"Bagus ya, kelayapan sampai jam segini!"
"Cepat masak sana, kita sudah kelaparan ini!" sembur Ning saat Mira baru saja melangkahkan kakinya memasuki rumah.
'Lapar ya tinggal masak, apa susahnya! Masak buat perut sendiri saja berat amat.' gerutu Mira dalam hatinya.
Namun meski demikian, perempuan itu tetap menampilkan raut wajah biasa saja di hadapan mertua dan dua adik iparnya.
Bersikap seolah-olah dia merasa bersalah karena pulang saat jam sudah memasuki waktu makan siang, padahal jauh dalam hatinya sama sekali tidak pernah merasa bersalah.
"Iya bu."
"Maaf, tadi Mira ketemu teman lama jadinya pulang kesiangan karena keasyikan ngobrol." ucap Mira.
Tampak Sisil menggerakkan bibirnya menirukan ucapan Mira saat dia berbicara.
Hal itu tentu saja tidak luput dari penglihatan Mira, hanya saja dia berpura-pura tidak melihatnya dan membiarkan gadis itu berbuat apapun yang dia suka.
Namun dalam hatinya berkata,
"Berbuatlah sesuka hatimu sekarang Sisil, sebelum aku akan menjahit kedua bibirmu dengan tanganku sendiri!"
"Ya sudah sana cepat masak, ngapain berdiri saja di situ!" sentak Ning yang membuat Mira seketika melangkahkan kakinya menuju dapur dengan cepat setelah sebelumnya dia menaruh tasnya di dalam kamar.
"Loh Mir, kamu sudah pulang?" tanya Arnold saat melihat istrinya memasuki kamar.
"Sudah mas."
"Sini duduk dulu sebentar, ada yang mau mas omongin!"
"Duh nanti aja ya mas ngomongnya, aku lagi buru-buru soalnya!" sahut Mira dengan cepat, dia tidak lagi ingin mengulur-ulur waktu untuk memasak seperti perintah Ning agar tidak ada keributan lagi.
Jujur saja Mira merasa lelah setelah menghabisi David tadi, dia sudah sangat ingin beristirahat!
Hanya saja dia tidak bisa berharap untuk istirahat dengan nyaman selama masih berada di rumah ini.
Ya, tentu saja keluarga suaminya itu akan mengganggunya saat melihatnya tiduran di atas kasur.
Tanpa mereka tahu betapa lelahnya tubuh Mira yang selalu mereka suruh-suruh itu.
Jika saja Mira tidak ingat mereka adalah keluarga Arnold suaminya, mungkin sekarang mereka semua sudah berada di dalam penjara bawah tanah miliknya.
Saat tengah asyik memasak makan siang, perut Mira berbunyi, wanita itu baru ingat jika pagi tadi dirinya memang tidak sempat sarapan sebab terburu-buru.
Lagi pula semua menu sarapan yang dia buat sudah habis tak bersisa, tapi dia malah melupakannya dan baru teringat saat sedang masak untuk makan siang seperti ini.
Tiba-tiba saja otaknya terpikirkan jika memakan sesuatu yang pedas sepertinya enak saat hari panas terik begini.
Mira akhirnya memutuskan membuat sesuatu yang pedas dengan bahan dasar mie instan, kebetulan ada stok mie instan di dapur.
Itu bisa dia pakai untuk membuat makan siangnya sendiri, toh mengharapkan Ning dan yang lainnya membagi makanan dengan dia itu juga tidak mungkin.
Empat puluh menit berkutat dengan alat-alat dan bumbu dapur, akhirnya masakan sederhana untuk keluarga suaminya sudah siap.
Para penghuni rumah ini seketika berbondong-bondong datang untuk menyantap makan siang mereka, begitu pula dengan Mira yang berlalu ke dalam kamar membawa sebuah kotak bekal yang telah dia isi dengan menu makan siangnya sendiri.
Bau harum dari mie yang dibawanya itu seketika langsung membuat Arnold mendekatinya, melihat istrinya sedang menyantap mie dengan tambahan sayuran, sosis, telur dan juga beberapa bakso seketika membuat Arnold meneguk liurnya dengan susah payah.
Setiap helai mie dengan kuah berwarna merah itu masuk ke dalam mulut Mira sungguh membuat Arnold sangat tergoda untuk menikmatinya juga, sampai kemudian pria itu memberanikan diri berkata,
"Mira, bolehkah mas minta mie mu?"
Sontak Mira menghentikan aktifitasnya setelah mendengar ucapan Arnold, wanita itu menolehkan pandangannya pada sang suami yang sedang duduk disampingnya dengan mata memandang penuh nafsu pada mie yang berada di tangannya.
"Bukankah kamu sudah makan bersama ibu dan adikmu?" jawab Mira dengan ketus.
"Ayolah sayang, bagi mas sedikit saja."
Mira mencebikkan bibirnya saat mendengar Arnold memanggilnya dengan sebutan 'sayang.'
'Iya, sayang. Sayang kalau ada maunya doang!' batin Mira sinis.
Mau tidak mau Mira membagi mienya dengan Arnold, walaupun dalam hatinya tidak rela.
Tapi mau bagaimana?
Jika tidak dituruti biasanya Arnold akan berkata macam-macam yang menyakiti hatinya.
Tidak, bukannya Mira merasa takut dengan suaminya itu.
Dia hanya merasa takut tidak bisa menahan emosi pada laki-laki yang berstatus sebagai suaminya itu.
Dia takut kalap dan membuatnya bernasib sama seperti David!
"Terimakasih sayangku!" ucap Arnold dengan begitu manis dan lagi-lagi membuat Mira mencebikkan bibirnya.
"Oh iya, mas bilang mau ngomong sesuatu sama aku tadi pagi."
"Mau ngomong apa?" Mira mencoba menanyakan perihal apa yang akan diucapkan oleh suaminya pagi tadi.
Terlihat pria itu sedikit terdiam di tempatnya seperti sedang memikirkan sesuatu sebelum dia berkata,
"Eum, tapi kamu jangan tersinggung dulu ya."
"Iya mas, memangnya kenapa si?"
"Jadi gini, mas ada rencana mau mengadopsi anak biar kamu juga bisa cepat hamil."
"Ya, semacam pancingan lah Mir." lanjut Arnold menjelaskan keinginannya dengan hati-hati, takut menyinggung perasaan istrinya.
Walaupun dilebih banyak kesempatan dia lebih sering tidak peduli pada perasaan Mira.
Sejenak Mira termenung saat mendengar perkataan suaminya.
Dia bukan mandul seperti yang sering dituduhkan oleh Ning dan dua anaknya melainkan sengaja memasang alat kontrasepsi di tubuhnya untuk mencegah kehamilan.
Bukannya Mira tidak ingin memiliki anak dengan suaminya, dia hanya mencoba memikirkan semua kemungkinan terburuk yang mungkin saja terjadi kedepannya.
Apalagi setelah mengetahui bagaimana tingkah laku keluarga suaminya.
'Apa Arnold sudah mulai terpengaruh dengan ucapan ibunya yang selalu mengatakan jika aku ini mandul?' batin Mira bertanya-tanya.
Awalnya Mira berandai-andai memiliki keluarga yang bahagia bersama Arnold.
Memiliki anak dan bersama-sama mendidiknya di rumahnya sendiri, membina keluarga kecil mereka tanpa campur tangan orang lain.
Namun ternyata dia salah, rupanya Arnold tidak secinta itu pada dirinya sampai mau meninggalkan rumah ibunya dan mendirikan rumahnya sendiri bersama Mira.
Dia lebih memilih membawa istrinya untuk tinggal bersama ibunya dan menjadi pembantu untuk ibunya.
"Mir?" panggil Arnold menyadarkan Mira dari lamunannya.
"Ah, iya mas. Terserah kamu saja, aku akan mendukung apa saja yang kamu mau."
Tidak ada gunanya juga dia menolak ataupun membantah kemauan suaminya, toh pada akhirnya laki-laki itu akan tetap dengan keinginannya sendiri tanpa mendengarkan pendapat Mira.
"Tapi mas mau mengadopsi anak yang masih bayi Mir, biar jiwa keibuan kamu benar-benar muncul dan kamu akan cepat hamil."
"Loh, kenapa kamu nggak ambil yang sudah besar saja sih mas? Masih bayi itu repot banget loh ngurusnya."
Mendengar perkataan Arnold, Mira tidak lagi bisa menahan diri untuk menjawabnya.
Dia merasa keberatan dengan keputusan Arnold yang ingin mengadopsi anak bayi untuk mereka.
"Apa kamu keberatan mengurus anak bayi?" tanya Arnold dengan tatapan mata tajamnya yang membuat Mira seketika menghembuskan nafas panjang.
Bukannya dia merasa keberatan mengurus bayi seperti apa yang diucapkan oleh Arnold.
Hanya saja dia tahu persis bagaimana sifat keluarga suaminya itu, mereka tentu akan sangat merasa keberatan jika saat sedang lelap-lelapnya tidur harus terbangun dengan tangisan bayi.
"Tidak, aku tidak keberatan sama sekali mas."
"Tapi apa kamu yakin keluargamu akan menerima dan tidak keberatan saat harus terganggu tidurnya dengan tangisan bayi?" ucap Mira mencoba menyuarakan pendapatnya.
"Halah, alasan saja kamu ini!"
"Bilang saja kalau kamu tidak mau merawat bayi karena tidak mau repot!" sentak Arnold dengan cepat lalu pergi meninggalkan kamar mereka.
Tak lama kemudian terdengar suara deru kendaraan beroda empat milik Arnold yang menjauh dari rumah.
'Huh, selalu saja begitu. Jika bukan karena masih ada sedikit rasa sayangku padamu, sudah aku buat kamu jadi santapan anjing-anjingku Arnold!'
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Miftahur Rahmi23
udah ngurus ibu dan kedua adikmu, malah mau adopsi bayi lagi. ni laki punya otak gak sih. patriarkhi banget pemikirannya
2025-03-24
0
Miftahur Rahmi23
kenapa nggak dilawan aja sih sesekali, tunjukkan siapa dirimu sebenarnya
2025-03-24
0