Bab 4. Masakan Yuan

Pagi itu Yuan terbangun dengan mata sembab. Semalaman dia menangis karena ucapan pedas sang suami. Bahkan di dalam mimpinya, Yuan seakan masih mendengar Andri berbicara dengan ucapannya yang menusuk.

Perlahan Yuan bangkit dari sofa. Seluruh badannya terasa remuk. Lehernya pun kaku karena terlalu tinggi menempatkan kepala saat tidur. Leher perempuan itu terasa nyeri saat digunakan untuk menoleh ke kiri dan kanan.

"Aduh, gimana ini?" Yuan berjalan ke arah kamar mandi tanpa bisa menoleh.

Jika ingin melihat situasi atau sesuatu di sampingnya, Yuan harus memutar tubuh dan menghadap ke obyek yang ingin dia lihat. Seperti sekarang ketika dirinya ingin menatap Andri yang masih tertidur lelap seperti bayi.

"Kalau Mas Andri sedang tidur begini, kenapa perasaanku jadi lebih damai? Sepertinya kamu lebih baik terus tertidur saja dan berbaring di atas ranjang layaknya pangeran tidur! Itu rasanya akan jauh lebih baik!" Yuan berdecit lalu masuk ke dalam kamar mandi.

Dua puluh menit sudah Yuan membersihkan diri. Setelah itu dia keluar dari kamar mandi hanya dengan berbalut handuk. Dia melupakan satu hal kalau di dalam ruangan itu bukan hanya ada dirinya.

Yuan langsung melepas handuknya sehingga tampak polos. Usai memakai pakaian dalam barulah Yuan tersadar. Dia mendapati Andri yang masih tertidur melalui pantulan cermin lemari.

Yuan sontak memungut kembali handuknya dan langsung melingkarkan kembali benda itu pada tubuhnya. Yuan bergegas mengambil pakaian ganti kemudian memakainya secepat kilat. Setelah penampilannya sedikit rapi, dia berjalan ke arah Andri yang tampak terlelap.

"Mas Andri, Mas?" Yuan menggerakkan telapak tangannya di depan wajah Andri.

Tak lama kemudian Yuan mengembuskan napas lega karena tidak mendapatkan respons sama sekali dari Andri. Lelaki itu ternyata masih tertidur dengan lelap. Bahkan posisi tidurnya masih sama seperti sebelum Yuan masuk ke kamar mandi.

"Ah, untungnya Mas Andri nggak melihatku! Dasar bodoh, teledor!" Yuan memukul kepala menggunakan kepal tangannya sendiri.

Setelah memastikan bahwa Andri benar-benar masih tertidur, Yuan langsung keluar dari kamar. Setelah terdengar suara pintu yang kembali tertutup, mata Andri langsung terbuka lebar. Perlahan dia bangkit dari posisi berbaring, kemudian menyandarkan punggung pada dasbor ranjang.

"Wanita gila! Kebiasaannya aneh banget! Untung imanku masih kuat, kalau nggak pasti dia ...."

Ucapan Andri menggantung di udara ketika melihat bagian bawah tubuhnya. Andri menatap kaki yang masih berselimut. Emosinya kembali meledak-ledak detik itu juga.

"Tapi memang aku tidak akan pernah bisa menghangatkan ranjang ini untuk Yuan! Dokter lumpuh sepertiku bisa apa? Jadi, lebih baik aku tetap bersikap dingin kepada Yuan seumur hidup!" Andri pun bergegas turun dari ranjang dan masuk ke kamar mandi.

Jam menunjukkan pukul 08:00 ketika Yuan masuk lagi ke dalam kamar. Andri sudah duduk di balkon kamar seraya menatap langit biru yang tampak cerah. Yuan perlahan mendekati Andri dan langsung menarik kursi rodanya tanpa permisi.

"Ngapain kamu?" tanya Andri dengan nada tidak suka.

"Ibu sama bapak nyuruh Yuan buat seret Mas Andri ke meja makan. Mulai hari ini, Mas Andri wajib makan bersama karena mereka merasa kesepian!"

"Nggak mau!" seru Andri.

"Aku nggak peduli! Jangan sakiti hati kedua orang tuamu, Mas! Kamu boleh frustrasi dengan kondisimu sekarang! Tapi ingat, semua keluargamu itu orang-orang baik! Tidak ada satu pun dari mereka yang mengucilkanmu karena kondisi ini! Mereka justru terus berusaha merangkulmu agar tetap kuat dan semangat!" Yuan masih berada di belakang Andri ketika mengucapkan semua kalimat itu.

Tak lama berselang, Yuan berjalan memutari Andri dan berhenti tepat di depan sang suami. Dia duduk dengan lutut sebagai tumpuan. Perempuan itu menatap lembut Andri sembari tersenyum tipis.

"Kondisimu bisa saya berbeda, Mas. Tapi, kasih sayang mereka kepadamu tetap sama."

Manik mata sepasang suami istri itu terus bertatapan. Jantung keduanya pun berdetak begitu kencang. Namun, sedetik kemudian Andri memalingkan wajah.

Lelaki tersebut terus berusaha menepiskan perasaan yang mulai muncul di dalam hatinya. Ada banyak sekali alasan kenapa Andri terus mengingkari apa yang dia rasakan kepada Yuan. Jadi, Andri memutuskan untuk terus menghindar dan menjaga jarak dengan sang istri.

Akhirnya kali ini Andri memilih untuk diam. Yuan yang merasa berhasil membujuk Andri pun tersenyum lebar. Dia langsung mendorong kursi roda sang suami keluar kamar.

"Sini, Ndri! Ayo kita sarapan sama-sama!" ajak Drini.

Perempuan paruh baya itu tersenyum lebar, kemudian menghampiri Andri dan mengambil alih hendel kursi roda. Sementara Drini mendorong Andri mendekati meja makan, Yuan menyiapkan peralatan makan yang nantinya akan digunakan oleh sang suami.

"Makan yang banyak, ya? Kamu harus kuat, terlebih sekarang kamu memiliki tanggung jawab untuk menjaga istrimu." Drini tersenyum lembut, lalu menyerahkan tugas selanjutnya kepada Yuan.

Yuan pun segera mengisi piring Andri dengan nasi goreng buatannya. Tak lupa perempuan itu juga menuangkan air putih ke dalam gelas yang masih kosong. Setelah selesai menyiapkan semua, Yuan segera duduk di samping Andri.

Semua tampak menikmati makanan pagi itu, kecuali Andri. Lelaki tersebut hanya mematung sembari menatap kosong makanan yang ada di depannya. Menyadari sang putra masih diam, Drini kembali membujuk Andri agar mau makan.

"Ayolah, Ndri, makan. Kalau memang nggak bisa makan banyak, makanlah barang sesuap untuk menghargai pemberian Tuhan dan jerih payah orang yang sudah mengolah makanan ini hingga layak dikonsumsi."

Andri perlahan mengangkat sendok dan memasukkan sesuap nasi goreng ke dalam mulut. Rasa nasi goreng ini ternyata memang lezat. Andri merasa asing dengan rasa makanan ini.

"Bagaimana? Enak, 'kan? Yuan yang masak nasi goreng ini!" seru Drini antusias.

Mendengar pernyataan sang ibu, membuat Andri memuntahkan lagi nasi gorengnya. Yuan langsung menyodorkan air putih kepada Andri, tetapi lelaki itu memilih untuk mengambil gelas berisi susu dan meneguknya perlahan.

"Kamu itu kenapa, sih, Ndri?" tanya Drini.

"Makanannya nggak enak! Hambar! Nafsu makanku menghilang seketika!"

Andri langsung memutar kursi roda dan kembali ke kamar. Yuan hanya bisa tersenyum kecut sembari menatap punggung sang suami yang semakin menjauh. Setelah itu, Yuan meletakkan kembali gelas ke atas meja.

"Sebenarnya apa salahku? Sebenci itukah dia kepadaku? Tuhan, beri aku kekuatan untuk menghadapi sikap Mas Andri," ucap Yuan dalam hati.

Drini yang tidak suka dengan sikap Andri pun langsung menyusul sang putra ke kamarnya. Dia menemui Andri yang sudah ada di balkon. Drini berdiri tepat di depan Andri.

Namun, lelaki tersebut terus memalingkan wajah, enggan menatap mata sang ibu. Drini pun akhirnya mengapit wajah sang putra menggunakan kedua telapak tangannya, sehingga tatapan mereka beradu.

"Sebenci itukah kamu kepada Yuan? Bisa nggak, sih, Ndri kamu bersikap lembut kepadanya?" geram Drini.

Andri hanya diam. Dia tidak bisa menjawab pertanyaan dari sang ibu. Lelaki tersebut hanya bisa menekan egonya agar tidak kembali meledak.

"Dengarkan Ibu! Belum tentu perempuan di luar sana mau menikah denganmu jika melihat kondisimu yang begini!"

"Oh, jadi Ibu menghinaku? Begitu? Lagi pula aku nggak butuh untuk menikah! Aku masih bisa mengurus diriku sendiri kalau kalian semua enggan merawatku seumur hidup! Bukannya malah meminta orang untuk merawatku berkedok pernikahan! Aku tidak suka!" teriak Andri frustrasi.

Emosi Drini akhirnya memuncak. Dia langsung mendaratkan telapak tangannya pada pipi Andri. Rasa nyeri pun kini dirasakan oleh Andri.

Bukan hanya nyeri pada pipinya, tetapi rasa nyeri itu juga seakan meremas hati Andri. Dia tidak menyangka sang ibu tega menampar dirinya. Seumur-umur baru kali ini Drini main tangan kepada Andri.

"Ma-maafkan, Ibu, Nak. I-ibu ...." Drini mulai tersadar akan kesalahannya.

"Keluar, Bu." Andri berbicara dengan nada sedingin es.

"I-ibu nggak sengaja, Ndri. Maafkan Ibu, Ndri." Air mata penyesalan kini menetes membasahi pipi Drini.

"Andri bilang keluar!"

Akhirnya Drini keluar dari kamar Andri dengan langkah berat. Dia telah melakukan kesalahan karena tidak mampu mengontrol emosi. Rasa sesal itu kini menyelubungi hati Drini.

"Aku akan membuktikan kalau Yuan tidak benar-benar mencintaiku! Dia hanya menginginkan harta warisanku saja!"

Terpopuler

Comments

sjwywwvwgw

sjwywwvwgw

memaklumi sih andri bersikap begitu. dia sedang berada dalaam fase terendah dalam hidupnya. merasa sendiri dan tak berdaya.

2023-09-19

2

auliasiamatir

auliasiamatir

ini kesalahan besar sang ibu, kalau meu mgasih pelajaran ngapain pake minta maaf lagi, seharusnya tegas sama anak, karakter andri manja dan gak dewasa. isss

2023-09-07

1

auliasiamatir

auliasiamatir

kkkkkkk mampus kau baru lihat aja udah gitu, gimana kalau sampai merasakan nya 😂😂😂

2023-09-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!