Chapter 9.

Arnold terlihat menggeram pelan, sedangkan giginya terdengar bergemeletuk pelan karena menahan amarah yang begitu besar dan membuatnya merasa seperti kepalanya akan segera meledak jika dia menahannya lebih lama lagi.

Sementara satu tangannya terangkat dan menggenggam gagang pintu dengan sangat erat, bahkan hingga membuat buku-buku jarinya memutih karena tekanan yang dia keluarkan begitu kuat.

Jika saja bukan karena keberadaan bayi Arion yang masih menangis di dalam gendongannya, mungkin saja Arnold benar-benar akan mendobrak pintu itu dan memaksa Mira untuk keluar, menuruti perintahnya untuk mengurus bayi Arion, lagi.

Sayangnya, tangisan bayi itu benar-benar membuat Arnold merasa tidak berdaya.

'Sialan, Mira benar-benar keterlaluan! Bahkan dia secara terang-terangan menunjukkan sikap seolah dia sedang menantangku ... Awas saja, setelah ini aku pasti akan menunjukkan bagaimana caranya menjadi istri yang baik yang harusnya menurut dengan apa yang dikatakan oleh suami, Mira!' batin Arnold dengan kemarahan yang sama sekali belum mereda.

"Baiklah, kalau begitu Mas akan memberikan kamu waktu selama tiga puluh menit untuk beristirahat ... tapi, ingat! Setelah tiga puluh menit, kamu harus membuka pintu ini dan mengambil alih bayi Arion lagi. Kau dengar, kan, apa yang Mas katakan, Mira?" ucap Arnold, sesaat setelah dia memejamkan kedua matanya dan kemudian menghembuskan nafas panjang.

Seolah tersadar akan sesuatu, Arnold tiba-tiba saja berubah pikiran dan tidak mau terlalu memaksa Mira. Pria itu merasa, semakin dia berusaha untuk membujuk Mira sekalipun itu menggunakan kekerasan, hal itu sama sekali tidak akan berpengaruh apapun

Justru semakin dia marah dan mengatakan ancaman kepada Mira, wanita itu juga akan jauh lebih berani kepadanya karena berpikir dirinya aman berada di dalam kamar.

Jadi, Arnold mulai berusaha menggunakan cara lainnya. Berusaha sebisa mungkin untuk terus bersikap lembut kepada wanita itu pada saat ini dengan tujuan agar bisa membujuknya dengan cepat, akan tetapi di dalam hatinya, Arnold bersumpah tidak akan pernah membiarkan Mira tenang setelahnya.

Pria itu terus menekankan di dalam hatinya kalau dia pasti akan membalas apa yang dilakukan oleh Mira saat ini nanti setelah wanita itu telah keluar dari dalam kamar, Arnold berjanji akan memberikan dia pelajaran agar Mira tidak lagi berani menentangnya.

'Di rumah ini akulah yang menjadi kepala keluarga, kerena itu siapapun harus patuh kepadaku ... termasuk Mira, wanita itu harus patuh kepadaku jika tidak ingin menerima akibatnya.' pikir Arnold.

"Mira, kalau begitu aku akan pergi terlebih dahulu ... Aku akan kembali tiga puluh menit kemudian, setelah aku kembali nanti, aku harap kamu sudah merasa jauh lebih baik dan bersedia untuk kembali merawat baby Arion."

Setelah selesai mengatakan kalimat itu, Arnold pun segera pergi dari depan kamar. Berusaha menenangkan bayinya dengan segala hal yang dia bisa meskipun sebenarnya Arnold sama sekali tidak memiliki pengalaman untuk menenangkan seorang bayi, tapi, untuk kali ini dia berusaha sekuat tenaga agar bisa menenangkan bayi itu.

Ya, setidaknya sampai Mira sudah merasa jauh lebih baik dan kembali bersedia untuk merawat bayi itu.

Lagi pula, Arnold berpikir kalau bagaimanapun juga bayi itu juga adalah anaknya. Jadi, bukankah memang sudah tugas orang Ayah untuk menenangkan anaknya dan membantu mengurusnya?

Walaupun tidak ada satu orang pun yang tahu kalau bayi itu memang benar adalah putra kandungnya, walaupun dia terlahir dari rahim wanita lain yang tentunya bukan Mira.

Langkah kaki pria itu terus tertuju ke arah halaman belakang, suasana yang cukup subuh dan juga terdapat beberapa hembusan angin yang berhembus dengan cukup pelan di sana membuat Arnold merasa bayinya pasti akan betah berada di sana dan dia akan sedikit lebih tenang.

Sesampainya di halaman belakang, Arnold segera menempatkan dirinya duduk di sebuah gazebo yang tidak terlalu besar. Sesekali tangannya tampak terayun, mengayunkan bayi Arion yang ada dalam gendongannya sambil mengajaknya bercanda.

Berharap dengan begitu, Arion dapat segera tenang dan berhenti menangis.

Akan tetapi, siapa sangka ketika dia sedang asik menenangkan bayi itu. Tiba-tiba saja Arnold justru malah teringat dengan ibu kandung bayi di gendongannya.

'Arumita, bahkan aku tidak bisa berbohong kalau aku selalu teringat padamu setiap saat menatap wajah bayi kita ... Ah, seandainya saja kamu mau menemaniku merawat bayi ini. Kita pasti akan terlihat seperti sebuah keluarga yang sangat bahagia,' batin Arnold dengan sendu.

Setiap kenangan yang tercipta itu datang dengan begitu saja ke dalam setiap memori yang ada di dalam kepalanya, memaksanya kembali mengingat segala hal yang tercipta di masa lalu.

Arnold kemudian menatap wajah bayi Arion yang sudah mulai tenang dalam gendongannya, menatap kedua bola matanya yang tampak begitu jernih, serta bentuk bibir mungil miliknya yang sangat mirip dengan ibunya. Tentu saja hal itu menjadi salah satu alasan Arnold kembali mengingat Arumita untuk yang kesekian kalinya, seorang wanita yang seharusnya tidak pernah hadir dalam hidupnya.

Tapi, ternyata dia malah menjadi sebuah bagian dari dirinya yang tidak akan pernah bisa berakhir sampai kapanpun. Sebab, di antara mereka saat ini telah hadir bayi Arion yang menjadi tanda bahwa mereka pernah menjalin hubungan, walaupun pada akhirnya mereka tidak bisa terus bersama karena Arumita sendiri yang tidak ingin bersamanya merawat bayi itu.

Ingatan Arnold kemudian tertuju pada saat awal semua peristiwa itu terjadi, saat dimana dia bertemu dengan Arumita untuk pertama kalinya.

Saat itu, Arnold sedang melakukan perjalanan bisnis ke luar kota. Pria itu bahkan tidak pernah menyangka kalah satu malam yang dia lewati di sebuah hotel akan mengubah hidupnya hingga sejauh itu, berusaha keras menyembunyikan hubungan dengan wanita lain di belakang istrinya sendiri, serta di belakang anggota keluarga yang lainnya.

Mita adalah seorang pegawai di hotel tempat dia menginap hari itu, wanita itu bekerja sebagai resepsionis di hotel tersebut. Tentu saja Arnold pasti akan bertemu dengan Mita saat dia hendak melakukan check in di hotel itu, dari sanalah Arnold melihat Mita untuk pertama kalinya.

Tatapan mata yang tampak begitu teduh serta senyum yang terasa sangat menenangkan, berhasil membuat Arnold merasakan sesuatu yang berbeda dengan perasaannya sendiri saat pertama kali melihat wanita itu.

Akan tetapi Arnold berusaha mengabaikannya dan mengingatkan dirinya sendiri jika dia sudah punya istri yang walaupun menurutnya membosankan, tapi bagaimanapun juga dia bukan lagi seorang pria lajang.

Arnold masih cukup waras pada saat itu sehingga dia mengabaikan Mita yang selalu tersenyum manis kepadanya, mengabaikan tatapan mata wanita itu yang selalu memancarkan kehangatan.

'Wanita itu benar-benar berbeda dengan Mira, dia begitu cantik dan pandai merawat dirinya sendiri ... Sangat berbeda dengan Mira di rumah!'

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!