Bab 18. Membaik

Faizal menelan ludah ketika mendengar Andri yang menolak untuk menolongnya. Lelaki itu harus mengemis belas kasihan kali ini. Terlebih ketika mendengar rintihan Mutiara yang terus menahan rasa nyeri pada perutnya.

"Aku mohon tolong kami," ucap Faizal dengan tatapan nanar.

"Nggak sudi!" Andri hendak menutup pintu lagi, tetapi Yuan menahannya.

Andri pun langsung menatap sang istri seraya mengerutkan dahi. Yuan menggeleng, lalu mengalihkan pandangannya kepada Faizal. Dia melangkah mendekati lelaki itu sehingga membuat Andri kembali geram.

"Kalau Mas Andri tidak mau membantu, biar aku yang antar!" Yuan balik kanan, kemudian melemparkan tatapan tajam ke arah Andri.

Jemari Andri mengepal kuat. Dia tidak habis pikir kenapa sang istri masih mau menolong orang yang sudah jelas-jelas berusaha merusak nama baik serta rumah tangganya. Andri pun akhirnya mendengkus kesal.

"Terserah! Aku heran sama kamu! Kenapa, sih, nggak belajar dari kesalahan?"

"Kesalahan yang mana, Mas? Aku rasa selama ini aku tidak pernah melakukan kesalahan apa pun!" Yuan menyipitkan mata sembari tersenyum miring.

"Ah, aku lupa! Memang apa yang aku lakukan selalu salah di matamu, ya, Mas? Baiklah, aku akan terus jadi kesalahan bagimu! Jadi, jika kamu menolak membantu Mas Faizal, aku yang akan menolong dia!"

Yuan langsung balik kanan dan berjalan cepat menuju pintu gerbang. Perempuan tersebut meminta tolong kepada sopir keluarga Ismoyo untuk membawa mobil ambulans masjid setempat. Sepanjang perjalanan, Yuan ikut menenangkan Mutiara.

Yuan juga berusaha menggunakan ilmu keperawatannya untuk memberikan perawatan sementara bagi Mutiara. Setelah berhasil membelah jalanan Kota Surabaya yang padat, Yuan dan Faizal berhasil membawa Mutiara ke rumah sakit.

"Tolong rawat dia sebaik mungkin, Mel!" pesan Yuan kepada salah satu perawat yang dia kenal semasa kerja.

"Baik, Mbak! Kami akan melakukan yang terbaik untuk pasien!" seru Imelda penuh keyakinan.

Setelah Mutiara masuk ke ruang IGD, Yuan dan Faizal menunggu di luar. Keduanya duduk di sebuah bangku panjang yang terbuat dari besi. Yuan yang menangkap kekawatiran di wajah Faizal pun berusaha menenangkan lelaki tersebut.

Yuan tersenyum tipis karena dapat mengetahui bahwa Faizal mencintai Mutiara sepenuh hati. Ada rasa iri yang kini bersemayam di hatinya. Tanpa sadar Yuan mengembuskan napas kasar sehingga mengalihkan perhatian Faizal.

"Kenapa?" tanya Faizal dengan dahi berkerut.

"Aku iri sama Mbak Mutia." Yuan tersenyum kecut karena mengingat nasib percintaannya yang buruk.

"Kenapa harus iri? Kamu memiliki kehidupan yang diidamkan oleh Mutiara. Bahkan dia berusaha mengambil apa yang kamu miliki karena menginginkannya."

"Tapi aku tidak memiliki cinta tulus dari lelaki, seperti kamu mencintai Mutia, Mas." Yuan tersenyum kecut kemudian menunduk lesu menatap ujung jarinya.

Faizal menepuk bahu Yuan, sehingga membuatnya mendongak. Mata Yuan mulai berkaca-kaca. Baru kali ini dia merasa iri pada kehidupan orang lain.

"Kamu itu perempuan baik dan tulus, Yuan. Pasti suatu saat kamu akan merasakan yang namanya cinta tulus dari seorang lelaki. Percayalah!"

Yuan terdiam. Mendengar penghiburan dari Faizal membuat hatinya begitu sejuk. Dia mulai berandai-andai mengenai Andri, sehingga tanpa sadar sebuah celetuk keluar dari bibir perempuan cantik tersebut.

"Seandainya Mas Andri juga memiliki sikap yang manis sepertimu, aku pasti akan sangat bahagia."

Mendengar ucapan Yuan membuat pipi Faizal merona. Lelaki itu mengalihkan tatapannya. Jantungnya berdegup begitu kencang.

Faizal mati-matian mengubur rasa tertarik kepada Yuan yang mulai muncul. Dia kembali mengingat tujuan awalnya datang ke Surabaya. Mutiara adalah tujuannya, bukan Yuan.

Yuan hanyalah seorang perempuan yang tidak sengaja dia temui dalam perjalanan menjemput cinta sang kekasih. Hanya dengan kembali memikirkan rasa cintanya kepada Mutia, Faizal menjadi lebih tenang dan yakin.

"Keluarga Nyonya Mutiara!" panggil Imelda.

"Saya!" sahut Yuan dan Faizal bersamaan.

"Gimana, Mel?" tanya Yuan panik.

"Sebelumnya kami minta maaf. Kami gagal menolong janin yang ada di dalam kandungan Nyonya Mutiara. Untuk sekarang, pasien sudah bisa ditemui, silakan masuk untuk memberikan dukungan dan semangat!" ujar Imelda dengan senyum ramah.

"Makasih bantuannya, Mel!" Yuan menepuk lengan atas mantan rekan kerjanya itu seraya tersenyum tipis.

Yuan dan Faizal pun bergegas menemui Mutiara. Perempuan cantik itu sedang berbaring di atas brankar dengan selang infus menempel pada tangan kirinya. Ketika melihat Faizal dan Yuan masuk, Mutiara memalingkan wajah.

Yuan memilih untuk berhenti dan menunggu di dekat tirai, sedangkan Faizal terus melangkah mendekati sang kekasih. Mutiara masih terus memalingkan wajah sampai akhirnya Faizal menggenggam jemarinya. Tampak butir bening mulai merembes dan membasahi pipi Mutiara.

Dada dokter cantik itu terasa sesak karena mengetahui bayinya tidak bisa diselamatkan. Faizal langsung merengkuh tubuh Mutiara yang mulai bergetar hebat. Tangis keduanya pun pecah.

"Karena keserakahan dan keegoisanku, aku kehilangan anakku, Bang! Aku kehilangan bayi kita! Aku sudah membunuhnya!" seru Mutiara di antara isak tangis yang pecah.

"Sssttt, kamu nggak boleh ngomong begitu, Mutia. Ini sebuah takdir yang tidak bisa dihindari. Tuhan sudah menggariskan semua. Mungkin dengan begini, Dia bermaksud memberikan kesempatan serta kehidupan baru untuk kita."

Yuan yang mendengar percakapan sepasang kekasih itu entah mengapa ikut teriris. Air matanya berdesakan hendak keluar. Dadanya ikut sesak karena bisa merasakan penyesalan yang tengah dialami oleh Mutiara.

Setelah menangis hampir setengah jam, barulah Mutiara menyadari kehadiran Yuan. Dia menatap Yuan dan Faizal secara bergantian. Faizal menghapus sisa tangis sang kekasih, kemudian tersenyum lembut.

"Dia tadi sudah membantuku untuk membawamu ke sini."

Yuan tersenyum tipis kemudian melangkah ke arah Mutiara. Tiba-tiba Mutiara bangkit dari brankar, lalu meraih pinggang Yuan dan memeluknya. Tangis perempuan itu kembali pecah.

"Maafkan aku, Yuan! Aku udah jahat banget sama kamu! Aku bener-bener minta maaf!"

"Nggak apa-apa, Mbak. Aku nggak menyimpan rasa dendam sedikit pun. Aku sudah memaafkan semuanya. Aku tidak mau rasa dendam menguasaiku dan malah menghancurkanku di kemudian hari." Yuan menepuk lembut punggung Mutiara.

"Padahal aku sudah jahat banget sama kamu! Tapi kenapa kamu sebaik ini? Aku jadi merasa semakin bersalah!"

"Hei, jangan seperti itu. Manusia melakukan kesalahan itu hal yang wajar. Dari kesalahan, kita bisa berubah menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Tuhan masih memberimu kesempatan untuk menebus semua kesalahanmu, Mbak. Jadi, manfaatkan waktu yang ada sebaik mungkin."

Yuan melepaskan pelukannya dari Mutiara kemudian merangkum wajah perempuan itu. Dia juga menghapus sisa air mata yang menetes di pipi Mutiara. Sebuah senyum lembut pun kini terukir di bibir Yuan.

Memaafkan kesalahan orang lain memang terkadang membuat hati kita jauh lebih ringan. Kita akan menjalani hidup lebih baik tanpa menyimpan rasa dendam. Kita memang akan sulit melupakan kesalahan orang lain.

Namun, dari kesalahan yang terus diingat itu, bisa menjadi alarm bagi diri kita sendiri. Kita tidak akan melakukan hal yang sama kepada orang lain karena paham bagaimana rasanya tersakiti sebab pernah mendapatkan perlakuan tersebut.

Terpopuler

Comments

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

KARMA IS REAL...👏👏👏👍👍👍

2024-01-23

0

etna winartha

etna winartha

kamu emang baik yuan

2023-12-13

0

Alanna Th

Alanna Th

kan aq sdh bilang karma d nt mah cepat, gk spt d dunia nyata; pnjhtny brpesta, s korban merana spnjng hari. mkny aq zuka baca novel, jd trhibur

2023-10-28

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!