"Oh, ayolah, aku bahkan tidak punya gaun yang bagus untuk ke acara istana?!" Wesa berdecak mengangkat dua gaun yang dia miliki. Gaun ungu dan biru. Wajahnya tertekuk, jengkel.
Anila duduk di kasurnya, memerhatikan wanita itu mengomel sia-sia pada dua gaunnya yang tersisa.
Dapat di lihat dari jendela kamar Wesa, istana sudah penuh dengan cahaya terang benderang dan keramaian. Ibarat cerita Cinderella, istana tampak megah hari ini. Apalagi, banyak kereta kuda yang mengantri satu persatu masuk menghadiri pesta dansa sekaligus karena undangan perjodohan yang disebarkan oleh raja.
"Menurutmu yang mana yang bagus, An?" Wesa menjejerkan kedua gaunnya di depan wajah Anila.
"Biru cocok untuk rambut pirangmu, Wesa." Anila menjawab sambil menunjuk gaun biru di kanannya.
Wesa tampak puas. "Oh, benarkah? Baiklah, Putri Mahkota."
Anila mendengus. "Kau dan Kanath sama menyebalkannya."
"Ini hanya latihan agar tidak kaku di masa depan." Wesa menaikturunkan alisnya dengan cepat, menggoda Anila.
Wesa segera memakai gaun birunya, secepat yang dia bisa. Wanita itu segera memasang anting-anting dan menarik lengan Anila untuk segera menyusul Amara.
"Kemana Amara pergi?" tanya Wesa bingung.
"Mungkin dia berpasangan dengan Kanath?" balas Anila sambil celingukan mengamati sekitar di luar asrama.
Wesa mengangguk dengan wajah merasa terkhianati. "Lihat, dia kacang lupa kulit. Ke mana-mana selalu berdua dengan Kanath. Kalau dirimu masih bisa aku toleransi karena itu tugasmu, tapi Kanath?!"
Anila tertawa. "Hei, kita bukan hanya bersenang-senang di pesta. Kita menyamar untuk menjaga keamanan."
Kemarin, Anila duduk di sofa ruang kerja Raven. Pria itu sedang duduk membaca beberapa dokumen penting untuk pesta. Awalnya, Anila pikir mungkin hari ini Raven mengistirahatkannya sehingga pria itu tidak bertingkah ke manapun.
"Anila, sampaikan surat ini pada ketua Amara dan orang-orang yang kutulis di sini." Raven menyerahkan surat pada Anila.
"Aku boleh mengintipnya?" tanya Anila menatap Raven.
Tangan pria itu berhenti membalik kertas dokumen. "Lakukan apapun yang kau mau."
Anila sumringah membuka gulungan surat dan membacanya dengan cepat. "Oh," responnya.
"Aku akan pergi sekarang kalau begitu, Yang Mulia." Anila pamit, dia langsung melarikan diri saat Raven ingin mengoreksi panggilan Anila untuknya.
Anila mengumpulkan prajurit-prajurit yang tertulis di dalam surat perintah Raven. Semuanya tampak bersemangat mendengar putra mahkota mengandalkan mereka, termasuk ada nama Kanath yang ditulis dengan sangat jelek serta nama Amara yang indah.
"Apakah Raven mulai menyukai Amara?" gumam Anila bertanya-tanya. Kemungkinan besar menurut Anila, tentu saja Raven mulai memperhatikan Amara.
[**Cintai Putra Mahkota!]**
[Sistem melakukan revisi...]
"Apa? Revisi?" Anila menegakkan punggungnya tanpa sadar melihat tulisan yang mengambang.
"Ada apa Anila?" Amara di sampingnya menoleh bingung. Amara sedang membantu Anila mengatur barisan prajurit-prajurit yang tertera di surat.
Prajurit-prajurit ikut menatap wanita pengawal putra mahkota itu.
Anila tertawa canggung. "Bukan kenapa-kenapa. Aku hanya mengingat sesuatu yang lain. Pekerjaanku, ya, haha."
Layar mengambang menghilang, meninggalkan Anila dengan segala rasa penasarannya.
Anila dapat melihat Amara bertatapan singkat dengan Kanath yang berbaris. Anila gemas sendiri. Ini kenikmatan dari membaca pasangan paling fenomenal yang Anila baca.
"Baiklah semua, aku tidak akan berbasa-basi." Anila membuka suaranya. Dia membaca perintah putra mahkota yang terukir di sana dengan tinta hitam. Anila membaca, "Aku, Putra Mahkota, Raven Nabastala, memerintahkan pada setiap anggota prajurit yang kutuliskan untuk menghadiri pesta dansa demi keamanan. Berpakaianlah seperti kalian ingin menikmati pesta dan pastikan tetap waspada. Kerajaan memiliki banyak pengkhianat."
Anila menutup kertas. Dia menambahkan, "Untuk prajurit yang tidak ada di sini, tolong sampaikan pada mereka bahwa mereka akan berjaga di luar istana."
Semua menyahuti tegas perintah yang disampaikan Anila.
"Oke, sudah selesai. Mari kita kembali ke pekerjaan masing-masing." Anila mundur dan berbalik. Dia merasa nostalgia berbicara di depan banyak orang. Rasanya seperti meeting di kantor.
Begitulah bagaimana Wesa menjadi salah satu nama yang Raven tulis di kertas. Dua wanita itu menginjakkan kaki di ballroom istana yang luas. Banyak tamu undangan tengah berbincang-bincang.
Anila menelisik di antara keramaian untuk menemukan posisi Amara dan Kanath. Apa yang terjadi di acara istana di dalam novel? Anila tersenyum tenang.
Tidak terjadi apapun. Di novel, bisa dibilang bagian acara dansa adalah salah satu cara penulis untuk memperlihatkan kedamaian dari dua tokoh utama.
Hari ini, Anila tahu Kanath akan memakai jas putih yang melapisi kemeja hitamnya, Amara memakai gaun merah marun yang membuat Kanath dan Raven terpana untuk beberapa saat. Lalu Raven, dia akan mencoba berdansa dengan Amara.
Apa yang dikenakan Raven hari ini? Awalnya Anila tidak tahu, Amara hanya mengatakan jika Raven tampak lebih memikat dan mengerikan dengan kebisuannya di tengah keramaian. Namun hari ini, Anila mengetahuinya.
Anila melihat sosok Amara yang secantik bangsawan sedang meminun jus bersama beberapa wanita bangsawan yang menyorotinya.
Amara cukup cerdik untuk tidak memberitahukan nama keluarga. Dia hanya bertingkah sebagaimana bangsawan berinteraksi.
"Rose?" Anila juga melihat anak perempuan yang sudah lama tak ia lihat, Rose. Dia tampak lebih berani dari sebelumnya.
"Seperti yang kuduga, Rose berperan menjadi adiknya Amara hari ini." Anila bermonolog, Wesa di sampingnya menyeret Anika ke posisi lain yang belum dijaga oleh prajurit.
"An, kenapa kau memilih gaun hitam?" tanya Wesa.
Gaun Anila senada dengan rambut bergelombangnya yang hitam pekat. Anila bahkan berpikir dia akan pergi melayat hari ini.
"Putra mahkota memakai hitam hari ini." Anila berkata sambil menunjuknpada sosok Raven yang baru memasuki acara dengan pakaian hitamnya.
Semua orang di ruangan terdiam dan menunduk hormat. Sosok putra mahkota yang jarang mereka lihat adalah sebuah seni indah yang sekarang sedang berjalan di karpet merah dan duduk di samping raja.
Anila melihat pria bagaikan permata malam kelam itu. Mata biru seindah lautan, bulu mata yang terukir indah, rahang tegas seperti dipoles sempurna, serta rambutnya yang dirapikan memperlihatkan kening dan alisnya yang terlukis indah di wajahnya yang dingin.
Anila terdiam sesaat memandang bagaimana Raven memikat dan mengerikan di satu waktu.
"Kau sedang jatuh cinta untuk kesekian kalinya, An," bisik Wesa tertawa.
Anila mengerjapkan matanya, menyadari jika dirinya seperti dihipnotis. "Ah, tidak aku sedang—"
"Sudahlah, tidak perlu malu." Wesa menutup mulutnya yang tersenyum-senyum. "Aku akui putra mahkota tampak lebih tampan hari ini. Kalian serasi."
Anila menarik anak rambutnya ke belakang telinga saat Wesa berjalan untuk mengambil minum. Wanita itu kembali ingin melihat Raven yang tadi sedang mengobrol dengan raja, namun ketika Anila melihat, Raven menyipit dan tersenyum singkat padanya.
Anila belum sempat bereaksi, sistem muncul di depannya menghalangi pandangan Anila. Anila menundukkan wajahnya untuk membaca layar sistem.
[Revisi selesai!]
[Cintai Putra Mahkota dan buat dia mencintai Anda!]
•Cintai Putra Mahkota [...]
•Cinta Putra Mahkota [?]
Anila menggosok matanya. Ada apa dengan tanda tanya ini?
"Tidak mungkin Raven ...." Kalimat Anila menggantung saat dia melihat kembali pada tempat duduk Raven. Pria itu menghilang.
"Mencariku?" bisik Raven di belakangnya. Tangan pria itu memeluk singkat Anila dan segera melepaskannya.
Kaki Anila melemas. Ini namanya revisi besar-besaran!
"Rav?" panggil Anila membasahi kerongkongannya.
Raven benar-benar pahatan indah saingan Kanath.
"Ya?"
Sekaligus Raven adalah pria dengan sosok memikat, seakan membawa bayang-bayang di tempat yang terang. Anila selalu berada di sisi Raven sejak awal dia memutuskan untuk menjadi pengawalnya.
Anila mengetahui pekerjaan Raven, Anila mengetahui pertemuan Raven dan Amara bukanlah yang pertama dan Anila selalu melewati setiap misi bersama Raven.
Anila melupakan satu hal.
Sesuatu yang kosong dan salah.
[Ceritamu dibuat...]
Anila membuat 'cerita'nya sendiri.
Wanita itu membuka mulutnya, "Apa kau akan berdansa dengan semua wanita pilihan raja?"
Raven tampak tidak suka membahas hal itu. "Tidak."
Alunan musik dansa berputar. Raven harus berdansa untuk membuka acara. Tatapan Raven bertemu dengan Amara, tapi bukannya terpana sesaat, Raven hanya melirik singkat dan beralih melihat pada Anila.
"Ayo, Nil." Raven mengulurkan tangannya pada Anila. "Mari berdansa denganku."
Anila ragu-ragu menerima uluran tangan Raven, dia melihat Wesa berhenti membawa kue dan jus, justru bersemangat melihat Anila dan Raven.
"Kau akan mendapatkan masalah setelah ini, Rav," ucap Anila lirih saat Raven menuntun mereka di lantai dansa.
"Mereka melihat apa yang harusnya mereka tahu, Nil."
[Ceritamu berkembang!]
[Cintai Putra Mahkota!]
Anila melangkah serempak dengan Raven.
Siapa pengawalmu seharusnya Raven? batin Anila.
Anila membuat ceritanya sendiri, artinya dia mengorbankan peran orang lain. Tapi, siapa?
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments