"Dobrak saja kalau kamu bisa, Mas! Toh nanti kamu juga yang akan rugi karena harus mengganti lagi pintu yang rusak itu," sahut Mira dari dalam kamarnya, tidak ada sedikitpun rasa takut yang ditunjukkan dari nada bicaranya kepada Arnold.
Degh!
'Kenapa Mira berubah sebanyak ini, sebenarnya apa yang membuat dia sampai bisa berbuat seperti itu kepadaku ... Bukankah selama ini dia selalu menurut dengan apa yang aku katakan,' batin pria itu, niat awalnya yang ingin mendobrak pintu tersebut dan memaksa untuk keluar dari dalam kamar terpaksa harus ditunda.
Dalam hatinya, Arnold membenarkan apa yang dikatakan oleh Mira di dalam sana. Jika dia mau, dia bisa saja mendobrak secara langsung pintu kamar tersebut dan memaksa wanita yang masih menjadi istrinya itu untuk keluar dari sana. Akan tetapi, sesuai dengan apa yang diucapkan oleh Mira, kalau sampai dia mendobrak pintu tersebut dan merusaknya, maka hal itu sama saja dengan menyusahkan diri sendiri karena harus mengeluarkan uang lebih banyak lagi untuk menggantinya dengan yang baru.
"Ck, Mira ... Ayolah, bisakah kamu tidak mempersulit aku seperti ini?" ucap Arnold, kali ini pria itu sedikit melembutkan nada bicaranya dengan harapan Mira mendengarkan dia dan menuruti perkataannya.
Dia merasa tidak memiliki pilihan lain untuk saat ini, apalagi ditengah-tengah suara tangis Arion yang tidak kunjung mereda. Jelas saja hal itu membuat otaknya terasa panas dan bahkan membuat kepalanya nyaris akan meledak, ditambah dengan sikap Mira yang entah kenapa tiba-tiba berubah sebanyak itu.
"Mira-"
"Arnold, cepatlah kemari! Ibu sangat lelah mengurus anakmu ini, sejak tadi menangis terus dan tidak mau berhenti ... Pusing sekali kepala Ibu mendengarkan tangisannya yang tidak berhenti-henti ini!" Arnold terpaksa menahan kembali perkataan yang sudah berada di tenggorokannya itu ke#tika mendengar teriakan ibunya dari kamar wanita itu, ditambah dengan suara tangis yang begitu keras dari Arion yang pasti merasa ketakutan saat mendengar teriakan neneknya.
'Akh, ibu! Kenapa kamu tidak bisa sedikit lebih bersabar lagi dan membiarkan aku membujuk Mira terlebih dahulu,' batin Arnold.
Pada akhirnya, terpaksa dia kembali melangkahkan kakinya berjalan menjauh dari kamarnya dan mendekat ke kamar ibunya. Sedikit merasa kesal karena dia berpikir sebentar lagi akan berhasil membujuk Mira, tapi sekuat itu harus gagal karena ibunya memanggil.
"Nih, kamu urus saja sendiri anakmu! Ibu capek, sudah tua bukannya disuruh untuk beristirahat malah disuruh ngurus bayi ... Benar-benar kurang ajar kamu ini," ucap Ning sambil menyerahkan bayi Arion yang masih menangis kencang kepada Arnold, tidak peduli sekalipun bayi itu menggeliat tidak nyaman dalam dekapan ayahnya sendiri.
"Sudah sana keluar, Ibu mau istirahat dulu. Sebaiknya kamu jauhkan bayi itu dari sini agar suara tangisnya tidak mengganggu tidur Ibu," sambung Ning, wanita itu terlihat sama sekali tidak menaruh rasa kasihan meski cucunya terus menangis dengan keras, dia juga tidak merasa kasihan sekalipun Arnold terlihat kewalahan menggendong anaknya sendiri.
"Bu, apa Ibu tidak kasihan dengan Arnold? Tolong lah, Bu ... Tolong bantu Arnold jaga Arion dulu sebentar sampai Arnold bisa membujuk Mira agar mau mengasuh Arion lagi, Ibu kan sudah pernah memiliki pengalaman mengurus bayi, pasti Ibu lebih tahu juga bagaimana caranya menenangkan Arion." Arnold menatap Ning dengan tatapan penuh harap, seakan dia sedang memohon melalui tatapan mata itu agar ibunya mau membantu dirinya.
Namun semua itu hanyalah sebuah harapan kosong yang tidak akan pernah menjadi kenyataan, sebab Ning justru berkata,
"Tidak, Arnold! Ibu sudah terlalu lelah mengurus bayi itu sejak tadi, sekarang biarkan Ibu beristirahat terlebih dahulu untuk beberapa saat ... Lagi pula, kenapa tidak kamu paksa saja Mira itu untuk mengasuh Arion. Sudah tidak bisa hamil, sekarang tidak mau juga mengasuh bayi itu ... Pantas saja dia tidak hamil-hamil, kelakuannya saja begitu!"
Degh!
"Ayolah, Bu! Tolong Arnold sekali ini saja," sahut Arnold, raut wajahnya benar-benar tampak menyedihkan. Pria itu berusaha meraih rasa iba dari ibunya dan membuat wanita itu mau mengubah keputusannya, walaupun pada akhirnya dia hanya bisa menelan kekecewaan karena Ning tetap saja pada keputusannya.
Bahkan lebih parah dari itu semua adalah karena wanita itu justru mendorong tubuh Arnold ke depan pintu dan memaksanya keluar dengan segera, setelahnya langsung mengunci pintu kamarnya agar Arnold tidak bisa lagi masuk dan memohon-mohon kepadanya.
Mau tidak mau, Arnold pun pada akhirnya terpaksa kembali ke depan kamarnya dan Mira. Berusaha membujuk wanita itu agar dia mau membuka pintu kamar itu untuknya.
Sementara itu dari dalam kamar, Mira hanya tersenyum dan terkekeh pelan ketika mendengar suara Arnold yang berkata dengan sangat lantang di depan sana. Bahkan dalam dirinya sama sekali tidak ada ketakutan yang tercipta setelah mendengar ancaman dari pria itu, sebuah ancaman yang lebih terdengar seperti sebuah angin lalu baginya, sama sekali tidak berarti.
'Bukankah selama ini kamu selalu bertindak sesukamu karena berpikir aku adalah seorang wanita lemah yang tidak memiliki siapapun di dunia ini, Mas? Kalau begitu, biar aku tunjukan kalau aku bukan wanita lemah sekalipun aku hanya hidup sebatang kara di dunia ini,' batinnya.
Mira juga tahu kalau selama ini, Arnold berpikir dia bisa melakukan apa saja kepadanya karena dia menganggap bahwa istrinya itu bukanlah seorang yang mempunyai harta.
Padahal tanpa sepengetahuannya, wanita yang menjadi istrinya itu jauh diatas dirinya dalam segala hal.
"Mira, kenapa kau diam saja, huh! Cepat buka pintu ini atau aku benar-benar akan mendobraknya!"
Kali ini Mira menoleh menatap ke arah pintu kamar, dimana di baliknya terdapat sosok Arnold yang sedang berusaha menenangkan bayi Arion dan juga membujuknya agar mau segera membukakan pintu itu, lalu setelahnya pria itu pasti akan menyuruhnya untuk merawat kembali bayi itu.
"Kalau kamu memang bisa, dobrak saja, Mas!" ucap Mira dengan wajah datarnya dan tatapan tajamnya, akan tetapi, Arnold bisa mendengar nada mengejek yang sangat jelas dari perkataan Mira kepadanya itu.
"Aku juga ingin tahu, seberapa kuat kamu bisa mendobrak pintu itu!" sambung Mira yang membuat Arnold benar-benar semakin terbakar amarah.
"Mira, aku serius! Cepat buka pintunya atau aku benar-benar akan mendobraknya!" sahut Arnold dengan tangan terkepal menahan amarah yang memuncak, keangkuhan Mira saat ini benar-benar membuatnya nain darah!
Wanita itu bukan lagi menjadi sosok istri yang dulu dia kenal, dan Arnold benci harus mengakui itu. Pria itu tidak suka kalau perkataanya tidak didengarkan, apalagi oleh seorang wanita yang seharusnya selalu patuh kepadanya.
Seorang wanita yang dianggapnya tidak bisa melakukan apapun tanpa dirinya, tapi sekarang Mira justru secara terang-terangan memberontak dan menolak perintahnya.
"Aku juga serius, Mas! Dobrak saja kalau kamu memang bisa."
Setelah menyelesaikan perkataannya, Mira kemudian berjalan ke arah cermin meja rias yang ada di dalam kamarnya. Dia tampak duduk di atas kursi dan menghadap ke arah cermin, walaupun tidak ada satupun alat make up atau skincare yang ada di atas meja rias itu.
Ya, tentu saja alasannya adalah karena Arnold tidak pernah membelikan dirinya benda-benda seperti itu. Apalagi selama ini Arnold juga sangat jarang, bahkan nyaris tidak pernah mengajak Mira keluar untuk sekedar makan malam di restoran, hal itu membuat Arnold semakin enggan membelikan benda-benda seperti itu untuk istrinya.
Beruntung wanita itu tidak benar-benar menurut, dia selalu pergi secara diam-diam untuk melakukan perawatan wajah meski harus menggunakan alasan berkunjung ke makam kedua orang tuanya.
'Sudah cukup selama ini aku mengabdikan diriku untukmu, Mas! Mulai sekarang, aku tidak akan pernah lagi melakukan kebodohan itu ... Akan aku tunjukkan secara perlahan, siapa istrimu ini sebenarnya!'
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments