Can I Love You?
Wanita dengan pakaian kantor itu menatap pantulan wajahnya di cermin. Matanya bersinar redup karena kelelahan menerima banyak tumpukan kertas dari sang bos yang kejam. Bukan hanya dia, beberapa teman kantornya bahkan mulai mengeluh dan ingin segera pulang.
Anila Rembulan, 22 tahun, bekerja sebagai pekerja kantoran dengan jabatan sekretaris di kantornya. Rambutnya sedikit bergelombang dengan warna hitam yang pekat.
"Aku tidak sanggup!" ungkap rekan kerjanya yang sedang mencuci wajah, "Monster itu menghantui kita. Bagaimana bisa menyelesaikan tugas itu? Dia sudah gila!"
Anila menatapnya sesaat. "Yang bisa kita lakukan hanyalah menuruti perintahnya, Maya."
"Kau selalu seperti itu," gerutu Maya. "Aku tidak bisa membayangkan apa yang kau lakukan untuk sampai pada posisi sekretarisnya."
Anila kembali membasuh wajahnya. Dia tidak ingin menanggapi ocehan teman kantornya hari ini, dia cukup lelah dengan pekerjaannya sendiri.
"Berhati-hatilah dengan ucapanmu, Maya. Aku takut kau mendapatkan masalah." Anila tersenyum dan beranjak pergi meninggalkan Maya yang menghela napas panjang.
Anila melangkah menuju ruangan bos sembari mengikat kuda rambut panjangnya. Tangannya bergerak meraih beberapa berkas yang ada di mejanya, membuka satu persatu untuk memastikan dia tidak membuat kesalahan, lalu mengangguk dan mengetuk pintu ruangan sang bos.
"Masuk, Anila." Sang bos menanggapinya.
Anila menarik napas sebelum memasang senyum bisnisnya dan meletakkan berkas-berkas itu di meja bosnya.
Pria berumur 25 tahun itu adalah bos muda di kantornya, dia mewarisi kekayaannya orang tuanya. Setidaknya itulah yang Anila tahu, bos tetaplah bos. Gajinya penting, dia harus menurut agar bosnya puas.
"Saya izin hanya meletakkan ini, Pak. Permisi."
Anila hendak mengambil langkah mundur jika saja bosnya tidak menyela.
"Anila."
Anila mengangkat wajahnya dengan sigap. "Ya, Pak?"
"Kau dipecat."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Anila terbangun. Dia memegang kepalanya yang berdenyut, napasnya ngos-ngosan. Astaga, mimpi apa itu?
Anila akhir-akhir ini memiliki mimpi buruk semenjak seorang wanita muncul dan bekerja lebih cakap darinya.
Natara.
Nama itu berputar di kepalanya, apalagi sang bos selalu mengandalkan wanita itu dalam beberapa pekerjaan sekretarisnya.
Anila bertanya-tanya apakah dia kurang dalam beberapa hal? Apa yang kurang dari pekerjaannya?
"Kak, aku boleh bertanya tentang materi ini? Aku–"
"Laskar, aku ingin mandi dan bersiap bekerja." Anila menolak permintaan adiknya yang sedang berdiri di ambang pintu.
Adiknya mengangguk. "Iya, Kak, maaf."
Anila merasa hatinya lemah. "Kakak akan jelaskan itu nanti malam, setelah pulang bekerja, mengerti?"
Adiknya tersenyum sumringah, "Oke Kak!"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Malam itu, Anila tidak bisa menepati janji tersebut pada adiknya. Anila tidak tahu, kenapa dan mengapa.
Natara memandangnya dengan mata hina, Maya berdiri di samping Natara dan tidak melakukan apa-apa untuknya.
Anila menatap kertas-kertas yang sudah lecek digenggam tangan bosnya. Bosnya dingin dan menatapnya tajam. Mata biru itu menelan keberaniannya.
Anila selalu patuh pada bosnya, lalu mengapa ini terjadi padanya?
"Bos, saya mengetik sesuai dengan permintaan." Anila berusaha menjelaskan, suaranya serak karena takut.
Bosnya menghantam kertas-kertas itu di meja kerjanya. "Tidak ada inisiatif? Kapan kamu berkembang, Anila?"
Anila tidak mengerti.
"Anila kamu tahu? Kamu selalu mengerjakan sesuatu sesuai dengan ide saya. Saya tidak pernah mendengar kontribusi kamu di dalam proyek saya." Bosnya berucap dingin.
Anila hanya terlalu patuh, dia ingin ideal.
"Natara mampu menyamai energi pekerjaan saya. Dia membantu saya dengan ide-idenya yang cemerlang."
Oh. Anila menggigit bibir bawahnya, sesak di dadanya. Natara lagi.
"Saya sudah berusaha, Pak. Saya membantu Anda dalam meeting selama ini."
"Kamu saya turunkan dari jabatan sekretarismu. Perbaiki lagi kerjamu, mungkin saya bisa berubah pikiran."
Bos dengan mata yang menelan lautan itu mulai pergi melewatinya. Anila menyugar rambut panjangnya, dia benar-benar sudah tamat. Karir yang dia capai berhenti di sini.
Anila harus memulai semuanya dari nol untuk menarik simpati sang bos.
Wanita berambut hitam itu kembali menatap Natara, kini Natara tersenyum. Alia meremas kertas di tangannya dengan emosi yang membuncah.
Wanita seperti Natara selalu membuat Anila sial. Sebelum kehabisan akal sehatnya, Anila meraih tasnya dan pergi keluar dari kantor. Matanya berair penuh kekecewaan.
Perpustakaan adalah rumahnya saat ini. Anila mengusap matanya, dia memasuki ruang penuh buku itu dan membawanya beberapa ke atas meja.
Semuanya berjalan normal, sebelum Anila menyadari bahwa dia tertidur. Anila tidak akan tidur jika dia mengetahui masa depan.
Anila menatap tangannya yang berlumpur. Dia mendongak melihat banyak prajuritnya pria menodongkan tombak di lehernya.
Sebuah layar biru mengambang di depan wajahnya.
[Peringatan!]
Alur cerita telah dimulai. Temukan putra mahkota dan cintai dia!
Anila membeku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments