Bab 11. Menenangkan Diri

"Kamu nggak kasihan sama kedua orang tua kita kalau kita bercerai? Kamu tega mengukir kecewa di hati mereka?"

Kalimat yang baru saja keluar dari bibir Andri justru membuat Yuan muak. Dia mengusap lagi air matanya yang masih terus mengalir deras. Perempuan tersebut menarik napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan.

"Lalu, jika terus berlanjut, apa hatiku tidak semakin hancur dan terluka? Kamu jangan egois, Mas!"

"Aku nggak egois aku hanya ...." Ucapan Andri menggantung di udara karena dipotong oleh Yuan.

"Hanya apa? Ha? Sekarang begini saja ...." Yuan menarik napas panjang, lalu mengembuskannya kasar.

"Kami suruh perempuan itu pergi dari sini, atau aku yang pergi?" tanya Yuan dengan suara tegas.

Andri kembali dibuat terdiam oleh sang istri. Jika bisa memilih, dia ingin Yuan dan Mutiara tetap tinggal. Namun, pasti hal tersebut tidak mungkin.

Yuan yang melihat sang suami melamun dan tampak diam akhirnya tersenyum kecut. Dia pergi melangkah ke arah lemari, lalu mengeluarkan kopernya dari sana. Perempuan tersebut langsung memasukkan semua pakaiannya ke dalam koper.

Andri dengan sigap mendekati Yuan, lalu mendorong koper sang istri menggunakan ujung kursi rodanya. Koper Yuan pun akhirnya bergeser hingga membentur pintu. Yuan langsung menatap tajam sang suami dengan air mata yang kembali membanjiri pipi.

"Maumu apa, sih, Mas!" teriak Yuan frustrasi dengan dada kembang kempis.

"Tetap tinggal di sini! Mutiara akan pergi setelah melahirkan bayinya!"

"Lalu setelah itu? Kamu akan mencintai bayi itu, dan mencampakkan aku? Begitu? Atau kamu memanfaatkan aku di sini untuk menjadi pengasuhnya, kemudian menikahi perempuan itu? Tega kamu, Mas! Bagaimana bisa aku tinggal satu atap dengan orang yang bahkan masih dicintai suamiku? Aku nggak pernah mikirin perasaanku, Mas!" teriak Yuan di antara isak tangis yang pecah.

Keributan dalam kamar sepasang suami istri itu terdengar hingga telingan Drini dan Anton. Mereka langsung beranjang dari atas ranjang dan berjalan cepat menuju kamar sang putra. Setelah sampai di depan pintu kamar Andri dan Yuan, Drini bergegas mengetukkan jemarinya ke atas benda yang terbuat dari kayu itu.

Tak lama berselang pintu kamar terbuka. Drini terbelalak melihat kondisi kamar serta perasaan penghuninya kacau. Dia berjalan mendekati Yuan yang kini duduk lemas dengan punggung bersandar pada lemari.

"Kamu kenapa, Nduk?" tanya Drini lembut.

"Bu, Yuan percaya sama Ibu. Tapi, kenapa Ibu ikut membohongi Yuan mengenai Mutiara? Kenapa sebelumnya Ibu nggak bilang kalau Mas Andri punya kekasih? Pantesan Mbak Tiara selalu menatapku sinis!"

Mendengar isak tangis serta kalimat yang diungkapkan sang menantu membuat hati Drini teriris. Dia langsung ikut menangis. Perempuan itu memeluk Yuan dan berusaha menenangkan sang menantu.

"Maaf, Yuan. Ibu nggak punya pilihan lain. Awalnya Ibu juga terguncang karena tidak menyangka Andri melakukan hal seperti itu kepada wanita sebelum menikah. Tapi, mau bagaimana lagi? Semuanya sudah terlanjur. Ibu bisa apa?" Drini pun akhirnya ikut meneteskan air matanya.

"Maafin Yuan, Bu. Tapi Yuan mau bercerai saja dari Mas Andri. Yuan nggak bisa begini. Jika Mas Andri sampai melakukan hal seperti itu dengan Mbak Tiara, pasti hal utu karena dia sangat menyukainya. Aku tidak akan bisa menggeser posisi Mbak Tiara sampai kapan pun!"

"Sssttt, kamu ngomong apa? Dia cuma mau menumpang di sini sampai melahirkan, Nduk. Setelah itu, dia akan pergi."

Kali ini Yuan dibuat kecewa dengan apa yang diucapkan oleh Drini. Bagaimana seorang ibu sekaligus istri bisa menyetujui permintaan Mutiara. Seharusnya dia juga paham bagaimana perasaan Yuan sekarang.

"Memangnya kita bisa mengendalikan perasaan serta pikiran seseorang, Bu? Bisa saja selama tinggal di sini, Mbak Tiara berubah pikiran! Siapa tahu dia ingin kembali bersama dengan Mas Andri dan menjadi istrinya? Saat hal itu terjadi, aku hanya akan dianggap sebuah kotoran di rumah ini, Bu!" Dada Yuan kembang kempis saat membayangkan jika hal tersebut benar-benar terjadi kepadanya.

"Kamu tenangkan diri dulu, Nak. Malam ini kamu tidur sama Ibu, ya? Besok Ibu antar kamu ke rumah Mbak Win."

Yuan pun terpaksa menyetujui tawaran sang ibu mertua. Dia juga tidak mungkin keluar dari rumah dalam kondisi kalut seperti ini. Akhirnya malam itu, Yuan tidur bersama Drini.

Yuan lelah, tetapi matanya tidak mau terpejam. Dia terus terjaga hingga fajar menjelang. Setelah matahari bersinar terang, Yuan langsung bersiap untuk kembali ke rumah ibunya.

Drini pun mengantarkan sang menantu sesuai janji. Sepanjang perjalanan, Yuan hanya diam dan menjawab seperlunya pertanyaan yang dilontarkan oleh Drini. Tanpa terasa Yuan dan Drini sampai di kediaman Winarni.

"Bu," sapa Yuan dengan mata berkaca-kaca dan sembab.

Winarni hanya melongo melihat kedatangan sang putri yang mendadak. Terlebih lagi, Yuan diantar oleh Drini dalam kondisi kacau. Mereka bertiga akhirnya masuk ke rumah, lalu duduk di ruang tamu.

Winarni terus memeluk Yuan yang mulai mengeluarkan isak tangis. Dia berusaha menenangkan sang putri. Namun, semakin Drini menenangkan Yuan, anak perempuannya itu semakin menangis kencang.

"Nduk, denger Ibu. Bapakmu jangan sampai dengar tangismu. Dia baru saja bisa tidur. Semalam bapakmu mengatakan kalau entah mengapa hatinya terasa nggak enak."

"Mbak, biarkan Yuan istirahat. Dia semalaman nggak tidur." Drini berjalan pelan agar tidak terdengar oleh Siswoyo.

"Sebenarnya ada apa, to, Drini?"

"Nanti saja jelaskan, Mbak." Drini menatap serius besannya itu.

Akhirnya Winarni mengantar Yuan ke kamarnya. Dia membuatkan sang putri menenangkan diri terlebih dulu. Winarni kembali ke ruang tamu untuk mendengar apa yang sebenarnya terjadi terhadap anaknya.

"Mbak, sebelumnya saya ingin mengucapkan permintaan maaf sedalam-dalamnya. Apa yang saya ceritakan sekarang, patilah akan membuat Mbak Win ikut terluka sebagai seorang ibu dan juga perempuan." Drini menarik napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan.

"Memangnya apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Winarti.

"Beberapa hari lalu, kekasih Andri yang sedang hamil datang ke rumah, Mbak. Dia mengatakan bahwa dirinya sedang mengandung anak dari Andri. Bukan hanya Yuan, saya pun terkejut dan kecewa atas insiden ini." Mata Drini mulai berkaca-kaca dan suaranya pun bergetar ketika menceritakan kembali kejadian tersebut.

Winarni pun membungkam mulut menggunakan tangan kanannya. Sekarang dia paham kenapa Yuan tampak kalut dan frustrasi. Jika Drini ada di posisi itu, pasti hatinya tidak akan sekuat Yuan.

"Tapi, perempuan itu juga sadar diri, kok, Mbak. Dia bilang kalau memang Andri sudah menikah, dia akan pergi dari rumah setelah melahirkan. Dia hanya ingin menutupi semua dari keluarganya di Pidie, Mbak. Karena tidak memiliki pilihan lain, akhirnya aku dan Mas Anton sepakat untuk mengizinkannya tinggal di rumah kami."

"Aku kecewa sama kalian!" seru Winarni dengan air mata yang sudah menetes membasahi pipi.

Terpopuler

Comments

Alanna Th

Alanna Th

lbh baik yuan jngn kembali pd klg ismoyo; mrk tdk mnghargai prasaan yuan yg tiap hr trtekan oleh prlakuan k 2 anak ismoyo, skrg dtmbh ada cln anak andri. tak peduli cinta, pergi jauh sj sblm hml krn dpaksa andri

2023-10-28

3

auliasiamatir

auliasiamatir

suruh aja tuan keluar dari keluarga itu,
bikin gregetan deh bacanya...

2023-09-07

0

auliasiamatir

auliasiamatir

issss keluarag apa ini yah .
kalau aku kadi yuan aku memilih munder dan pergi, kalau yuan bertahan aku gak suka lagi nih

2023-09-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!