Apa yang terjadi?
Gadis kecil dengan tubuh kotor di jeruji besi seberang nampak takut mendengar suara benda berat di seret. Suaranya semakin dekat dengan ruangan berupa penjara ini.
"Mereka ke sini, Kak." Gadis itu bersembunyi dalam kegelapan. Mengambil langkah mundur agar tubuhnya tidak terkena cahaya lentera.
Anila mengeratkan jari-jarinya pada jeruji besi. Pintu kayu tua terbuka, menampilkan sosok wanita dengan jubah hitam membawa kapak di tangannya.
"Di mana dia?" Wanita tua itu berbicara pada Hala di sampingnya. Hala tersenyum riang dan segera menghampiri jeruji besi milik Anila.
"Ini, dia baru menikah lima? empat bulan?" Hala berusaha mengingat. "Sebelum dia menyesal, dia harus tahu kelompok kita."
Anila menyesal berperan sebagai suami istri lebih tepatnya. Bagaimana keadaan Raven sekarang? Apa rencana yang akan pria itu lakukan lagi?
Jeruji besi Anila dibuka, wanita itu ditarik oleh Hala keluar dari ruangan penjara tersebut. Anila bisa melihat tempat ini lebih jauh, sebuah lorong gelap dengan beberapa obor di sepanjang koridor.
"Hala, suamimu menunggu." Anila memegang telapak tangan Hala. Berharap Hala sadar apa yang terjadi pada dirinya.
"Bayu?" tanya Hala memastikan.
Anila mengangguk. "Dia mengkhawatirkanmu. Kita pulang ya?"
Hala melepaskan genggaman Anila. Wanita paruh baya itu menggeleng. "Aku nyaman di sini, Nil."
Anila bisa melihat warna wajah Hala sedikit berubah. Dia nampak sedih.
"Apa kau tidak ingin menunggu putramu pulang?" tanya Anila hati-hati.
"Putraku?" Hala menatap lorong gelap sesaat. "Aku tidak tahu."
"Jangan berbicara dengan tentang perasaan!" Sosok wanita berjubah menegur mereka dengan tegas. "Hati kita harus kokoh, sekali membuat keputusan maka harus yakin."
Anila menggeram, mendengar dari cara berbicara sosok itu, dia handal mengubah kalimat cuci otak sebagai kalimat yang mudah diterima orang awam seperti Hala.
Mereka sampai di ruangan besar. Anila bisa melihat orang yang memakai jubah hitam berkeliaran di mana-mana. Mereka saling menyapa layaknya keluarga. Tapi semua itu terasa hampa.
"Ayo duduk, Nil." Hala menarik lengan Anila agar duduk di sampingnya. Di depan Anila, ada panggung sederhana dan semua orang berjubah duduk di tanah.
Anila perlahan duduk. Hala antusias melihat wanita dengan kapak mulai mengoceh tentang kebahagiaan yang kosong. Anila muak mendengarnya.
"Lalu, untuk itu pemimpin kita perlu bantuan dari kalian semua. Dari kita! Setiap manusia memiliki energi, maka berikanlah energi yang kalian punya untuknya!"
Anila mengerutkan kening. Kali ini, omongan dari si wanita terdengar aneh dan memerintah.
Hala di sampingnya menangis tersedu. "Pemimpin kita hebat, Nil."
Ada percikan kebiruan yang mengelilingi mereka. Hala menyentuh percikan itu dengan senyum kosong.
Anila baru saja hendak menggoyangkan tubuh Hala agar sadar. Namun, mendadak pikirannya terasa hampa dan kosong. Sesuatu terlintas di alam bawah sadarnya. Siluet hitam mungil milik anak laki-laki serta seorang pria dengan suara yang tak lagi sehat.
Sihir? Anila menyebutkan itu dalam batinnya.
"Nil, Bagaimana kantormu? Semuanya lancar?"
"Kak, ini menghitungnya bagaimana?"
Suara sirine ambulan juga berputar di kepala Anila.
"Anila, jangan khawatir. Ibu akan baik-baik saja."
Anila bisa melihat anak perempuan dengan rambut ikal pendek menggandeng tangan mungil anak laki-laki.
Itu dirinya dan Laskar.
Anila ingin menyentuh dua sosok anak kecil itu. Latar penglihatannya berubah menjadi tempat dia bekerja, kantor.
"Kerja bagus, Anila. Presentasimu hari ini memuaskan."
Itu suara bosnya, suara Raven dengan nada yang berbeda.
Anila mencengkeram pahanya. Dia mulai merasakan kulitnya memanas. Lalu kemudian, dengan mata berair dia kembali ke alam bawah sadarnya.
Anila berdiri dari simpuhnya, dia melihat ke sekelilingnya. Semua wanita sedang duduk tersedu-sedu dengan tatapan kosong. Jiwa-jiwa mereka pasti memiliki banyak penyesalan.
Anila melihat Hala, dia menangis. Tangannya bergerak seperti memeluk sesuatu.
"Maafkan, Ibu, Nak. Andai Ibu tidak menikahi pria itu." Hala mengucapkan itu. Anila termangu.
Anila mengangkat kepala, dia menghapus air matanya dan mengeluarkan pisau terakhir yang terselip di pinggangnya.
Sosok wanita tua terlihat sangat marah karena Anila terlepas dari pengaruhnya.
"Kelahiran baru, jiwa yang tidak dikenal!" ucap wanita itu menunjuk pada Anila.
Anila melirik kalung yang bersinar kebiruan di leher wanita itu. "Jadi itu."
Wanita itu menggerang. Dia tampak akan menghabisi Anila.
[Bunuh penghalang cinta!]
Anila terkejut dengan tampilan layar.
[Pengawal kesayangan Putra Mahkota diculik, penghalang cinta harus dibasmi]
Anila mendengus tidak percaya. Kenapa sistem seakan tidak berbicara padanya? Seakan Raven yang harus membunuh wanita ini?
Tanah bergetar. Bukan. Bukan tanah di bawahnya. Tapi langit-langit tempat ini.
Sosok itu panik melihat ke atas. Sedangkan Hala dan wanita lainnya masih dalam pengaruh sihir di bawah panggung.
Anila mengeratkan pisaunya, dia berlari bersiap untuk menancapkan ujung tajam pisaunya. Sosok itu menangkis tangan Anila. Kapaknya mengayun, Anila sempat menghindar.
Anila melangkah mundur, lalu kembali mengangkat pisau. Sosok itu menggeram saat Anila menarik mundur tangannya yang hendak menusuk. Dia dengan mengganti kakinya untuk menendang perut wanita itu.
Tudung jubah terlepas dari wanita itu. Bukan hanya jubah, akibat terlempar dari atas panggung, kalung yang melingkar putus dan jatuh.
Anila melompat cepat. Sosok itu mencengkeram pergelangan tangan Anila lebih kuat, tangan sosok itu kasar dan menyakitkan. Tangan kiri Anila mengambil alis pisau, dengan ragu dia menusuk bahu sosok itu.
Mata Anila membesar saat melihat rambut panjang wanita itu perlahan menyusut, menjadi terlalu pendek. Geraman suara wanita yang melengking, menjadi suara yang lebih berat.
"Seorang pria?" Anila mencabut pisaunya dan segera mengambil jarak.
Langit-langit tempat itu semakin kencang. Anila harus pergi dan menyelamatkan semua korban sebelum tempat ini runtuh.
"Dasar, menyeballan! Dari awal kau sangat menyebalkan!"
Tampilan familiar saat tudung jubah itu turun membuat Anila hampir menjatuhkan pisaunya.
"Kau!" Anila menatap tak percaya.
Dinding atas runtuh, Raven jatuh dan menimpa tubuh pria itu. Dia segera menendang kapak menjauh dan mengikat pergelangan tangan pria itu dengan tapi tambang.
Anila berjalan kaku, dia menusuk permata kalung.
Bahkan orang baik, bisa menjadi orang yang paling jahat.
"Bayu, kau salah mengira jika aku tidak bisa mengikuti jejakmu." Raven mendesis. Dia menginjak kepala pria itu dengan kejam. "Orang menjijikan sepertimu, mengingatkan aku pada seseorang."
Lidah Anila kelu, dia berjalan gontai menghampiri Hala yang sudah sadar. Wanita itu semakin terisak kencang melihat suaminya.
Raven menendang tubuh Bayu.
"Siapa atasanmu?! Katakan!" Raven mencengkeram kerah Bayu. "Jangan berani mati sebelum kau mengatakannya."
Anila memeluk Hala.
"Agungku, Agung kami, Walona!"
Raven mendorong tubuh Bayu ke tanah. Pria itu tak sadarkan diri setelah membentur tanah dengan kencang.
Raven melihat Anila dengan mata dinginnya. "Bawa pergi mereka."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hala korban dan seorang anak perempuan di penjara adalah anak kandungnya. Mereka tidak memiliki putra.
Anila salah memberikan janji lagi.
Di kereta kuda, Anila termenung saat mereka meninggalkan desa itu. Raven terlihat tenang dan tidak banyak bicara, mereka hanya menikmati kesunyian.
"Apa yang kunci itu bisa lakukan?" Anila bertanya saat Raven mengeluarkan benda yang mereka lindungi mati-matian.
Anila juga kehilangan semua pakaiannya karena Bayu membuangnya untuk membawa lari kuda mereka.
Raven mengatupkan jari-jarinya di antara kunci. "Ini pasti berharga suatu saat nanti."
Anila mengangguk. Wanita itu percaya benda itu sangat penting hingga penyihir sangat marah saat mereka mengambilnya.
"Setelah sampai di istana, bagaimana jika kita makan bersama?" Raven menatapnya.
[Ceritamu dibuat...]
Anila mengangguk.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments