Diam-diam Istriku Berbahaya

Diam-diam Istriku Berbahaya

Chapter 1

"Mas, kapan kita pindah rumah?" tanya Mira pada suaminya, wanita itu baru saja selesai menyuarakan isi hatinya pada suaminya dan diakhiri dengan kalimat yang menanyakan perihal pindah tempat tinggal.

Namun seperti biasa, Arnold, suaminya tidak pernah menggubris setiap keluh kesahnya.

Pria itu hanya menganggap angin lalu segala ucapan istrinya itu.

Almira, dia adalah seorang perempuan berusia dua puluh lima tahun.

Sebenarnya dia seorang wanita yang cantik dengan tinggi seratus enam puluh centimeter dan berat badan lima puluh kilogram, rambutnya berwarna coklat dan panjang sebatas pinggang.

Hanya saja kesibukkan dirinya setelah menikah dengan suaminya dua tahun yang lalu membuat Mira tidak lagi sempat memanjakan dirinya seperti dulu.

Mira juga seorang yatim piatu, kedua orang tuanya meninggal disaat dia berusia lima belas tahun.

Ya, tepat saat dia baru saja menerima kabar kelulusannya dibangku SMP.

Diusianya yang sekarang, tentu saja Mira sudah banyak menelan manis pahitnya kehidupan.

Sementara suaminya adalah anak pertama dari tiga bersaudara, dua adiknya adalah perempuan, Siska dan Sisil.

Sedangkan ayahnya adalah seorang tenaga kerja di negara tetangga dengan penghasilan yang cukup banyak, sudah tentu Arnold tidak pernah merasakan apa yang dulu Mira rasakan.

Namun sikap mereka sama sekali tidak pernah baik pada Mira sebagai istri dari kakak mereka, yang artinya dia adalah kakak ipar Siska juga Sisil.

"Mas! Kamu itu kebiasaan ya nggak pernah dengerin aku ngomong, sesekali dengerin lah mas kalau aku ini lagi berkeluh kesah."

"Aku ini capek mas!" sentak Mira pada Arnold.

Sontak saja hal itu membuat Arnold mengalihkan pandanganya pada Mira, menatap wanita itu dengan seksama sebelum berkata,

"Kamu capek? Capek ngapain?"

"Seharusnya aku yang bilang begitu, aku yang bekerja dari pagi sampai malam begini di luar sana."

"Harusnya aku yang bilang kalau aku capek Mira, bukan kamu!"

"Kamu itu sehari-hari cuma diam di rumah, nggak perlu panas-panasan nyari duit di luar rumah. Jadi nggak pantas kalau kamu mengeluh capek!" ucap Arnold.

Ya, seperti itulah Arnold jika Mira mengeluh.

Dia tidak paham jika capek yang dimaksud oleh istrinya adalah capek dengan sikap ibu dan kedua adiknya!

Padahal Arnold sendiri tahu persis bagaimana sifat ibunya itu, tapi dia masih saja menutup mata dan telinga dari setiap keluh kesah Mira.

"Mas-"

"Sudahlah, jangan dibahas terus. Aku capek dan ingin istirahat!"

'Sekarang aku masih bisa sabar menghadapi kamu dan keluargamu mas, tapi jangan salahkan aku jika suatu saat nanti daging-daging keluargamu akan tersaji di atas meja makan!' batin Rumi setelah Arnold menyela ucapannya begitu saja.

Arnold belum tahu siapa sebenarnya Mira, yang dia tahu Mira hanyalah gadis yatim piatu dan miskin yang dia nikahi.

Dia tidak pernah mencari tahu terlebih dahulu semua tentang Mira, Arnold langsung mempercayai apapun yang Mira katakan dahulu saat mereka pertama kali bertemu.

Tanpa memperdulikan keberadaan Mira di sampingnya, Arnold membaringkan tubuhnya dan segera terlelap menuju alam mimpi.

Membiarkan Mira sendiri bersama semua isi hatinya.

Melihat sang suami sudah terlelap dalam tidurnya, Mira menatap f laki-laki yang dulu pernah berjanji untuk memberikannya sebuah kebahagiaan dengan pandangan yang tidak dapat diartikan.

Laki-laki yang dulu berjanji tidak akan menyakitinya.

Nyatanya sekarang sikapnya berbanding terbalik dengan ucapannya dulu.

Tak ingin terlalu larut dengan lamunannya, Mira beranjak dari tempatnya dan ikut merebahkan dirinya di samping suaminya.

Tak lama kemudian wanita itu terlelap dalam mimpinya menyusul Arnold yang telah lebih dulu terlelap.

Tepat pukul empat pagi, Mira sudah terbangun dari tidurnya.

Dia bergegas menyelesaikan pekerjaan rumah dan juga menyiapkan makanan untuk sarapan seluruh penghuni rumah.

Semuanya Mira lakukan dengan cepat agar pukul enam pagi nanti semua sudah selesai sebab rencananya Mira akan pergi ke suatu tempat, jadi dia bergegas menyelesaikan semua pekerjaan rumah sebelum dirinya pergi nanti.

Sesuai perkiraan, tepat pada pukul enam pagi semua pekerjaan rumah ini sudah selesai.

Mira bergegas menuju kamar mandi dan membersihkan dirinya untuk kemudian bersiap-siap pergi seperti rencananya.

Beruntung saat itu suaminya dan seluruh penghuni rumah belum terbangun dari tidurnya sehingga dia dapat dengan mudah melakukan aktivitasnya tanpa ada gangguan.

Selesai dengan aktifitasnya, Mira beranjak menuju kamarnya dan membangunkan suaminya.

"Tumben kamu udah rapi Mir?" tanya Arnold yang merasa heran dengan perbedaan Mira pagi ini.

"Iya mas, aku mau pergi sebentar. Boleh kan?"

"Pergi kemana?"

"Ke makam ayah dan ibu."

Arnold hanya menganggukkan kepalanya setelah mendengar jawaban Mira, tanda jika dia mengizinkan istrinya itu pergi.

"Tapi jangan lama-lama, ada sesuatu yang mau aku bicarakan sama kamu."

"Loh, memangnya mas nggak berangkat kerja?"

"Enggak, mas libur hari ini."

Arnold melangkahkan kakinya ke dalam kamar mandi setelah menyelesaikan ucapannya.

Meninggalkan Mira yang terdiam dan menebak-nebak apa yang akan dikatakan oleh suaminya sampai membuatnya libur bekerja.

'Ah, sudahlah. Lebih baik aku segera pergi agar bisa cepat kembali!' batin Mira.

Gegas Mira mengambil tas selempang miliknya, memakai flatshoes dan berjalan berlalu meninggalkan kamarnya.

Terlihat ibu mertua beserta dua anak perempuannya sedang menyantap sarapan di atas meja makan saat Mira keluar dari kamar.

Mereka bahkan tidak menyisakan sedikitpun makanan itu untuk Mira dan hanya menyisakannya untuk Arnold, padahal Mira lah yang memasak semua makanan itu.

"Hey, mau kemana kamu?" tanya Ning, ibu mertua Mira.

"Mau keluar sebentar bu ke makam ayah dan ibu aku." jawab Mira singkat.

"Oh, oke."

"Tapi jangan lama-lama, rumah berantakan nanti kalau kamu kelamaan pergi!" seru Ning.

Sebenarnya perempuan itu ingin melarang Mira pergi lantaran pasti rumah akan sangat berantakan setelah menantunya itu pergi.

Hanya saja dia merasa tidak enak jika mengatakan dengan terus terang, sebab Mira itu akan pergi ke kuburan.

Rasanya sedikit keterlaluan jika dia melarang Mira untuk pergi kesana.

Mira segera melangkahkan kakinya setelah mengiyakan ucapan ibu mertuanya.

Padahal dalam hatinya berkata,

'Tidak apa lah aku pergi sedikit lama, toh jarang-jarang sekali aku keluar rumah!'

Setelah jarak Mira dengan rumah mertuanya sudah cukup jauh, perempuan itu masuk ke dalam sebuah mobil yang berwarna hitam metalik yang sudah menunggunya sejak tadi.

"Jalan!" perintah Mira pada seorang pria yang duduk di bangku kemudi dengan nada dingin.

Si sopir yang bernama Hendra itu tidak menjawab perkataan bosnya dan hanya menganggukkan kepala lalu menjalankan mobil seperti apa yang diucapkan oleh majikannya.

Kendaraan roda empat yang membawa Mira itu melaju membelah jalanan ibukota yang sudah cukup ramai hingga lima belas menit kemudian mobil berhenti di halaman sebuah rumah yang cukup besar dengan polesan cat berwarna putih.

Gegas Mira turun dari dalam mobil dan berjalan memasuki rumah itu tanpa mengeluarkan sepatah katapun pada sopirnya, meskipun hanya sekedar ucapan terimakasih.

Melihat bosnya sudah berjalan memasuki rumah, Hendra pun ikut memarkirkan mobil yang dikendarainya di dalam garasi.

Pria itu kemudian duduk dengan santai menunggu perintah majikannya kembali.

Ya, pekerjaan Hendra memang semudah itu.

Dia hanya perlu standby di rumah itu dan selalu siap saat bosnya menghubungi lalu memberinya perintah yang bahkan sangat jarang dilakukan, semua perintah majikannya itu dapat dihitung dengan jari dalam sebulan.

Terkadang Hendra bahkan merasa dia memakan gaji buta dengan bekerja di tempat ini.

Beberapa saat kemudian, Mira terlihat kembali keluar dari rumah dengan penampilan yang berbeda.

Perempuan itu menggunakan kaos hitam ketat, celana jeans, dan juga jaket kulit berwarna senada, bahkan kaki jenjangnya juga dilapisi dengan sepatu boot berhak tiga centimeter berwarna hitam.

Sedangkan rambut panjangnya dia kuncir kuda.

Dia berjalan dengan angkuh menuju motor sport miliknya yang sudah terparkir di halaman rumah.

Perempuan itu lalu menggunakan helm full face nya dan lalu mulai mengendarai motornya membelah jalanan menuju suatu tempat.

Ya, alasannya mengunjungi makam orang tuanya hanyalah alasan semata agar dia diperbolehkan untuk pergi dari rumah itu.

Beberapa menit berkendara dengan kecepatan maksimal, Mira memarkirkan motornya diparkiran sebuah gedung yang cukup besar berlantai delapan namun terlihat sangat sepi dan tidak terawat.

Tentu saja karena bangunan itu adalah sebuah gedung tua yang telah lama terbengkalai.

Perempuan itu terlihat berjalan memasuki bangunan itu tanpa melepas helm full face yang dikenakannya, membuat wajahnya tertutupi dan hanya menampilkan kedua mata yang terus menatap tajam apapun yang ada di hadapannya.

Tak lama setelahnya, Mira tiba di sebuah ruangan paling atas bangunan itu.

Orang-orang biasa menyebutnya dengan sebutan rooftop.

Baru saja kaki Mira memasuki ruangan itu, terlihat seseorang yang sedang duduk di kursi yang sengaja dibuat membelakangi pintu.

Prok

Prok

Prok

"Selamat datang di tempat yang akan menjadi saksi kematian mu Lady Rose!"

Terpopuler

Comments

Miftahur Rahmi23

Miftahur Rahmi23

capek mengerjakan pekerjaan rumah juga capek lo. lo pikir itu gak butuh tenaga? miris banget lihat lelaki macam ini. lo niat nikahin anak orang, biar bisa dijadikan pembantu tanpa gaji ya?

2025-03-24

0

Miftahur Rahmi23

Miftahur Rahmi23

suami yang seperti ini nih yang tidak bisa dijadikan suami. lo pikir, pekerjaan rumah selesai dengan sendirinya? saat lo merasa capek saat bekerja, itu juga dirasakan oleh istrimu.

2025-03-24

0

Lyeend

Lyeend

Rumi itu siapa ya

2025-04-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!