiara pun memberitahu Yuan mengenai apa yang disukai dan tidak disukai oleh Andri.

"Makasih, ya, Mbak. Aku akan mencoba untuk lebih memahami dan mengerti Mas Andri." Yuan tersenyum tipis seraya menggenggam jemari Mutiara.

"Kalau begitu aku pulang dulu, ya, Mbak, Mas?" pamit Yuan.

"Iya, hati-hati di jalan," ucap Faizal dan Mutiara bersamaan.

"Yuan, kamu hanya butuh kesabaran ekstra untuk meluluhkan hati Andri. Sebenarnya dia pria yang baik. Mungkin dia berubah temperamen karena kondisinya." Mutiara tersenyum lembut kepada Yuan.

"Makasih, Mbak. Aku yakin suatu saat nanti, hati Mas Andri bisa luluh. Doakan, supaya aku selalu sabar dalam menghadapinya?"

"Pasti!" seru Mutiara.

Yuan memeluk Mutiara, kemudian langsung keluar dari ruang IGD. Hatinya terasa benar-benar lega sekarang. Ketulusan serta kesabarannya membuahkan hasil.

Misi Yuan tinggal satu, yaitu melelehkan es yang menyelimuti hati Andri. Sepanjang perjalanan Yuan mencoba menyiapkan mental serta hatinya karena teringat bagaimana tatapan Andri saat dia memutuskan untuk membantu Faizal.

Tak terasa perjalanan Yuan berakhir. Yuan kini sudah ada di depan pintu kediaman keluarga Ismoyo. Perempuan tersebut menarik napas panjang, lalu mengembuskannya kasar.

"Semoga setelah ini akan ada banyak hal baik yang menghampiriku!" seru Yuan dalam hati.

Perlahan Yuan mengangkat lengannya dan mendaratkan telunjuk pada tombol bergambar lonceng. Suara denting bel pun menggema di seluruh ruangan kediaman Ismoyo. Sumi setengah berlari untuk membukakan pintu.

Sumi tersenyum lebar dibalas oleh senyum manis Yuan. Yuan pun masuk dan melangkah ke ruang tengah. Sebenarnya dia ingin masuk ke kamar, tetapi perempuan tersebut dipanggil oleh Drini.

Yuan mematung sejenak. Di ruangan yang biasa dipakai untuk bersantai itu sudah ada ayah mertua, suami, serta adik iparnya. Yuan pun akhirnya mendekat.

"Duduk, sini!" Drini menepuk sofa kosong yang ada di sampingnya.

Yuan pun segera mendaratkan bokong ke atas sofa. Setelah itu Anton menghela napas panjang. Lelaki itu mencondongkan tubuh ke arah Yuan.

"Bapak sudah tahu semuanya dari cerita Ibumu," ucap Anton sembari menatap sang istri yang kini tertunduk penuh penyesalan.

"Bapak sangat menyayangkan sikap Ibumu yang terlalu mudah percaya dengan hasutan orang lain. Atas nama keluarga ini, bapak minta maaf."

"Nggak apa-apa, Pak. Semuanya sudah selesai. Yuan senang karena masih bisa diterima dengan baik di tempat ini, Pak." Yuan tersenyum tipis.

Drini meraih jemari sang menantu, lalu mengusapnya lembut. Yuan pun ikut tersenyum tipis. Tak sampai di situ, Drini juga mengusap pipi Yuan penuh kasih.

"Ibu menyesal, Nduk. Ibu benar-benar termakan oleh ucapan Mutia. Ibu sempat kecewa. Tapi, kalau dipikir lagi ibu memang salah. Perempuan sebaik dan setulus kamu, nggak akan mungkin berselingkuh. Aku memang bodoh," ucap Drini dengan air mata yang mulai mengaburkan penglihatannya.

"Semua orang pernah melakukan kesalahan, Bu. Sejujurnya aku sangat terpukul ketika Ibu tidak percaya kepadaku."

Yuan merasa dadanya kembali sesak ketika mengingat bagaimana Drini menolaknya untuk menjelaskan semua. Namun, ketika melihat air mata sang ibu mertua meleleh, rasa sesak itu mendadak sirna. Yuan langsung merengkuh tubuh sang ibu dan memeluknya erat.

"Nggak apa-apa, Bu. Aku cuma berharap setelah ini ibu akan selalu menaruh kepercayaan kepadaku. Ibu mau 'kan terus percaya kepadaku apa pun yang akan terjadi?"

Drini pun langsung mengangguk cepat tanpa rasa ragu sedikit pun. Perempuan tersebut mencium puncak kepala sang menantu penuh kasih. Dia berjanji pada dirinya sendiri untuk menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada Yuan.

Sementara Drini sibuk meminta maaf kepada Yuan, lain halnya dengan Andri dan Riana. Mereka justru terlihat acuh dan masuk ke dalam kamar. Anton hanya bisa menggeleng melihat kelakuan kedua anaknya tersebut.

"Abaikan sikap mereka, Yuan." Anton berusaha memberi Yuan pengertian agar menantunya itu tidak sakit hati.

Yuan hanya mengangguk seraya tersenyum lembut. Dia sudah paham dengan sikap Andri dan juga Riana. Yuan hanya bisa berharap semoga ketulusannya akan berbuah manis suatu saat nanti.

Hari selanjutnya berlalu seperti biasa. Andri masih diam dan bersikap dingin. Yuan berusaha bersikap acuh dan memilih untuk menyibukkan diri bersama sang ibu mertua.

Pagi itu Yuan yang baru bangun tidur langsung berjalan ke arah kamar mandi. Dia melirik ke arah Andri yang masih terlelap. Sebuah tatapan sinis pun dilemparkan ke arah sang suami.

"Astaga, bisa-bisanya jam segini masih tidur!" gerutu Yuan ketika melewati Andri yang masih terlelap.

Yuan pun mengabaikan sang suami yang bersikap tak biasa. Hari itu Yuan selama berlama-lama di kamar mandi untuk memanjakan diri. Dia ingin berendam di dalam bak mandi dengan minyak aroma untuk menenangkan diri.

Sementara itu, setelah Yuan mandi hampir 30 menit, Andri perlahan membuka mata. Kepalanya terasa begitu berat. Dia berusaha bangun dengan bertumpu pada nakas untuk berpindah ke atas kursi roda. Namun, Andri seakan kehilangan tenaga sehingga cengkeraman tangannya terlepas dari sudut meja.

"Astaga!" seru Andri karena kesadarannya mendadak pulih.

Akan tetapi, sial tidak dapat dihindari. Kepala Andri membentur sudut nakas. Tubuhnya pun tersungkur ke atas lantai.

Yuan yang baru selesai mandi tiba-tiba mendengar suara sesuatu yang terjatuh sangat keras. Dia pun bergegas memakai jubah mandi. Yuan pun bergegas keluar dari kamar mandi.

Begitu pintu terbuka, alangkah terkejutnya Yuan melihat Andri yang sudah terkapar di atas lantai. Dia langsung berlari cepat mendatangi Andri. Jantung perempuan tersebut berdegup begitu kencang karena melihat Andri dalam kondisi setengah sadar.

"Mas, Mas! Kamu kenapa? Mas, sadar! Bangun!" seru Yuan seraya menepuk pipi sang suami yang matanya setengah terpejam.

Yuan langsung terbelalak ketika melihat dahi Andri sedikit sobek dan mengeluarkan darah segar. Tanpa pikir panjang lagi, Yuan membuka pintu kemudian berteriak untuk meminta tolong. Setelah melihat kedua mertua dan asisten rumah tangga mendekat, Yuan kembali kepada sang suami.

Yuan kembali mengangkat kepala Andri, lalu memangkunya. Perempuan itu terus menangis sambil memanggil nama sang suami berulang kali. Bahkan Yuan mengecup puncak kepala sang suami.

"Ada apa?" tanya Drini dengan napas tersengal.

"To-tolong Mas Andri, Bu!" pinta Yuan di antara isak tangis.

"Astaga! Cepat minta Pak Mudi untuk meminjam mobil ambulans masjid!" perintah Anton kepada Sumi.

"Baik, Pak!"

Yuan terus menangis seraya memeluk tubuh lemas Andri. Dia benar-benar merasa takut kehilangan sang suami. Semuanya terjadi begitu mendadak.

Sebelumnya Andri tampak sehat dan masih bersikap seperti biasa. Namun, pagi ini Yuan melihat kondisi yang suami dalam keadaan lemas dan terluka. Hatinya ikut nyeri ketika melihat Andri

Terpopuler

Comments

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Aku gak sesabar dan sebaik Yuan,Kalo aku udah ku tinggalkan keluarga ini,apapun alesannya,mereka tlah menuduh dan mengjina tanpa bukti,lebih percaya org lain dr istri/mantu/kakak ipar sendiri,Udah di tinggal selingkuh saat lumpuh,masih aja mau nerima mantan si Andri..ckk suami seperti apa dia ini..

2024-01-23

1

Alanna Th

Alanna Th

lk" tak brguna, gk tau diri, gk insap"! tinggalin aja sblm menua brsama, sia" pngrbnnmu, yuan

2023-10-28

1

Farida Wahyuni

Farida Wahyuni

yuan kok masih mau bertahan sih, udsh jelas2 sikap andri begitu.

2023-07-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!